Oleh: Rudi Pramono
Fordem.id – Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) Muhammadiyah adalah gerakan Islam bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah Maqbullah.
Dalam identitasnya Muhammadiyah adakah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid bergerak di ranah kemasyarakatan.
Dengan demikian Muhammadiyah mengambil peran berbeda dengan partai politik yang bersaing dalam perebutan kekuasaan. Dalam konteks ini Muhammadiyah sesuai identitasnya laksana wasit/hakim yang mengatur agar permainan politik yang terjadi tidak lepas dari koridor ajaran agama dan nilai moral budaya bangsa.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam akan mengusung politik nilai bersama kekuatan sipil lainnya secara konstitusional.
Namun kalau politik diartikan sebagai kontestasi kepentingan maka Muhammadiyah pasti ‘berpolitik’ dalam rangka membela kepentingan umat dan menjaga ajaran Islam. Muhammadiyah akan mengkritisi semua peraturan yang dihasilkan oleh pemerintah, apalagi Muhammadiyah punya puluhan ribu amal usaha yang tersebar luas. Perlu dijaga dan dilindungi dari tekanan politik dan regulasi yang tidak selalu berkolerasi dengan kemajuan amal usaha.
Muhammadiyah memahami pemerintah tidak lepas dari banyak kepentingan : elektoral, kekuasaan, oligarki yang semuanya berpihak pada kepentingan jangka pendek dan mengancam demokrasi dan keadilan rakyat, sehingga terus akan mengambil peran keumatan dan kebangsaan.
Situasi politik terkini negara dalam banyak kesulitan dan ancaman mulai dari anggaran negara yang defisit, hutang yang menggunung, oligarki yang berkuasa mengatur negara, korupsi yang luar biasa, harga yang tinggi, laut disertifikasi sampai dengan ancaman militerisasi menyusul disusunnya revisi UU TNI, menjadikan Muhammadiyah bersama kekuatan sipil lainnya akan bergerak secara elegan dan konstitusional.
Para kader Muhammadiyah yang berada di pemerintahan tetap harus bekerja sesuai dengan kapasitasnya, alhamdulilah beberapa menteri dari Muhammadiyah terpilih karena profesionalitasnya, tapi ada juga karena faktor politik, jadi timses, mereka yang masuk kabinet karena faktor politik bukan profesionalitas apalagi dia seorang pimpinan tertinggi di AMM sebaiknya mengundurkan diri. Seorang pemimpin puncak adalah representasi organisasi. Kita tidak ingin masyarakat menilai Muhammadiyah terseret politik praktis yang cenderung bebas nilai dan menghalalkan segala cara demi kekuasaan semu, suatu saat kawan menjadi lawan karena beda kepentingan.
Wallahu a’lam