HAK DAN PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS (Bagian Pertama)

Opini259 Dilihat

Oleh: Prof. Ahwan Fanani, M.Ag – (Guru Besar UIN Walisongo, Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jateng, Wakil Ketua PDM Kota Semarang)

Fordem.id – Hak politik penyandang disabilitas semakin mendapatkan perhatian dari penyelenggara pemilu sejalan dengan orientasi penyelenggaraan Pemilu yang Inklusif. Pemilu 2024 ini dicanangkan sebagai Pemilu Inklusif, yaitu pemilihan umum dirancang untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi dalam pemilihan politik, tanpa memandang jenis kelamin, usia, disabilitas, etnis, agama, atau latar belakang sosial ekonomi.
Pemilu inklusif didasarkan atas prinsip-prinsip yang menghilangkan ketidakberuntungan yang dihadapi pemilih untuk meningkatkan akses bagi pemilih yang termarginalkan, yaitu: penyandang disabilitas, kaum muda, perempuan, tuna wisma, penyandang buta huruf, kaum minoritas, migran, dan kelompok yang hidup dalam kemiskinan (lihat Perludem, 2022: 4). Jadi, penyandang disabilitas merupakan salah satu kelompok yang perlu mendapatkan prioritas dalam Pemilu Inklusif.

Baca Juga:  Daftar Pemilih Sementara Pemilu 2024 di Boyolali

Keperluan itu semakin kuat karena di lapangan hambatan bagi penyandang disabilitas untuk menyalurkan hak politiknya masih terjadi. Pada Pemilu tahun 2019, menurut anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, dalam Deklarasi Pemilu Akses Ramah Disabilitas, Kamis, 6 Juli 2023. Ada 2366 TPS tidak ramah disabilitas. Angka tersebut mengalami penurunan pada Pilkada tahun 2020 menjadi 1089 TPS. Keberadaan TPS tidak ramah disabilitas itu menjadi persoalan karena jumlah penyandang disabilitas di Indonesia cukup tinggi. Dante Rigmalia dari Komisi Nasional Disabilitas (KND) menyatakan bahwa ada 22,5 juta penyandang disabilitas di Indonesia pada tahun 2020. Jumlah itu cukup signifikan untuk menjadi perhatian bersama.

Baca Juga:  Peran Pemuda dalam Menangani Krisis Iklim

Persoalan Pemilu inklusif terkait dengan hak politik penyandang disabilitas tentu tidak terbatas persoalan coblos-mencoblos di TPS. Hak politik penyandang disabilitas merupakan isu hak Asasi Manusia. Dengan munculnya Convention on the Rights of Persons with Disabilities oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2006, maka isu mengenai penyandang disabilitas menjadi bagian dari isu Hak Asasi Manusia. Namun, perhatian internasional, bahkan nasional, terhadap hak penyandang disabilitas relatif terbatas (Beco, 2021: 1).

Persoalan yang terpenting dalam hak politik penyandang disabilita saat ini adalah dalam aspek partisipasi politik. Partisipasi politik, menurut Ramlan Surbakti (2015: 180) adalah “keikutsertaan warganegara biasa (yang tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.” Bagi penyandang disabilitas ada berbagai hambatan yang bisa terjadi dalam partisipasi politik mereka.

Baca Juga:  AKEH DURUNG MESTI LUWIH, SITHIK DURUNG MESTI KURANG

Menurut Jaeger and Bowman (2005: ix-x), penyandang disabilitas menghadapi berbagai hambatan sehari-hari, baik dari hambatan fisik, sistemik, maupun prasangka yang terlembagakan. Menurut keduanya, rintangan terberat yang harus dihadapi oleh penyandang disabilitas adalah sikap masyarakat terhadap mereka. Karena itu, selama masalah disabilitas terpinggirkan, termasuk dalam ranah politik, maka masalah ini tidak akan mendapatkan perhatian masyarakat.

Lanjut Bagian Kedua..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *