Gus Zuhron
Ada yang menarik dari pernyataan Bahlil sebagai Ketua Umum baru Partai Golkar : “Jangan coba main-main dengan Raja Jawa, bisa celaka kita”. Meskipun tidak menyebut nama tetapi publik langsung memahami bahwa yang dimaksud adalah orang nomor satu di negeri ini. Jokowi yang berasal dari Solo adalah Presiden yang dikenal cukup kuat memegang falsafah Jawa. Gaya politik “njawani” ala Presiden Jokowi menjadi satu fenomena yang sering mengusik ketenangan publik. Apalagi gimik politiknya terus diperlihatkan saat kontestasi 5 tahunan berlangsung.
Dalam tradisi Jawa, seorang Raja tidak sekedar sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara, tetapi keberadaannya adalah simbol hukum yang berlaku di negara yang dipimpinnya. Maka dikenal istilah “sabdo pendito ratu” atau sabda-sabda yang lain. Raja dianggap sebagai titisan Dewa yang merupakan representasi suara langit. Suara Raja adalah bentuk transmisi pengetahuan Dewa kepada manusia. Oleh karenanya, posisinya begitu agung dan suci.
Kekuasaan yang absolut menjadikan Raja sebagai penguasa tunggal tanpa tanding. Jika ada institusi negara membuat satu aturan yang tidak sesuai dengan selera Raja, maka aturan itu akan diganti. Keinginan Raja adalah program kerja negara yang harus dilaksanakan, meskipun keinginan itu tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kuatnya simbol Raja menjadikan dirinya sebagai pusat kendali utama suatu bangsa.
Watak genuine dari karakter Raja Jawa adalah demokratis. Namun seiring berjalannya waktu, sikap itu dapat berubah secara perlahan dan pasti. Watak demokratis akan menjadi otoriter manakala semua sabdanya dianggap sebagai kebenaran tanpa ada yang berani mengkoreksi. Lingkungan sekitar yang selalu membenarkan Raja menjadikan sang penguasa lupa akan jati dirinya sebagai manusia.
Tampaknya, Presiden Jokowi sedang menempatkan diri sebagai simbol Raja Jawa yang segala sabdanya harus menjadi nyata. Dengan segala kuasanya, menciptakan ragam strategi untuk memuluskan dendam politik dan melumpuhkan semua kompetitor yang berpotensi mengusik masa pensiunnya. Langkahnya terstruktur sistematis dan masif dari hulu hingga hilir.
Mengubah aturan main, melemahkan simbol penegakan hukum, menempatkan keluarga dalam posisi strategis, menundukkan partai politik, merusak rumah yang pernah membesarkan dirinya, menghabisi oposisi sampai titik kritis, obral aset negara ke banyak pihak dan menyihir para Wakil Rakyat untuk tunduk dalam genggaman kuasanya.
Presiden Jokowi adalah pemain sejati yang selalu menampilkan dua wajah dalam waktu bersamaan. Kesederhanaan dan kepiawaian melumpuhkan lawan. Tampilan semacam itu menjadikan popularitasnya terus bertahan di tengah masyarakat akar rumput, di saat yang sama satu per satu lawannya tunduk sujud di bawah kakinya. Orang Solo penebang kayu ini memang perwujudan Raja Jawa di era modern dengan segala kekuatan sabda politiknya.
Magelang : 22/08/2024