PUDARNYA PESONA AGAMA

Oleh: Gus Zuhron – Dosen Universitas Muhammadiyah Magelang

Fordem.id – Ada seorang mahasiswa asal Macedonia bertanya kepada seorang mahasiswa asal Indonesia yang kebetulan menjadi imam Masjid di Sidney Australia. Kenapa kamu setiap hari ke Masjid..? Apa ada yang salah dengan kehidupanmu..?

Pertanyaan itu tentu sangat mengagetkan, sebab orang yang datang ke rumah ibadah dipersepsikan sebagai pribadi yang banyak masalah. Dan mahasiswa itu memperlihatkan tingkat kepercayaan diri yang tinggi bahwa dirinya baik-baik saja meskipun hidup tanpa naungan agama.

Di negara-negara maju seperti Eropa, Amerika, Australia dan sebagian negara Asia, gelombang ateisme kembali diminati oleh masyarakat khususnya kalangan anak-anak muda. Bedanya, lahirnya gelombang ateisme saat ini tidak serupa latar belakangnya dengan fenomena renaisance dua abad yang lalu.

Dulu, ideologi ateis lahir sebagai sikap perlawanan terhadap agama. Dominasi agama yang masuk ke ruang-ruang yang tidak semestinya dianggap kebablasan, makanya harus dilawan dengan gerakan anti agama. Sebagai konsekuensinya mereka menyodorkan alternatif pilihan berupa kebangkitan sains.

Baca Juga:  Rakus dan Pelit

Hari ini, ateis lahir setidaknya dilatari oleh dua alasan.

Pertama, sikap kebosanan terhadap agama.

Kedua, kemajuan sains dan teknologi yang telah menggaransi jaminan kehidupan bagi umat manusia.

Dalam konteks dunia modern, ritual keagamaan menjadi bentuk ritus yang membosankan dan kehilangan fungsionalisasinya. Agama yang gagal melakukan adaptasi terhadap perkembangan zaman akan semakin ditinggalkan oleh para pemeluknya.

Karl Marx pernah menyebut “religion is opium people”. Agama hanya menjadi candu bagi mereka yang frustasi dalam menghadapi kehidupan. Agama tidak dilahirkan untuk menghadirkan kemajuan.

Bagi masyarakat Indonesia yang masih mengaitkan kehidupan dengan relasi mistik akan terus menempatkan agama sebagai bagian dari denyut nadi kehidupan. Tetapi situasi semacam ini belum tentu selamanya dapat bertahan.

Baca Juga:  510.569.974.050

Indonesia Muslim Report pada tahun 2019 merilis temuan risetnya yang menyatakan hanya 38,9% masyarakat muslim yang taat dalam melaksanakan ibadah. Patut diduga tren ketidakpatuhan terhadap agama semakin naik setiap tahunnya.

Disisi lain, kemajuan sains dan teknologi serta merebaknya media sosial dengan segala warnanya menyuguhkan kepuasan dan kebutuhan bagi manusia. Tidak menutup kemungkinan semua hal yang tadinya digaransi oleh agama akan digantikan oleh sains. Sakit, stres, problem ekonomi, ketahanan pangan, masalah ekologi, telekomunikasi, persoalan transportasi, pengangguran dan seterusnya dapat diselesaikan oleh kemajuan sains.

Dulu, saat orang mengeluh karena kekacauan hidup, agama menjadi tempat pelarian. Sekarang sudah banyak pendekatan lain untuk dapat merampung problem itu.

Baca Juga:  BOYOLALI BERTAUBAT

Pada situasi yang berbeda, beragam kemajuan teknologi dalam bidang medis terus menunjukkan situasi yang menggembirakan. Sudah banyak ilmuan yang mulai mengklaim bahwa teknologi akan menjadikan manusia tidak perlu sakit. Bahkan pada waktunya bisa jadi kematian tidak perlu menjadi episode bagi kehidupan manusia.

Semua fenomena di atas menunjukkan bahwa dunia semakin berubah. Tantangan bagi agama dan para penggerak agama untuk dapat menampilkan wajah yang friendly dan fungsional.

Agama tidak boleh tampil usang dengan wajah yang expired. Kalau itu terjadi, keberadaan agama semakin tidak diminati masyarakat khususnya para milenial dan Gen Z. Mungkin inilah yang dimaksud gejala pudarnya pesona agama. Waspadalah…

Rumah Sanggrahan, 02 Desember 2024 pukul 21.00 WIB

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *