Margo Hutomo
Allah Swt. berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan : ‘sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“.
(Qs. Ibrahim: 7).
Ayat diatas adalah petunjuk bagaimana hidup ini dapat dijalani dengan indah, sejuk dan damai.
Bila hati bersuasana tulus dan bersih dari menuruti keinginan hawa nafsu, maka kita akan merasakan betapa indah dan sejuknya hidup ini. Udara pagi yang begitu segar, diiringi hangatnya sinar mentari pagi dari ufuk timur. Birunya langit dan merdunya deru ombak lautan yang memanjakan telinga kita. Hijau pepohonan memberi oksigen dan kebahagiaan untuk mata kita. Juga kasih sayang dari orang- orang yang berada di dekat kita.
Tak terasa, semua rasa indah dan sejuk itu dapat mengusir “rasa panas” yang ada di dalam diri kita. Berupa rasa “marah, iri, dengki, dendam, hasad” dan semacamnya.
Ingatlah, hidup ini sangatlah singkat. Maka tak perlu ada rasa panas yang mengendap dalam hati ketika menapaki kehidupan di bumi. Kita hidup dibawah langit yang sama, menghirup udara yang sama, dan setiap hari melihat pemandangan indah yang sama.
Meski demikian, kenapa masih banyak insan yang berkeluh kesah dalam menjalani hidup ini. Bahkan terlintas ingin mengakhiri hidupnya lebih cepat daripada yang dikehendaki Tuhan? Apakah alam raya dengan segala isinya masih kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia?
Dalam kenyataan hidup, tidak semua yang kita inginkan bisa dicapai dan diraih. Tetapi percayalah jika hati ini suci, bersih dan mampu bersyukur, maka pelakunya akan bisa bersikap optimis, penuh keyakinan, berpikir positif, berprasangka baik (husnudzan) bahwa apa yang belum bisa dicapai saat ini tidak mustahil akan dapat diraih pada hari esok.
Hati ini wajib yakin, bahwa Allah Swt pasti akan memberi solusi kepada hamba-Nya yang bertakwa dan bersyukur. Sehingga apa yang dicitakannya dapat tercapai.
Allah berfirman, artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”. [QS. Ath-Thalaq : 2-3].
Suatu ketika ada seorang Nenek yang menjual mainan tradisional berupa baling-baling kertas seharga Rp 1.000. Harga itu dituliskan di sebuah kertas yang tertempel di lapaknya. Ada seorang anak yang merengek minta dibelikan mainan itu kepada Mamanya. Sang Mama berkata kepada sang Nenek : “Mbah beli 5 buah, 3.500 ya? Kalo nggak boleh, nggak jadi beli”
Sang nenek penjual mainan tersenyum dan berkata : “Ya sudah tidak apa-apa, mungkin ini rejeki awal di hari ini.” Setelah serah terima uang dan barang, si Mama menggandeng anak menuju mobilnya yang mewah.
Kemudian mobil itu berhenti di sebuah restoran yang terlihat sangat menarik dan harganya mahal. Terdapat tulisan “Promo, all you can eat only Rp.500.000 per person“. Terlihat dari luar restoran si wanita tadi bersama teman sosialitanya sedang menikmati lezatnya makanan, yang aromanya tercium hingga di luar restoran.
Di benak kaum materialis, bisa saja menduga bahwa sang Nenek penjual mainan merasa sedih dan kecewa?. Namun salah. Justru sang Nenek merasa bahagia, karena dagangannya laku. Sang Nenek-pun tidak mempermasalahkan penawaran dari wanita berharta tadi. Sebuah transaksi yang bisa dibilang tak berhati, simbol dari hati yang panas karena tamak, bakhil dan tak pandai bersyukur.
Sebaliknya, sang Nenek adalah simbol dari hati yang sejuk dan pandai bersyukur. Sang Nenek tidak merasa rugi, meski harga mainan/barang dagangan yang sudah sangat murah itu masih ditawar. Belum tentu ia bisa makan dari hasil yang ia dapatkan, namun ia tetap bisa bersyukur atas rezeki yang diberikan Tuhannya.
Jika sang Nenek dengan barang dagangan berupa mainan yang berharga rendah saja bisa bersyukur, mengapa masih banyak manusia yang suka mengeluh dan tidak mampu mensyukuri nikmat-Nya?. Padahal hidupnya sudah lebih dari cukup, bahkan berlebihan dari yang dibutuhkan? Sungguh benar apa yang telah difirmankan Tuhan bahwa : “watak dasar manusia memang tamak (input) dan bakhil (output)“.
Allah berfirman :
“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan“.
(QS. Al-Fajr : 20)
Wallahu A’lam
_Batang, 14 Desember 2023_