Oleh: Khafid Sirotudin – (Ketua Bidang Diaspora dan Jaringan Kader MPKSDI PP Muhammadiyah)
Banyak cara dilakukan orang untuk bisa meraih kesuksesan finansial. Ada cara yang “tinemu nalar” (sesuai akal/logis/nalar waras) seperti bekerja keras dan bekerja cerdas menggunakan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang tinggi. Namun ada pula yang menjalaninya dengan cara instan dan tidak tinemu nalar (irrasional). Misalnya dengan jalan ngutil, mencopet, menipu, mencuri, merampok, korupsi maupun mencari pesugihan.
Beberapa pesugihan yang pernah kita dengar, diantaranya memelihara tuyul, melakukan ritual tertentu di suatu kawasan gunung atau kuburan yang dikeramatkan, dan sebagainya. Salah satu pesugihan yang unik di tanah Jawa adalah pesugihan kandang bubrah. Sebagaimana diungkap salah satu konten di Short Youtube Reborn IGN dan dikutip Hops.ID pada 16 Juli 2024.
Kandang adalah sebuah bangunan atau tempat yang diperuntukkan untuk ternak agar ternak tersebut dapat hidup dalam keadaan enak, nyaman dan menyenangkan, tidak kepanasan oleh terik matahari, tidak basah oleh hujan, tidak terkena tiupan angin kecang serta melindungi ternak dari serangan ternak lain (predator). Ada ungkapan “Crah Agawe Bubrah” (Bertengkar Membuat Rusak). Kandang Bubrah, secara harfiah, bermakna kandang yang rusak.
Untuk mendapatkan pesugihan kandang bubrah, pelaku musti mendatangi seorang dukun yang dikenal memiliki keahlian di bidangnya. Sang dukun akan membimbing pelaku untuk menjalani serangkaian ritual dan memenuhi beberapa syarat yang dibutuhkan, serta membuat perjanjian dengan setan atau jin. Ritual yang harus dilakukan pelaku, diantaranya mengelilingi rumah tanpa pakaian (telanjang), menyembelih hewan persembahan, renovasi rumah dan bangunan seumur hidup, serta menjalankan hidup “prasojo” (sederhana) alias “sumaker” (sugih macak kere : kaya raya berpenampilan miskin).
Jika ada salah satu persyaratan dilanggar atau tidak dilakukan, maka pelaku pesugihan akan mendapat banyak kesialan dan jatuh miskin. Menariknya pelaku pesugihan kandang bubrah juga bisa menghentikan perjanjian dengan setan atau jin jika merasa tidak perlu lagi melakukan ritual agar menjadi kaya. Tetapi ketika semua ritual wajib dihentikan maka kekayaan si pelaku akan habis tanpa sisa. Bahkan bisa saja pelaku meninggal dunia menjadi tumbal jin dan setan.
Salah satu makam yang sering didatangi para pencari pesugihan kandang bubrah ada di daerah Purwantoro Wonogiri, yaitu makam Tembungboyo. Selain warga dari wilayah Wonogiri, makam tersebut juga didatangi warga dari Sragen, Karanganyar, Sukoharjo, bahkan dari luar wilayah Jawa Tengah. Mereka datang ke makam biasanya pada malam Jumat Wage dan Jumat Kliwon. Para pelaku pesugihan (pemburu kekayaan) itu meminta kepada Nyai Bubrah sesuai keinginan.
Kandang Bubrah Jaman Now
Dalam perspektif peradaban modern, “Kandang Bubrah” bisa kita temukan dalam kehidupan keseharian di tengah masyarakat. Baik menyangkut bangunan rumah, perkantoran, restoran atau rumah makan dan sebagainya. Apalagi jika memakai pendekatan nilai aset berdasarkan perhitungan biaya depresiasi menurut akuntansi biaya. Dimana sebuah bangunan biasa dihitung biaya depresiasi sebasar 5-10% dari harga awal perolehan.
Misalnya, kita membangun gedung perkantoran senilai Rp 1 Milyar. Apabila biaya depresiasi ditetapkan sebesar 10% per tahun (Rp 100 juta), maka nilai aset/bangunan setelah berumur 10 tahun akan dibukukan (neraca) senilai Rp 1. Tak peduli bangunan tersebut masih terlihat bagus, kokoh, manfaat dan berfungsi baik. Dengan perspektif akuntasi ini, maka kita bisa mafhum jika ada Pemerintah Daerah atau Kepala Daerah Baru yang gemar membangun kantor baru, meskipun bangunan kantor SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) atau Dinas masih terlihat baik, karena setiap tahun telah dianggarkan biaya perawatan gedung.
Sebagai anggota MPKSDI PP Muhammadiyah, saya senang berkantor di PP Muhammadiyah Jl. KH.Ahmad Dahlan 103 Yogyakarta. Sebagian Majelis, Lembaga dan Ortom berkantor disana. Diantaranya : Majelis Tarjih dan Tajdid, MPI, MPKSDI, MPM, LPCR, LHKP, PP-IPM, PP-NA. Sisanya berkantor di PPM jalan Cik Ditiro berdekatan dengan RS Panti Rapih, UGM dan UNY.
Sejak setahun lalu, hampir semua ruang kantor Majelis, Lembaga dan Ortom diperbaiki dan direnovasi menjadi lebih baik secara fungsional dan asas kemanfaatan sebagai kantor.
Sependek pengetahuan saya, sejak menjadi aktivis PP IPM tahun 1990-1994 (30 tahun lalu), kantor PP Muhammadiyah di Jalan KH Ahmad Dahlan 103 belum pernah direnovasi, kecuali pengecatan periodik terhadap dinding bangunan yang kusam dimakan jaman. Namun tahun 2023 lalu dilakukan renovasi cukup lumayan, terutama perbaikan interior kantor yang bergaya modern minimalis, serta pengadaan perlengkapan dan peralatan komputer yang lebih berfungsi dalam memenuhi kebutuhan data, informasi dan komunikasi secara cepat dan akurat. Pintu dan jendela kantor tetap dipertahankan sesuai aslinya, hanya dicat ulang agar elok dipandang.
Bagaimana dengan bangunan tempat ibadah (masjid, mushola) dan kantor persyarikatan kita?
Haruskah mengikuti kaidah biaya depresiasi akuntansi atau malah ikut arus pesugihan “kandang bubrah” jaman now?. Betapapun bangunan Ka’bah di Mekah, candi Borobudur dan Prambanan, Keraton Solo dan Yogyakarta dan berbagai situs bangunan cagar budaya di Indonesia harus “diruwat” (dijaga, dirawat, dipelihara). Sebab berbagai bangunan yang masih baik, bagus, kokoh dan manfaat adalah bukti sejarah peradaban adiluhung yang pernah ada. Sebagai “tenger” dan penanda kemanusiaan yang adil dan beradab. Renovasi masjid, mushola dan kantor sebaiknya berdasarkan kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan oknum penguasa, takmir atau pemimpin.
Wallahu’alam
Pagersari, 28 Juli 2024