Soekarno dan Muhammadiyah

Oleh: Bayu Kisnandi

Fordem.id – Soekarno, lahir dengan nama kecil Koesno Sosrodihardjo pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya. Soekarno memainkan peran sentral dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama Mohammad Hatta.

Salah satu aspek menarik dari perjalanan hidupnya adalah hubungannya yang tak terlupakan dengan organisasi Islam Muhammadiyah.

Hal ini tercermin dalam wasiat emosionalnya yang mengharukan, “Bungkuslah mayat saya dengan bendera Muhammadiyah”.

Soekarno resmi menjadi warga dan kader Muhammadiyah pada tahun 1930, ketika ia bergabung sebagai pengurus Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah di Bengkulu.

Keanggotaannya dalam organisasi ini menandakan komitmen dan penghargaannya terhadap peran Muhammadiyah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan sosial umat dan rakyat Indonesia.

Muhammadiyah, yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912, telah menjadi kekuatan penting dalam gerakan Islam, gerakan dakwah dan gerakan tajdid/pembaharuan di Indonesia.

Fokus utamanya adalah memperbaiki keadaan umat dan rakyat melalui berbagai lembaga pendidikan, kesehatan dan sosial. Soekarno, melalui afiliasinya dengan Muhammadiyah, menunjukkan hubungan yang mendalam dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi ini.

Baca Juga:  Sambung Rasa Orang Biasa : Dialog Inspiratif IMM Bersama Noe Letto dan Masyarakat Banyumas

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dr. H.M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum., dalam satu kegiatan di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, 26 April 2015, mengungkapkan sebuah wasiat yang memperkuat pertalian batin dan sejarah kuat antara Bung Karno dengan Muhammadiyah.

Dalam makalahnya Dr. Busyro Muqoddas mengutip kata-kata Bung Karno yang menyatakan permintaan terakhir terkait pemakaman jikalau beliau wafat “Bungkuslah mayat saya dengan bendera Muhammadiyah,” ungkap Bung Karno kepada Pimpinan Muhammadiyah.

Wasiat Soekarno agar tatkala wafat dibungkus dengan bendera Muhammadiyah, mencerminkan ikatan batin yang kuat yang beliau miliki dengan organisasi tersebut.

Hal tersebut mencerminkan penghargaannya terhadap kontribusi Muhammadiyah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Meskipun sudah beberapa dekade sejak Soekarno menyampaikan wasiat tersebut, pesan emosionalnya masih memberikan inspirasi dan memperkuat pengakuan terhadap eksistensi Muhammadiyah dalam sejarah bangsa.

Soekarno tidak hanya dikenang sebagai pahlawan kemerdekaan, tetapi juga sebagai sosok yang menghormati dan mengakui peran penting Muhammadiyah dalam perjuangan untuk kemerdekaan dan kemajuan Indonesia.

Baca Juga:  PESUGIHAN KANDANG BUBRAH

Perkenalan Soekarno dengan Muhammadiyah sejak masa muda, telah membuat Soekarno memiliki ketertarikan yang mendalam terhadap pemikiran pendirinya, KH Ahmad Dahlan.

Soekarno melihat KH Ahmad Dahlan sebagai seorang revolusioner yang mengangkat nilai-nilai Islam dengan pendekatan modern dalam bidang pendidikan, kesehatan dan keadilan sosial.

Pemikiran inilah yang menarik perhatian Soekarno dan membuatnya semakin dekat dengan Muhammadiyah secara organisatoris.

Soekarno dalam sambutannya pada Muktamar Setengah Abad Muhammadiyah tahun 1962 di Jakarta : Kiai Ahmad Dahlan sering mengunjungi indekos H.O.S. Tjokroaminoto, seorang tokoh muslim nasionalis yang menjadi mentor Soekarno, di Gang Peneleh, No. VII, Genteng, Surabaya.

Selain bertukar pikiran dengan Tjokroaminoto, Kiai Dahlan juga mengajar penghuni indekos yang diantaranya adalah Soekarno.

Kedekatan Soekarno dengan Muhammadiyah semakin menguat ketika ia diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1938-1942. Di sana, Soekarno bertemu dengan tokoh Muhammadiyah setempat, Hassan Din.

Bahkan kemudian menikahi putrinya Fatmawati, aktivis Nasyiatul Aisyiyah yang sejarah mencatat sebagai penjahit Bendera Pusaka, Merah Putih.

Fatmawati menjadi sosok yang berperan sangat penting dalam kehidupan Soekarno, termasuk dalam perjuangan meraih kemerdekaan hingga paska proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Baca Juga:  KOKAM Kendal Gelar Diklat Dasar di Lereng Gunung Prau

Meskipun sempat terjadi perbedaan paham politik antara Soekarno dan beberapa Pimpinan Muhammadiyah pada periode tertentu, hubungan tersebut tidak pernah memudarkan rasa kecintaan Soekarno terhadap Muhammadiyah.

Soekarno tetap menganggap dirinya sebagai kader Muhammadiyah dan menghargai kontribusi besar yang diberikan oleh organisasi tersebut dalam memajukan bangsa Indonesia.

Sebagai seorang pemimpin negara yang karismatik, Soekarno mampu menggabungkan pemikiran dan visi Muhammadiyah dengan visi nasional yang lebih luas.

Ia melihat pentingnya peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengakomodir nilai-nilai Islam yang diajarkan oleh Muhammadiyah.

Dalam sejarah Indonesia, hubungan dekat antara Soekarno dan Muhammadiyah merupakan sebuah fakta yang penting untuk dipahami.

Soekarno bukan hanya seorang pemimpin politik, tetapi juga seorang yang terikat erat dengan nilai-nilai agama dan gerakan Islam di Indonesia.

Hubungan ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang sisi lain dari kehidupan dan perjuangan Presiden Soekarno.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *