SCRIPTO ERGO SUM

Sebuah Catatan Atas Buku Kumpulan Catatan Alvin

Khafid Sirotudin

Ramadan hari pertama, 1 Maret 2025, sebuat chat via Whatsapp pribadi masuk ke HP saya. Pengirimnya dik Alvin–saya biasa memanggil Alvin Qodri Lazuardy, S.Ag., M.Pd.–salah satu Pegiat Literasi, kader muda persyarikatan yang baru berusia 30 tahun pada 23 Januari lalu. Dua tahun lebih muda dari anak ‘mbarep’ saya. Dia meminta saya untuk sedikit membuat catatan atau kesan pesan atas diterbitkannya buku “Menafsir Muhammadiyah : Kumpulan Catatan Pedoman Hidup dan Pergerakan”.

Rasanya senang diminta membuat sedikit catatan atas karyanya, apalagi saya telah mengoleksi dan membaca 2 buku karya dia sebelumnya, yaitu “Merawat Nalar Salim : Merenungi Kehidupan dalam Bingkai Pemikiran (2022)” dan “Pendidikan Islam : Pandangan Hidup Islam Sebagai Dasar Mencintai Lingkungan (2023)”. Juga membaca Dua tulisannya yang dimuat di fordem.id pada Desember 2023 dan Juli 2024.

Sayapun telah khatam membaca Dummy Buku Menafsir Muhammadiyah yang dikirimkan dalam bentuk pdf. Meskipun buku ini berisi kumpulan catatan, namun tetap mensiratkan “sisik melik” (jatidiri) penulis sebagai seorang Guru, Pendidik, Akademisi dan Mudir Pesantren At-Tiin UMP di Margasari Tegal. Terlihat dari pembagian isi buku yang terkategorisasi ke dalam Bab I hingga Bab VIII, disertai Daftar Pustaka di halaman 93. Berbeda gaya dengan penulis atau pegiat literasi “non akademisi” semacam saya.

Baca Juga:  Ketahanan Keluarga dan Degradasi Moral Politik

Alvin seorang pegiat literasi di Rumah Baca Komunitas yang memiliki tagline : “Membaca, Menulis, Menanam”. Juga memiliki “jejak digital” sebagai aktivis Kader Hijau Muhammadiyah. Kedua komunitas itu berbasis di Yogyakarta, berisikan kader-kader muda persyarikatan yang memiliki kepedulian dan pengkhidmatan di bidang literasi dan lingkungan.

Dibanding buku sebelumnya, gaya penuturan buku kali ini “lebih ringan”, setidaknya bagi saya yang pernah membaca 2 buku karyanya. Tidak perlu ditanyakan pada mereka yang gemar bersosmed namun belum pernah membaca tulisan atau buku karya dik Alvin. Sudah pasti jawabannya dhaif, tidak shahih karena tidak dapat membandingkan appeal to appeal.

Apalagi minta pendapat jamaah Whatsappiyah yang semangat bacanya tinggi tetapi daya bacanya rendah. Untuk sekedar membaca 7-9 paragraf atau 1000 karakter link berita di media saja, netizen jaman now lebih sering hanya membaca Judul Berita namun sudah komen dan share kemana-kemana. Apalagi membaca E-Book, E-Magazine, E-Journal. Sebuah fakta sosial daya literasi Abad Digital yang pernah saya tulis sebagai “Saleh Personal, Kafir Digital”.

Baca Juga:  Pengalaman Menembus Awan Cumulonimbus

Dik Alvin termasuk kelompok minoritas di AMM Jateng. Yakni seorang kader, aktivis muda dan guru yang rajin menulis. Mampu mengungkapkan kegelisahan intelektual dan “hasil bacaan” beragam Ayat Kauniyah Allah–khususnya isu lingkungan–yang dilihat dan ditemukan dalam kehidupan nyata keseharian. Tidak banyak anak muda–juga orang tua– yang gemar membaca sekaligus gemar menulis. Sebab membaca itu in-put, sedangkan menulis itu out-put. Menulis itu keterampilan yang mensyaratkan pembiasaan, keberlanjutan dan istiqomah (konsistensi). Adapun out-come nya berupa Wakaf Literasi : Artikel, Buku, Kitab, Jurnal, Catatan, Manuskrip.

Saya tidak kaget ketika dik Alvin memiliki ketertarikan dalam menuangkan pemikiran dan gagasan melalui budaya literasi terkait relasi lingkungan dengan landasan teologis. Salah satu ciri berbagai tulisan karyanya yang telah saya baca. Informasi tentang Biografi penulis pada halaman 95-97 sudah cukup untuk mengetahui sosok Alvin Qodri Lazuardy. Penilaian saya ini akan lebih menemukan clue-nya jika kita mau “nglarisi” membeli dan membaca buku “Risalah Ekologis : Catatan Awal Mengenai Islam dan Isu Lingkungan Hidup”, yang terbit bulan April 2025.

Baca Juga:  Mengintip 3 Modus Jebakan Politik Uang

Saya memiliki keyakinan suatu ketika dik Alvin akan menjadi Ayahanda Muhammadiyah Jawa Tengah yang berkemajuan dalam bidang literasi. Sebuah entitas minoritas di persyarikatan yang telah dirasakan sejak 1-2 Dasawarsa ini. Padahal, Majelis Pustaka Muhammadiyah didirikan pada 17 Juni 1920 dan termasuk Majelis As-Sabiqun al-Awwalun. Sebagai pengejawantahan Teologi Al-’Ashr yang diajarkan K.H. Ahmad Dahlan kepada murid santrinya selama 8 bulan. Lebih lama dari Teologi Al-Ma’un yang diajarkan Kyai Dahlan selama 3 bulan.

Teruslah menulis dik Alvin. Jadikan Wakaf Literasi sebagai Sedekah Jariyah, Monumen Amal Saleh. Scripto Ergo Sum : “Aku menulis maka aku ada”.

Tegalmulyo, 7 April 2025

*) Penulis Buku Pentalogi : “Andaikan Muhammadiyah Cuti Melayani; Gelap Mata Gelap Hati; Saleh Personal Kafir Digital; Membeli Sembari Berbagi; dan Jangan Berhenti Menjadi Orang Baik”.
Ketua Bidang Diaspora Kader dan Jaringan MPKSDI PPM. Ketua LPUMKM PWM Jateng.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *