Oleh Hanan Wiyoko, Anggota KPU Kab. Banyumas
Fordem.id – Draft Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara (Tungsura) untuk Pemilu 2024 sedang diuji publik.
Partai politik, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan penyelenggara Pemilu diberi kesempatan melakukan pengkritisan. Apa saja yang menonjol?
Saya berkesempatan memimpin dua kali uji publik draft tersebut. Pertama pada hari Jumat (23/6) siang. Pengkritisan dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan atau disebut Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
Hadir 27 anggota PPK dari 27 kecamatan yang ada di kabupaten saya, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.
Lalu, uji publik kedua saya yang saya ikuti digelar Sabtu (24/6) siang. Kali ini pengkritisan yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banyumas melibatkan seluruh partai politik peserta pemilu, LSM, kelompok penyandang disabilititas, Bawaslu kabupaten, Bakesbangpol, dan dosen Ilmu Politik.
Dari dua kali uji publik yang saya ikuti di atas, tergambarkan upaya KPU RI untuk mengakomodir hasil evaluasi teknis Pemilu 2019 seputar kerumitan penyelenggaraan di TPS.
Setelah mencermati draft PKPU Tungsura tersebut saya merasa optimistis, ada harapan kerumitan teknis di TPS bisa diurai.
Tentunya diimbangi dengan kesiapan SDM penyelenggara, penguasaan materi seputar teknis pemungutan suara, dan dukungan piranti teknologi yang mendukung.
Ada 3 Isue Strategis yang perlu dicermati dalam Draft PKPU Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2024 :
1. Metode Penghitungan Suara
Dalam draft PKPU Tungsura disebutkan metode penghitungan suara dapat dilakukan secara pararel dalam bentuk dua panel. Dua panel yang dimaksudkan adalah : Panel A untuk menghitung perolehan Pilpres dan Pemilu DPD.
Panel B untuk menghitung hasil Pileg (DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten). Adapun pembagian personelnya : Panel A terdiri dari ketua KPPS dan dua anggota. Panel B : terdiri 4 anggota KPPS yang tidak bertugas di panel A.
Metode dua panel ini dimaksudkan untuk efisiensi waktu, agar waktu penghitungan lebih cepat. Pada Pemilu 2019, penghitungan suara memakan waktu sangat lama.
Pada metode dua panel, rapat penghitungan suara tetap dipimpin oleh Ketua KPPS, kemudian membacakan perolehan suara di Panel A dan mendelegasikan kepada anggota KPPS lainnya untuk membacakan penghitungan suara di Panel B.
Metode penghitungan dua panel ini mendapat beragam tanggapan. Pihak Bawaslu Kabupaten merasa keberatan dengan metode penghitungan dua panel.
Mereka beralasan, metode ini menyulitkan kerja pengawas TPS yang hanya berjumlah satu orang di tiap TPS. Adapun masukan dari parpol, ada yang setuju maupun ada yang keberatan.
Bagi yang keberatan dikarenakan jumlah saksi di TPS hanya berjumlah satu orang. Adapun parpol yang tidak keberatan atau setuju metode dua panel beralasan untuk mempercepat waktu penghitungan suara, namun memberikan catatan asal parpol bisa tetap mendapatkan salinan C1 penghitungan suara.
Adapun tanggapan dari para penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan menyampaikan metode hitung dua panel menjadi tantangan bagi mereka untuk memberikan pemahaman yang mendasar bagi PPS dan dilanjutkan ke KPPS tentang pembagian tugas penghitungan dua panel serta mencermati kesiapan lokasi TPS untuk menghitung dengan dua panel.
2. Penggunaan Teknologi di TPS
Teknologi yang akan digunakan adalah penggunaan alat/mesin fotokopi untuk penggandaan salinan dan aplikasi Sirekap untuk alat bantu rekapitulasi. Saya berpendapat, bahwa penggunaan teknologi di TPS bukan hal yang sama sekali baru. Sebelumnya, sudah mulai digunakan di Pemilu 2019 dan Pilkada 2020.
Pada Pemilu 2019, sudah diatur dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2019 perihal penggunaan mesin fotokopi untuk pembuatan salinan.
Dan hal ini dirasa efektif untuk mengurangi beban KPPS dalam membuat salinan dokumen sertifikat hasil penghitungan suara yang dibagikan kepada saksi parpol dan pengawas TPS maupun arsip KPPS, PPS, dan PPK. Memang jumlah salinan sangat banyak.
Dengan diatur kembali perihal penggandaan salinan menggunakan mesin dalam draft PKPU Tungsura untuk Pemilu 2024 diharapkan memudahkan kerja KPPS untuk membuat salinan.
Yang menjadi catatan atau masukan dari penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan atau PPK adalah perihal penyediaan mesin fotokopi maupun alat printer dilengkapi fotokopi yang harus siap di TPS.
Kemudian, perihal penggunaan Sirekap. Pada Pilkada 2020 sudah digunakan Sirekap bagi daerah yang menggelar Pilkada serentak. Dari hasil evaluasi, penggunaan Sirekap diketahui berjalan efektif.
Dalam draft PKPU juga diatur nantinya penyampaian salinan berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi, pengawas TPS, dan PPK melalui PPS diusulkan dalam format digital menggunakan Sirekap.
Untuk poin di atas, menjadi tantangan anggota KPPS untuk dapat menggunakan gadget mereka (didukung kesediaan data dan jaringan internet di TPS) untuk mendukung penggunaan Sirekap.
3. Rencana penyederhaan dan perubahan nomenklatur jenis formulir.
Hal ini rencananya untuk menyederhanakan formulir guna meringankan beban KPPS tanpa mengurangi substansi yang diperintahkan UU. Jenis formulir yang sebelumnya 11 formulir disederhanakan menjadi 5 formulir.
Penyederhaan menjadi formulir baru bernama : Form Model C.Hasil-PPWP/DPR/DPD/DPRD prov/DPRD Kab. Adapun sebelumnya yang berjumlah 11 formulir terdiri dari : formulir model C.KPU (1 form), formulir C.1 KPU PPWP/DPR/DPD/DPRD prov/DPRD Kab (5 formulir), dan formulir model c.1 Plano PPWP/DPR/DPD/DPRD prov/DPRD Kab (5 formulir).
Semoga dengan pencermatan draft PKPU Tungsura yang saat ini sedang diujipublik menghasilkan tanggapan dan masukan guna pemungutan dan penghitungan suara yang lebih memudahkan penyelenggara di TPS, dengan kata lain lebih mudah, tidak terlalu rumit.
Sehingga beban kerja tidak terlalu berat dan hasil pemilu tetap sesuai azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Semoga.