Margo Hutomo
Suatu hari ada seorang fakir dari suku Asyja’ yang memiliki banyak anak bertamu ke rumah Nabi Saw. Ketika dia sampai di depan rumah Beliau, dia mohon izin masuk dengan mengetuk pintu. Nabi saw. mempersilahkan orang itu masuk dan duduk di ruang tamu.
Orang tersebut menceritakan keadaan ekonomi keluarganya yang serba kekurangan.
Setiap hari ia telah bekerja keras memeras keringat demi terpenuhi kebutuhan keluarganya. Namun hasilnya selalu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan.
“Adakah Nabi saw. punya jalan keluar atau jawaban dari persoalanku ini?“, tanya orang itu.
Beliau saw. yang berada di depannya menjawab persoalan dengan menuturkan wahyu yang tertulis dalam Al-Quran surat Ath-Thalaq ayat 2-3 :
وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ ( الطلاق : ٢)
وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ( الطلاق : ٣)
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar“.
“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka- sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu“.
Ibnu Mardawiyah dan Al-Khutaib dari Ibnu Abbas : “Sesungguhnya ayat ini (2) diturunkan berkenaan dengan anak Auf bin Malik yang ditawan musuh, kemudian kedua orang tuanya memperbanyak bacaan hauqalah. Setelah itu, musuhnya mengabaikannya, lalu dia menaiki kambingnya dan kembali pulang ke ayahnya”.
Bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah dengan menaati perintah dan menjauhi larangan- Nya, maka mereka tidak saja diberi solusi atau jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya. Tetapi juga diberi rezeki oleh Allah dari arah yang tidak disangka- sangka, yang belum pernah terlintas dalam pikirannya.
Selanjutnya Allah menyerukan agar mereka bertawakal kepada-Nya, karena Allah-lah yang mencukupkan keperluannya dan mensukseskan urusannya.
Bertawakal kepada Allah artinya berserah diri dan menyerahkan sepenuhnya kepada- Nya. Setelah berusaha maksimal dan memantapkan satu ihtiar, barulah ia bertawakal.
Bukanlah tawakal namanya apabila seorang menyerahkan keadaannya kepada Allah tanpa usaha dan ihtiar. Berusaha dan berihtiar dahulu baru bertawakal menyerahkan diri kepada Allah.
Pernah terjadi, seorang Arab Badui berkunjung kepada Nabi saw. di Madinah dengan mengendarai unta. Setelah Arab Badui itu sampai ke tempat yang dituju, ia turun dari untanya lalu masuk menemui Nabi saw. Nabi saw bertanya :
“Apakah unta sudah ditambatkan?“.
Orang Badui itu menjawab, “Tidak. Saya melepaskan begitu saja dan saya bertawakal kepada Allah.”
Nabi saw bersabda, “Tambatkan dulu untamu, baru bertawakal“.
Allah akan melaksanakan dan menyempurnakan urusan orang yang bertawakal kepada Nya sesuai dengan kodrat iradat-Nya, pada waktu yang telah ditetapkan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya, artinya :
“Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya“.
[Qs. ar-Ra’d : 8].
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepadaku Kahmas ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Abus Salil, dari Abu Dzar yang mengatakan bahwa Rasulullah saw membaca ayat ini, yaitu firman-Nya : “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka- sangkanya” hingga akhir ayat. Kemudian Nabi Saw. bersabda :
“Wahai Abu Dzar, seandainya semua manusia mengamalkan ayat ini, niscaya mereka akan diberi kecukupan“.
Abu Dzar melanjutkan, bahwa Rasulullah saw membaca ayat ini berulang-ulang kepadanya hingga ia merasa mengantuk. Kemudian beliau Saw bersabda :
“Wahai Abu Dzar, apakah yang akan engkau lakukan bila engkau keluar dari Madinah?“.
Aku menjawab, “Aku akan berangkat menuju kepada keluasan dan ketenangan, dan aku akan menjadi salah seorang dari pelindung kota Makkah”.
Rasulullah saw bertanya : “Apakah yang akan engkau lakukan bila kamu keluar dari kota Makkah?“.
Aku menjawab, “Aku akan berangkat menuju kepada keluasan dan ketenangan, yaitu ke negeri Syam dan Baitul Maqdis”.
Rasulullah saw bertanya lagi :
“Apakah yang akan engkau lakukan bila kamu keluar dari negeri Syam?“.
Aku menjawab, “Kalau begitu, demi Tuhan yang telah mengutus Engkau dengan hak, aku akan meletakkan pedangku dari pundakku (yakni berhenti berjihad)”. Rasulullah saw bertanya :
“Apakah ada yang lebih baik dari itu ?“.
Aku balik bertanya, “Apakah ada yang lebih baik dari itu?” Rasulullah Saw menjawab:
“Kamu tunduk patuh (kepada pemimpinmu), sekalipun dia adalah seorang budak Habsyi (hamba sahaya dari negeri Habsyah)“.
Wallahu A’lam
Batang, 5 Januari 2024
*) Drs. Margo Hutomo, Lc. Pengasuh Majlis Muthala’ah Al-Quran (MMA) Batang