Naya Amin Zaini
Pemungutan dan penghitungan suara pada pemilu serentak 2024 tinggal hitungan hari. Pada hari H dilaksanakan di hari Rabu, 14 Februari 2024. Saat ini berjalannya tahapan yang bersamaan yakni tahapan kampanye dan tahapan logistik, keduanya harus di Kelola dengan baik. Apabila tidak dikelola dengan baik maka penuh di rundung pelanggaran – pelanggaran yang terjadi.
KPU sebagai pelaksana teknis tahapan pemilu harus menjalankannya secara profesional, netralitas dan integritas. Apabila tidak, maka akan terjadi dugaan penuh kecurigaan, penyelewenangan dan condong salah satu peserta pemilu dapat terjadi.
Kasus yang ramai di bicarakan yang terjadi di Taipei, Taiwan ada sekitar surat suara sebanyak 31. 276 lembar surat suara sudah dilakukan pendistribusian (penyebaran) ke pemilih di Taipei, Taiwan pada tanggal 18 hingga 25 Desember 2023 dengan alasan PPLN karena berbarengan dengan libur Nataru (Natal 2023 dan Tahun Baru 2024). Hal ini mestinya, pengawas pemilu luar negeri di Taipei, Taiwan melakukan pengawasan dengan cara pencegahan (preventif) terhadap apa yang akan dilakukan oleh PPLN di Taipei, Taiwan. Kejadian distribusi surat suara tersebut menggemparkan jagat raya kepemiluan karena ditengah hiruk pikuk pemilu yang kompetisi keras.
Oleh karena sudah terjadi distribusi surat suara maka secara hukum pemilu dapat berpotensi terjadi pelanggaran pemilu. Meliputi dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu, pelanggaran administratif pemilu, pelanggaran kode etik pemilu dan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya. Pelanggaran tindak pidana pemilu terdapat pada UU No. 7 Tahun 2017, Pasal 499 yang berbunyi “Setiap anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali kepada Pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud Pasal 335 ayat (2) dan Pasal 363 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.OOO.OOO,OO (dua belas juta rupiah)”.
Dalam Pasal tersebut diatas dinyatakan, bahwa surat suara pengganti hanya diberikan pengganti sebanyak 1 (satu) kali saja sebagai konsekuensi kecerobohan PPLN di Taipei, Taiwan yang mengedarkan diluar jadwal. Padahal nanti pada hari H pencoblosan bahwa pemilih di Taipei, Taiwan apabila sudah mendapatkan surat pengganti tersebut maka sudah tidak bisa mendapatkan jatah surat suara pengganti karena sudah diberikan diawal untuk mengganti kecerobohan diedarkan diluar jadwal pengedaran surat suara tersebut. Apabila tidak bisa mendapatkan surat surat pengganti maka potensi terjadi pemilih di Taipe, Taiwan tidak dapat mencoblos dan akhirnya akan ada tindak pidana lanjutan yakni menghilangkan suara bagi pemilih sebagaimana diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017, Pasal 510, berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.OOO.OOO,O0 (dua puluh empat juta rupiah)”.
Hal ini, ada resiko hukum lanjutan apabila KPPSLN tidak memberikan surat suara pengganti yang mestinya hanya berhak 1 (satu) kali saja. Namun sudah diberikan diawal atas kecerobohan PPLN di Taipei, Taiwan di luar jadwal. Penanganan Pelanggaran dugaan tindak Pidana Pemilu ditangani oleh Sentra Gakkumdu Pemilu. Apabila terbukti bersalah maka konsekuensinya di penjara / kurungan dan denda sesuai ketentuan berlaku, sebagaimana menjalankan Perbawaslu No. 3 Tahun 2023 tentang Sentra Gakkumdu Pemilu.
Tidak hanya tindak pidana pemilu yang ditabrak oleh PPLN di Taipei, Taiwan. Namun ada dugaan kuat pelanggaran administrasi pemilu yang dilanggar pula. Merujuk PKPU No. 3 Tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan juncto PKPU No. 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2024. Sesuai jadwal dan tahapan serta prosedur, mekanisme, tata cara dalam pendistribusian surat suara di luar negeri dengan menggunakan metode Pos dengan jadwalnya dimulai pada tanggal 2 Januari s/d 11 Januari 2024. Hal tersebut, jelas bahwa kesalahan pengiriman surat suara tersebut karena tidak sesuai jadwal sehingga berakibat tindakan salah, ceroboh, khilaf sebagaimana diakui oleh Ketua PPLN di Taipei, Taiwan dengan adanya Surat Nomor 028/PL.01.8-SD/065/2023 tanggal 26 Desember 2023 perihal Permohonan Maaf dan Penjelasan Terkait Pengiriman Surat Suara Metode Pos.
Atas dugaan pelanggaran administratif tersebut, maka Bawaslu dapat menangani dengan menggunakan Perbawaslu No. 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Pelanggaran Administratif dan TSM Pemilu. Bahwa penanganannya dengan cara pelanggaran administraf Pemilu yang diketemukan oleh Panwas Luar Negeri Taipei, Taiwan dengan melakukan laporan ke Bawaslu RI dan / atau laporan dari pelapor yang meliputi Warga Negara Indonesia (WNI) yang punya hak pilih, Peserta Pemilu, Pemantau Pemilu.
Ketiga legal standing tersebut punya hak untuk melaporkan dugaan pelanggaran administratif Pemilu yang diduga oleh KPU Cq PPLN di Taipei, Taiwan. Atas laporan/temuan tersebut, Bawaslu akan melakukan penanganan pelanggaran administratif pemilu dengan sistem “quasi peradilan” yang dilakukan selama maksimal 14 (empat belas) hari kerja untuk membuktikan bahwa KPU Cq PPLN Taipei, Taiwan melakukan pelanggaran administratif pemilu atau tidak. Apabila terbukti melakukan pelanggaran administratif maka konsekuensi putusan hukum oleh Bawaslu akan dijatuhkan bersalah kepada KPU Cq PPLN Taipei, Taiwan untuk memikul sanksi hukumnya.
Pelanggaran jamak (akumulasi) lainnya juga potensi menabrak pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dengan melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KPU) juncto pacta integritas juncto sumpah janji jabatan. Sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017 tentang Kode Etika Penyelenggara Pemilu. Bahwa klausul yang potensi dilanggar adalah tentang etika profesionalisme karena faktanya surat suara yang dikirim tidak sesuai jadwal alias ceroboh.
Fakta hukum lainnya sudah teredarkan surat suara sebanyak 31. 276 lembar surat suara dan adanya surat permintaan maaf dari Ketua PPLN Taipei, Taiwan dan Video beredar luas Pemilih Taipei, Taiwan menunjukkan barang bukti surat suara serta keterangan dari Ketua KPU RI. Itu semua, sebagai bukti bahwa terjadi dugaan kuat pelanggaran ketidak profesionalan penyelenggara pemilu di Taipei, Taiwan yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum karena itu dibiayai oleh Negara yang berasal dari pajak – pajak rakyat sehingga harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Cara melakukan penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di laporkan oleh pelapor ke DKPP dan / atau ditemukan oleh pengawas pemilu kemudian dilanjutkan untuk ditindaklanjuti ke DKPP. Bahwa DKPP akan menerima berkas laporan dan akan memeriksa syarat formil dan materiil atas laporan tersebut, misalnya identitas terlapor (diduga pelaku), identitas pelapor, uraian peristiwa, barang bukti dugaan pelanggaran, saksi – saksi yang melihat, mendengar, mengetahui dugaan pelanggaran tersebut serta mengisi formulir model laporan yang sudah di sediaan oleh DKPP. Setelah itu, DKPP akan meregister laporan dugaan pelanggaran kode etik tersebut dan akan dijadwalkan persidangan oleh DKPP. Pelapor dan Terlapor ke DKPP akan menerima undangan sidang kode etik dari DKPP.
Ujung dari persidangan bahwa DKPP akan menjatuhkan putusan pelanggaran kode etik dengan konsekuensi ada 2 (dua) melanggar atau tidak melanggar, apabila melanggar maka jenis melanggarnya akan dijatuhkan dari pelanggaran ringan, sedang dan berat. Bahkan terberatnya dijatuhi sanksi pemecatan dari penyelenggara pemilu.
Demikian ulasan singkat terkait merespon surat suara yang beredar tidak sesuai jadwal sebagaimana terjadi di Taipei, Taiwan. Kejadian tersebut heboh sampai seantero jagat raya kepemiluan. Hal tersebut harus menjadi refleksi mendasar bagi KPU dalam menyelenggarakan teknis kepemiluan. Publik wajib mengawasi dan memantau proses penyelenggaraan tersebut supaya pemilu semakin berkualitas, berintegritas, bermartabat. Karena yang mengongkosi pemilu tersebut adalah dari uang negara yang berasal dari pajak – pajak rakyat.
Publik harus menumbuhkan kepemilikan terhadap pemilu dan kepentingan terhadap pemilu. Apalagi dalam acara konsolidasi KPU se- Indonesia, Presiden menyatakan akan merampungkan TUKIN bagi KPU sehingga semakin diberi penghormatan yang tinggi dari negara. Harapannya KPU harus semakin bagus performa kinerjanya dan apabila melanggar harus fair untuk menanggung resiko hukum yang sepadan sebagai bentuk pertanggungjawabannya. Semoga no mistake and zero accident, sebagaimana yang digaungkan KPU saat – saat ini.
*) Dr. Naya Amin Zaini, SH., MH. Advokat, mantan anggota Panwaslu Kota Semarang 2017-2018, Bawaslu Kota Semarang 2018-2023.