Naya Amin Zaini
Apa resiko hukum apabila ada pencoblosan (pemungutan) tidak sesuai tata cara / pemilih berikan suara lebih dari satu / memberikan tanda khusus / petugas kpps merusak surat suara / membolehkan pemilih yang tidak DPT-DPTb-DPK tetapi dibolehin mencoblos. Itu potensi besar pelanggaran dapat dilakukan PEMUNGUTAN SUARA ULANG Pasal 80 ayat (2) PKPU No. 25 Tahun 202. Cara menanganinya dengan cara PTPS dapat melakukan “penelitian dan pengkajian serta rekomendasi” ke KPPS dilanjutkan ke PPS dilanjutkan ke PPK dilanjutkan ke KPU Kab/Kota untuk diterbitkan SK PEMSU (Pemungutan Suara Ulang) untuk dilaksanakan maksimal 10 hari sejak pungut hitung selesai.
Apa resiko hukum apabilaada penghitungan suara ditempat gelap / tidak terang / suara tidak jelas / tidak sesuai jumlah pemilih yang gunakan hak pilih (sah + tidak sah) / adanya kerusuhan. Itu potensi besar pelanggaran dapat dilakukan PENGHITUNGAN SUARA ULANG, Pasal 89 ayat (2) PKPU No. 25 Tahun 2023 Cara menanganinya dengan cara PTPS / Saksi Peserta Pemilu dapat melakukan “pengusulan” ke KPPS, kemudian KPPS dilakukan PENGSU (Penghitungan Suara Ulang) pada hari itu juga. Apabila tidak selesai, maka dapat diperpanjang selama 12 jam sejak pungut hitung selesai.
Apa resiko hukum apabila ada Sebagian tahapan terganggung (tidak bisa mendirikan TPS / tidak bisa membagikan surat undangan pemilih / tidak bisa melakukan pengawasan / karena banjir, bencana alam / tidak bisa mendistribusi logistik). Itu potensi dapat dilakukan PEMILU LANJUTAN, Pasal 431 ayat 1 UU No. 7 Tahun 2017. Cara penanganannya dengan cara Pengawas Pemilu menyampaikan hasil pengawasan ke PPS/PPK atau PPS/PPK menyampaikan ke KPU Kab-Kota, kemudian koordinasi dengan KPU Provinsi, RI, kemudian di SK – Kan untuk dijadikan menjadi Pemilu Lanjutan.
Jenis pelanggaran tindak pidana dalam pungut hitung dan ada berapa banyak. Ada 30-an pasal pidana. Misalnya Pasal 504 tentang kelalaian sebabkan rusak/hilangnya berita acara pungut hitung. Pasal 506 tentang KPPS tidak berikan Salinan berita acara pungut hitung. Pasal 510 tentang menghilangkan hak pilih. Pasal 511 tentang menghalangi pemilih dalam terdaftar sebagai pemilih. Pasal 515 tentang pemungutan suara yang dijanjikan uang atau materi untuk memilih. Pasal 531 tentang menghalangi seseorang dalam memilih. Pasal 532 tentang perbuatan yang menyebabkan suara pemilih tidak bernilai. Pasal 533 tentang memilih di TPS yang mengaku sebagai pemilih orang lain. Pasal 534 tentang merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara. Pasal 535 tentang kegiatan merubah, merusak, menghilangkan berita acara pemungutan dan penghitungan suara, ddan sebagainya. Cara menanganinya dengan cara ditangani oleh Sentra Gakkumdu Pemilu (Bawaslu – Polisi – Jaksa) yang apabila terbukti maka resiko hukumnya “penjara/kurungan/denda” bagi terpidana.
Pelanggaran Administratif Pemilu dalam Pungut Hitung. Ialah pelanggaran yang terjadi dalam pungut hitung suara karena tidak sesuai syarat, mekanisme, prosedur, tata cara dalam pungut hitung sebagaimana diatur dalam PKPU Pungut Hitung maupun UU Pemilu. Contohnya : KPPS tidak menyiapkan TPS (Melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a) atau KPPS tidak menempelkan DPT, DPTb, daftar paslon, DCT DPR-DPD, DPRD Prov-Kab-Kota (Melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf b) atau KPPS tidak menyerahkan Salinan DPT dan DPTb kepada saksi parpol dan PTPS (Melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf c) atau KPPS menyampaikan surat pemberitahun memilih kepada pemilih (Melanggar Pasal 6 ayat 2 huruf a) atau KPPS membuat TPS didalam ruang tempat ibadah (Melanggar Pasal 7 ayat 2 huruf b) atau KPPS membuat TPS pada hari H pungut hitung (Melanggar Pasal 7 ayat 2 huruf d). Cara Penangannya dengan cara dilakukan penanganan oleh Pengawas Pemilu dengan cara temuan/laporan, deregister kasus, diklarifikasi, dikajian hukum, rekomendasi atau acara cepat.
Pelanggaran Per-UU-an Lainnya di Pungut Hitung. Pelanggaran yang terjadi melanggar diluar / selain dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pelanggaran jenis ini berkaitan dengan netralitas terhadap pihak – pihak yang berkaitan dengan kepemiluan. Contohnya : Diketemukan pemilih yang masih aktif sebagai TNI/Polri. (Melanggar UU TNI dan UU Polri) atau Diketemukan KPPS yang masih aktif sebagai TNI/Polri. (Melanggar UU TNI dan UU Polri) atau Diketemukan Saksi Parpol yang masih aktif sebagai TNI/Polri (UU TNI dan UU Polri).
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Pelanggaran yang terjadi karena penyelenggara pemilu (KPU dan jajarannya maupun Bawaslu dan jajarannya) melanggar kode etik penyelenggara pemilu dan sumpah janji jabatan sebagai penyelenggara dan pacta integritas penyelenggara pemilu. Contohnya : KPPS berpihak dan tidak negtral atau KPPS menerima suap, barang, uang dari peserta pemilu atau PTPS berpihak dan tidak netral atau PTPS menerima suap, barang, uang dari peserta pemilu atau KPPS maupun PTPS tidak profesional, tidak teliti, tidak kredibel dalam menjalankan tugasnya. Melanggar PDKPP No. 2 Tahun 2017.
Pemilu 2024, penyelenggara pemilu bertugas harus optimal, kuwalitas, integritas, kredibel, netral, adil, agar hasil yang dikerjakan oleh penyelenggara dapat dipercaya dan diterima oleh semuanya. Sehingga demokrasi kita masih terlegitimasi. Pemilih baiknya partisipasi mencoblos secara maksimal, silahkan pilihlah sesuai keyakinan politik anda semua, yang anda Yakini dapat membawa Nasib kehidupan berbangsa dan bernegara lebih baik. Tahapan pungut hitung maupun selanjutnya, potensi mengandung pelanggaran – pelanggaran terjadi. Pelanggaran pidana, administratif, per-UU-an lainnya, kode etik, maupun potensi sengketa proses pemilu. Semua itu ada pihak yang berwenang menangani dan ada saluran hukum yang digunakannya. Semoga pemilu 2024 sebagai tonggak Sejarah pemilu di Indonesia meninggal legacy yang baik kepada anak, cucu, cicit kita semua, namun apabila meninggalkan legacy tidak baik baik nanti akan dapat dibicarakan/kenang oleh generasi kita semua. Proses pemilu yang baik akan mempengaruhi hasil pemilu yang baik pula.
DR. NAYA AMIN ZAINI, S.H., M.H.
(Advokat, Mediator, Dosen, Korda APD, Mantan Panwas dan Bawaslu Kota Semarang)