Oleh: Prof. Ahwan Fanani, M.Ag – (Guru Besar UIN Walisongo, Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jateng, Wakil Ketua PDM Kota Semarang)
Fordem.id – Partisipasi politik adalah bagian penting dalam demokrasi. Keterlibatan masyarakat dalam Pemilu menjadi parameter demokrasi yang sering diartikan Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Semakin besar prosentase keterlibatan warga dalam politik semakin menunjukkan spirit demokrasi. Oleh karena itu, pada negara-negara yang tidak demokratis, partisipasi politik masyarakat cenderung dibatasi.
Keterlibatan Masyarakat bukan dimaksudkan untuk menentukan pilihan warga negara atau aspirasi mereka ada kebijakan, melainkan untuk menunjukkan dukungan kepada penguasa atau kebijakan yang dibuat oleh penguasa.
Partisipasi politik secara sederhana dapat diartikan sebagai “keikutsertaan dalam proses perumusan, penerimaan, dan pelaksanaan kebijakan publik.” Sebagian ahli memberikan kriteria ketat terhadap partisipasi dan ada pula yang longgar. Bagi ahli yang memberikan syarat ketat, partisipasi politik itu mensyaratkan efektivitas dan kesukarelaan.
Kegiatan politik yang dimobilisasi oleh elit atau kegiatan politik yang tidak efektif, seperti keikutsertaan dalam pencoblosan, dalam mempengaruhi kebijakan tidak dimasukan sebagai partisipasi politik. Jadi, partisipasi politik harus bersifat genuine atau benar-benar timbul dari kehendak masyarakat dan turut mempengaruhi kebijakan (Moyser dalam Axtmann ed, 2003: 175).
Namun, ada pula yang memasukkan dalam partisipasi politik itu aktivitas warga negara dalam mempengaruhi kebijakan dan menentukan pembuat Keputusan politik. Partisipasi kemudian dibagi menjadi dua, yaitu: 1) partisipasi dalam mempengaruhi isi kebijakan umum dan 2) partisipasi menentukan pembuat dan pelaksana Keputusan politik. Ruth dan Althoff, sebagaimana dikutip Agustino (2020: 98-99), membagi partisipasi politik itu ke dalam sembilan hal, yaitu: 1) Mencari jabatan politik.
2) Keanggotaan aktif dalam organisasi politik.
3) Keanggotaan pasif dalam organisasi politik.
4) Keanggotaan aktif dalam organisasi semi-politik.
5) Mengikuti demonstrasi dan rapat umum.
6) Turut dalam diskusi politik.
7) Mempunyai minat politik.
8) Memilih dalam Pemilu.
9) Apatis.
Jadi, partisipasi politik dilihat dalam spektrum yang lebih luas.