Oleh: Khafid Sirotudin – (Ketua LP UMKM PWM Jawa Tengah)
Menarik Data Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah/Aisyiyah (PAYM-A) yang dishare Mohammad Nasikhin (Monas) di WA Group UPP (Unsur Pembantu Pimpinan) PWM Jawa Tengah, Selasa 24 September, jam 13.33 WIB. Dari data yang disajikan Monas, Sekretaris Majelis Pembina Sosial (MPS) PWM, menunjukkan bahwa setiap PDM/PDA Kabupaten dan Kota telah memiliki PAYM-A minimal 1 unit, dengan jumlah se Jateng sebanyak 163 unit.
Berikut data PAYM-A yang dikelola oleh PDM/PDA. Kendal memiliki panti terbanyak yaitu 15 unit; Kebumen dan Kabupaten Magelang masing-masing 12 unit; serta Purbalingga 10 unit. Kabupaten Semarang dan Tegal @ 8 unit; serta Klaten, Jepara dan Sukoharjo @ 7 unit. Lalu Blora, Banyumas dan Cilacap @ 5 unit; Kabupaten Pekalongan, Kudus, Boyolali, Grobogan dan Kota Surakarta @ 4 unit. Berikutnya Kota Pekalongan, Batang, Purworejo, Rembang, Demak, Karanganyar, Sragen dan Kota Semarang @ 3 unit; serta Wonosobo, Temanggung, Brebes, Pati, Pemalang, Wonogiri, Kota Tegal dan Salatiga @ 2 unit. Sisanya Kota Magelang dan Banjarnegara masing-masing 1 unit.
Berdasarkan Data dari Dinas Sosial Pemprov Jateng (BPS Jateng, 2021), jumlah Panti Sosial (PAY, Panti Lansia dan Panti Rehabilitasi Sosial Lainnya) se Jateng sebanyak 607 unit. Sebagian besar didirikan dan dikelola oleh swasta (Ormas dan Yayasan). Dan sebagian kecil oleh Pemprov Jateng (14 unit); Pemkot Salatiga (2 unit); Pemkab Purworejo, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Demak, Semarang, Temanggung, Pemalang dan Pemkot Magelang, Semarang dan Tegal masing-masing 1 unit. Artinya baru 13 Pemkab/Pemkot (37%) yang memiliki Panti Sosial dari 35 Kabupaten/Kota se Jawa Tengah.
Berdasarkan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pendirian Panti Sosial, Muhammadiyah Jawa Tengah berkontribusi sebesar 27% (163 dibagi 607 unit). Coba kita bandingkan dengan tingkat partisipasi Pemprov dan Pemkab/Kota se Jateng yang hanya sebesar 0,05% (14 unit Pemprov + 14 unit Pemkab/Pemkot dibagi 607 unit). Padahal kita semua tahu bahwa setiap Pemerintah Daerah memiliki Dinas Sosial sebagaimana Pemerintah Pusat memiliki Kementerian Sosial RI beserta alokasi APBD/APBN yang Milyaran dan cukup besar angkanya.
Muhammadiyah selama ini dikenal sebagai organisasi sosial keagamaan yang konsisten dalam mengamalkan Teologi Al-Maun. Di tangan pendiri persyarikatan, KH. Ahmad Dahlan, surat Al-Maun diajarkan selama 3 bulan secara intensif kepada santri-santrinya. Tidak sekedar dilafadzkan dan dihafalkan, serta dimengerti arti maknanya, tetapi diterjemahkan menjadi sebuah gerakan sosial berupa aksi nyata pengamalan pesan dari isi salah satu surat Al-Quran tersebut. Yaitu dengan cara mendirikan Amal Usaha Muhammadiyah dalam bidang Pendidikan (1918), Kesehatan (PKO 1920) dan Sosial (1921).
Muhammadiyah Jawa Tengah saat ini memiliki AUM sebanyak 52 RSMA (Rumah Sakit Muhammadiyah Aisyiyah) dengan 5.966 tempat tidur dan 9.000 lebih tenaga medis, paramedis, staf dan karyawan lainnya. Juga ribuan sekolah (KB/TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA/MBS), 26 PTMA (Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah) dan ratusan Pondok Pesantren. Meski semua AUM bersifat sosial, namun memiliki side effect ekonomi yang luar biasa. Silakan dilihat, diamati dan disaksikan berapa ratus UMKM yang tumbuh dan berkembang di sekitar lokasi AUM Pendidikan (Sekolah, PTMA, Ponpes) dan AUM Kesehatan (RSMA) di daerah anda.
Berdirinya AUM di setiap daerah, selain telah mampu membuktikan darma baktinya kepada bangsa dan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan, juga telah mampu menjadi “prime-mover” (pengungkit) perekonomian daerah, khususnya bagi sektor UMKM. Mulai usaha kuliner kaki lima, warung makan dan angkringan, usaha kos-kosan dan penginapan (home stay) hingga penyuplai kebutuhan bahan pangan dan logistik lain bagi AUM Pendidikan/Kesehatan.
AUM Sosial juga mampu menggerakkan ekonomi bagi para aghniya (orang kaya), muzakki (orang yang berzakat), muwakif (orang yang wakaf), muqarib (orang yang berkurban), munfiq (orang yang berinfak), serta para dermawan dan dermawati dalam menyalurkan sebagian hartanya melalui PAYM-A yang dikelola secara jujur, amanah dan bertanggungjawab dunia akhirat oleh para kader dan warga persyarikatan Muhammadiyah. Para Pendiri Muhammadiyah telah meletakkan fondasi yang kuat berupa nilai-nilai profetik dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Tanggal 27 November 2024 mendatang, masyarakat se Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Serentak. Tidak terkecuali Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota se Jawa Tengah. Muhammadiyah telah memiliki pengalaman historis-empiris menghadapi dinamika politik sejak jaman kolonial hingga milenial sekarang ini. Maka jika ada Pasangan Calon Kepala Daerah yang berkunjung ke Pimpinan Wilayah/Daerah/Cabang silakan diterima dengan baik. Sebagai kader dan warga persyarikatan kita musti mensikapi secara bijak dan berhusnuzan (prasangka baik) bahwa Paslon Kepala Daerah yang sedang berkontestasi demokrasi itu ingin “ngangsu kaweruh” (belajar) makna keikhlasan dan ketulusan melayani masyarakat, atau meminta sumbang saran kepada Muhammadiyah.
Sebagai warga persyarikatan, kita wajib mengingat 10 Sifat Kepribadian Muhammadiyah yang ke-9 yaitu “Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT”. Siapa tahu Paslon Kepala Daerah terinspirasi dengan keberadaan AUM Sosial berupa PAYM-A dan menjadi bahan kampanye dan visi misi calon : “Jika terpilih, maka kami akan membangun PAY yang dikelola oleh Pemda yang kami pimpin”.
Toh para calon Kepala Daerah sudah tahu dan faham apa implikasi sosial dan ekonomi bagi daerahnya, seandainya Muhammadiyah cuti melayani berbagai layanan sosial, kesehatan dan pendidikan selama sepekan saja. Sayangnya Muhammadiyah tidak pernah mengadakan cuti bersama di berbagai layanan AUM-nya. Bahkan bermimpi pun tidak pernah.
Wallahu’alam.
Tegalmulyo, 24 September 2024
*) Red. Fordem.id