Buku Antara Godaan dan Kemuliaan

Pada bulan April ini tercatat 3 hari berturut-turut sebagai hari istimewa yaitu 21 April merayakan hari Kartini, 22 April merayakan hari Bumi sedunia dan 23 April merayakan hari buku sedunia. Dari koresponden RA Kartini kepada teman-temannya kemudian tersusun dari sebuah buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang menjadi inspirasi perjuangan kesetaraan (musawa/Egaliter) sebagai satu dari sekian nilai moderasi beragama.

Para manusia agung (di kalangan muslim disebut nabi) yang menerima wahyu/ilham selanjutnya menuliskannya pada lembaran-lembaran daun potongan kayu kulit hewan dan lain sebagainya. Itulah bentuk buku agung / kitab suci yang menjadi petunjuk bagi manusia.

Pada awal proses membukukan AlQuran terjadi pro kontra karena ada yang kuatir terjebak bid’ah (melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Nabi). Sahabat nabi ada yang berpandangan sudah banyak para penghafal Quran yang gugur dalam peperangan sehingga dikhawatirkan ada wahyu yang tercecer kalau tidak segera dibukukan, sehingga pada akhirnya disepakati membukukan AlQuran. Pada awalnya tulisan ayat dalam Alquran tidak ada tanda titik maupun harakat sehingga bisa menyulitkan bagi sebagian besar orang untuk membaca Alquran atau membedakan antar huruf semisal huruf ba’ ta’ dan tsa’, sehingga kemudian disepakati untuk diberi tanda titik dan harakat. Gagasan-gagasan tersebut dalam moderasi termasuk dalam kategori pikiran berkembang dan kreatif (growthmindset/ attathawwur wal ibtikar). Ini juga sebagai argumen yang mematahkan doktein kaum Wahabi melarang bid’ah bahwa ternyata ada bid’ah yang dibenarkan/bid’ah Hasanah menurut mazhab syafi’iyah. Di samping AlQuran sebagai kitab suci juga mempunyai nilai ilmiah yang sangat tinggi sehingga banyak ilmuwan dunia kemudian menjadi mualaf/masuk Islam.

Baca Juga:  JUMAT BERKAT UNTUK BSI

Pada peristiwa perang antar penguasa muslim dan non muslim, sempat terjadi pemusnahan ribuan kitab/buku oleh non muslim, sehingga warna air sungai menghitam dan sebagian lagi dibakar. Sebagian ahli menyatakan andai saja buku-buku tidak dimusnahkan maka perkembangan teknologi jauh lebih pesat.Islam datang penuh rahmat dan penuh toleransi tidakmemaksakan agama dengan cara-cara apapun termasuk berperang serta menyampaikannya dengan cara-cara yang bijak. Dalam keadaan perang pun ada budaya mulia moderasi (tahadur/ta’addub) diantaranya dilarang membuat kerusakan fasilitas umum (peternakan, tempat ibadah, buku-buku dan lainnya)

Baca Juga:  Hak Perempuan dalam Keluarga

Negara tetangga kita, Jepang, mengalami kemajuan yang sangat pesat karena didukung oleh budaya membaca. Setiap orang Jepang di manapun kapanpun walaupun dalam perjalanan tidak lepas dari buku yang menemaninya untuk dibaca sepanjang perjalanan. Sementara di Indonesia tingkat literasinya masih sangat rendah sebagai PR bersama untuk terus ditingkatkan.

Berjalan dengan diterapkannya kurikulum merdeka, pemerintah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi para guru untuk bergairah menyusun buku ajar. Dengan adanya fasilitas buku digital yang disiapkan oleh pemerintah, mudah bagi guru untuk berkarya dengan mengutip atau mengembangkan dari buku digital yang sudah disediakan. Hanya saja karena sebagian pihak tertentu tergoda dengan komisi penjualan buku menyebabkan terhambatnya kreativitas para guru. Sangat baik sekali apabila pemerintah membuat program sekolah/madrasah berbasis buku digital, yakni dengan bantuan pemberian tablet android bagi para siswa dan guru. Dalam keadaan tertentu secara bertahap / prioritas (aulawiyah) bisa dibentuk melalui beberapa sekolah/madrasah berbasis digital paling tidak di tiap kecamatan ada. Itulah mimpi mulia semoga bisa terwujudkan

Baca Juga:  Keutamaan Sahur Ketika akan Berpuasa Ramadhan

Penulis
Imam Ghazali, S.Pd, M.M.Pd
Instruktur Nasional GTK
Penulis Buku (Ontologi) Moderasi Beragama (Jilid 1-5)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *