Oleh: Khafid Sirotudin
Suatu malam sekitar pukul 23.00-an WIB di tahun 1999, saya lupa hari dan tanggalnya, telepon rumah berdering. Diujung suara mengabarkan bahwa paman merengek kesakitan dan meminta saya mengantar ke rumah sakit. Sayapun bergegas menuju rumah beliau dan mengantarkan ke RSUD Dr. Soewondo Kendal. Namanya juga kedaruratan medis, harus segera mendapatkan pertolongan dokter.
Selama perjalanan paman saya beristighfar dan meringis kesakitan. Keluhan semacam “kolik abdomen” yaitu nyeri perut hebat yang sifatnya timbul tenggelam. Kondisi ini bisa disebabkan oleh gangguan pencernaan (sembelit, diare, alergi dan keracunan makanan), peradangan (penyakit gerd/maag, infeksi saluran kemih, dll) dan siklus reproduksi wanita (kram haid, nyeri ovulasi, dll).
Sampai di IGD RSUD, 2 perawat jaga mengambil dragbar (stretcher) untuk mebawa paman ke dalam ruang pemeriksaan. Sambil menunggu dokter jaga yang sedang istirahat dibangunkan, saya mendampingi hingga selesai dilakukan tindakan oleh dokter. Dari wawancara dokter sambil memeriksa, saya jadi tahu jika akar masalahnya adalah paman tidak bisa kentut sejak bangun Subuh hingga malam hari. Setelah disuntik obat oleh dokter, paman dipindahkan ke bangsal yang telah disediakan.
Kurang lebih 1-2 jam di bangsal, tiba-tiba paman saya bisa kentut dengan suara yang cukup keras dan bau yang menyengat. “Alhamdulillah”, ungkapnya penuh kegirangan. Dalam tempo 1-2 jam berikutnya paman berkali-kali kentut dengan berbagai variasi suara keras, sedang dan nyaris tak terdengar. Yang sama hanyalah baunya yang menyengat.
Sehabis sholat Subuh, pamanpun bisa pulang penuh dengan kelegaan dan rasa sakit yang sudah hilang. Dalam perjalanan pulang ke Weleri, sambil guyonan saya matur: ”Alhamdulillah sudah sembuh om. Ternyata untuk bisa kentut lagi musti bayar Sejuta rupiah” canda saya sambil menyetir mobil. Paman hanya tersenyum mendengar guyonan saya.
Sebagai muslim kita paham bahwa kentut merupakan salah satu penyebab batalnya wudhu. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat kemudian kentut, maka batal ibadahnya dan harus melakukan wudhu kembali. Boleh jadi kentutnya tidak bersuara dan tidak berbau, tetapi setiap muslim yang paham norma agama (syarat rukun beribadah) dituntut harus jujur bahwa ketika kentut maka batallah sholatnya dan dia harus wudhu kembali. Begitu pula ketika kita melakukan Tawaf mengelilingi Ka’bah, slah satu rukun ibadah umroh, yang mensyaratkan seorang muslim dalam keadaan suci (berwudhu).
Menurut Layanan Kesehatan Nasional (National Health Service) Inggris, salah satu sistem perawatan kesehatan tercanggih di dunia, normalnya orang kentut sehari sebanyak 14 hingga 23 kali. Literasi dari pakar lain menyatakan 10-20 kali kentut sehari. Artinya dalam sehari apabila seseorang tidak bisa kentut sama sekali akan menyebabkan sakit. Atau bisa kentut tapi kurang atau jauh melebihi standar kuantitas kentut dalam sehari. Sebab kuantitas, bau, volume kentut –bagi para dokter ahli digestif– menunjukkan diagnosa adanya masalah dalam pencernaan.
Puasa
Melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan ramadhan adalah salah satu rukun Islam. Setiap muslim diwajibkan menjalankan ibadah puasa (minimalis) selama 1 bulan penuh (Ramadhan) dalam setahun. Jika seseorang karena udzur syar’i (alasan yang dibenarkan syariat Islam) tidak melaksanakan puasa ramadhan, maka dia wajib mengganti sejumlah hari yang ditinggalkan pada bulan lain setelah ramadhan. Selain puasa ramadhan, seorang muslim juga dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah.
Penelitian tentang manfaat puasa bagi kesehatan telah mengantarkan ilmuwan Jepang, Yoshinori Ohsumi, mendapatkan Nobel Prize bidang Physiologi dan Medicine, tahun 2016. Sebuah hasil penelitian yang kemudian dikenal dengan istilah autophagi (https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2016/press-release/). Konsep authopagi bagi Yoshinori Ohsumi adalah bagaimana membuat tubuh lapar. Dan ketika tubuh seseorang lapar, maka sel-sel tubuh akan ikut lapar. Sel-sel yang lapar ini akan memakan sel-sel dirinya yang sudah rusak, mati dan tidak berguna lagi agar tidak menjadi sampah di dalam tubuh. Sel-sel yang mati tersebut tidak akan menghasilkan sesuatu yang bisa membahayakan tubuh.
Dengan demikian tubuh orang yang berpuasa akan membersihkan dirinya sendiri. Yoshinori telah menemukan dan membuktikan bahwa ketika seseorang lapar atau puasa dalam jangka waktu 8-16 jam, maka tubuh akan membentuk protein khusus di seluruh tubuh yang disebut autophagisom. Yang dianalogikan sebagai sapu raksasa yang mengumpulkan “sampah” berupa sel-sel mati yang tidak berguna dan membahayakan tubuh. Protein autophagisom tersebut memakan dan menghancurkan sel-sel berbahaya (kanker, kuman, virus dan bakteri) penyebab penyakit.
Islam mengajarkan bahwa segala aktivitas kehidupan, baik yang terlihat dan tidak kasat mata, bisa bernilai sebagai ibadah. Baik ibadah mahdhah (bersifat khusus) maupun ghairu mahdhah (bersifat umum). Puasa (ibadah mahdhah) dan kentut (ghairu mahdhah), bisa jadi dinilai sebagai amal shalih yang bernilai ibadah. Kyai saya pernah mengajarkan bahwa segala sesuatu bisa bernilai ibadah asalkan niat dan tujuannya untuk mencari ridha Allah, dilakukan secara tulus dan jujur, sesuai norma agama (syariat/kaidah fiqyah) dan dipraktekkan sejalan dengan norma sosial budaya yang berkeadaban (etika sosial).
Tentu menjadi sangat tidak elok, tatkala di tengah-tengah pengajian atau perkumpulan tiba-tiba kita kentut dengan suara yang keras “…thuuut, thuut….”. Atau tidak bersuara namun baunya menyengat seisi ruangan. Last but not least, bisa jadi pula berpuasa dan kentut yang baik dan benar menjadi salah satu ciri orang yang beriman.
Wallahu’alam
Pagersari, Ahad Wage 29 September 2024
*) Red. Fordem.id