Khafid Sirotudin
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (Pilpres) tahun 2024 adalah Pilpres secara langsung untuk kelima kalinya di Indonesia. Bedanya, Pilpres 2004, 2009 dan 2014 waktunya tidak berbarengan dengan Pemilu Legislatif (Pileg) untuk memilih DPD, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pileg dilaksanakan lebih dulu ketimbang Pilpres, sesuai UU Pemilu yang berlaku saat itu.
Pilpres tahun 2019 dan 2024 dilaksakan berbarengan dengan Pileg. UU Pemilu yang digunakan sama. Hanya bedanya untuk Pemilu tahun 2024 ini sekaligus dilaksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) serentak pada bulan November 2024 mendatang.
Pasca Reformasi 1998, Indonesia telah mengadakan Pileg secara demokratis oleh rakyat sebanyak 5 kali (1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019) dan ke-6 kalinya pada 14 Februari 2024.
Sebenarnya dalam setiap event Pileg, Pilpres, Pilkada dan Pilkades polarisasi politik lazim terjadi. Dari eskalasi yang rendah, sedang, tinggi hingga “over heating” sebagaimana Pilpres 2019 lalu. Sebuah kondisi yang dipacu akibat perkembangan teknologi informasi yang masif dan sangat dinamis — khususnya media sosial– yang tidak diimbangi dengan keshalihan sosial dalam bersosmed, serta kedewasaan berpolitik masyarakat.
Polarisasi politik paling parah terjadi pada saat Pilpres 2019 lalu. Dimana para influencer, buzzer dan para pendukung masing-masing Capres Cawapres seakan berhadap-hadapan secara langsung di berbagai platform medsos. Postingan, forward hasil copypaste (copas) konten berisi ujaran kebencian dan umpatan semacam cebong, kampret, kadrun dan sejenisnya hampir setiap hari menghiasi medsos.
Saya coba buka kembali file 13 Whatapps Group (WAG) yang saya ikuti sejak 2018 sampai sekarang. Saya baca dan bandingkan beragam postingan dalam WAG tahun 2019 dan 2024. Terutama 120 hari sebelum dan setelah penetapan Capres Cawapres hingga tulisan ini saya buat.
Saya amati juga anggota WAG yang sudah “kembali ke jalan yang benar” dalam mensikapi proses Pilpres, maupun yang “gagal move-on” meski Capres-Cawapres yang didukungnya tahun 2019 kalah dan telah menjadi Menteri kabinet Capres pemenang. Sungguh asik dan menyenangkan mengamati sikap politik anggota WAG yang berlatar belakang Ormas Keagamaan dan berjamaah di masjid yang sama, namun berbeda sikap politiknya.
Bahkan ada segelintir anggota yang menisbatkan diri seakan pakar politik yang handal, meski kenyataannya diragukan. Jebakan copas konten dhaif dan hoax masih mewarnai politisi kelas WAG. Politisi kelas WAG ini umumnya bukan Penyelenggara Pemilu ad-hock (PPK/PPS/KPPS/Panwascam/PKD/PTPS), tidak menjadi Peserta Pemilu : Pengurus Parpol, Caleg atau Timses Caleg, dan Tim Kampanye Resmi Capres Cawapres.
Namun saya bersyukur, polarisasi politik pemilu 2024 tidak sekeras dan sepanas 2019. Setidaknya terlihat dari semakin kecilnya pertentangan antar “supporter” Capres- Cawapres di 13 WAG yang saya ikuti. Padahal ada kejadian luar biasa terkait Keputusan MK perihal persyaratan batas umur Capres-Cawapres yang menggemparkan dunia politik hukum dan Konstitusi kita. Maupun Keputusan MKMK atas pelanggaran etik berat Ketua MK dan beberapa hakim MK.
Mungkinkah publik semakin cerdas dan cerdik mensikapi issu Dinasti Politik yang viral belakangan. Toh mereka melihat hampir semua Ketua Umum parpol mengikutsertakan istri, anak, menantu dan saudaranya menjadi Caleg atau pengurus teras partainya.
*Polarisasi*
Polarisasi adalah pembagian dua bagian atau lebih pihak yang berlawanan. Adapun polarisasi politik merujuk pada pembagian masyarakat terhadap pandangan politik yang berbeda. Polarisasi politik bisa terjadi karena keyakinan terhadap ideologi politik yang berbeda, perbedaan pendapat terhadap kebijakan politik, serta pensikapan atas issu politik yang ada.
Polarisasi politik menjadi hal yang wajar manakala masih dalam batas norma dan etika politik yang berlaku. Silakan viralkan kebaikan, kelebihan, keunggulan ide, gagasan, visi-misi dan kebaikan laku sosial-politik Capres Cawapres yang saudara dukung. Sebab keburukan, kekurangan dan aib yang dimiliki Capres-Cawapres yang anda dukung sudah diviralkan para buzzer dan orang-orang yang tidak suka dengan Paslon tersebut. Hindari copas dan posting konten hoax, dhaif dan caracter assasination Paslon dan Caleg yang tidak anda dukung.
Tetaplah bijak dalam bersosmed, sebagaimana Kode Etik Netizen (Akhlak Sosmediyah) yang telah dibuat MPI PP Muhammadiyah. Saring baru sharing dan pastikan konten yang diposting Benar-Baik-Manfaat (BBM) buat netizen.
Jika anda ingin terlibat langsung menjadi “Pahlawan Demokrasi” di negeri ini, jadilah petugas KPPS pada setiap TPS di lingkungan anda. Atau menjadi Saksi di TPS dan Pemantau Pemilu Independen, agar Pileg dan Pilpres dapat berlangsung secara Luber dan Jurdil.
Wallahu’alam
Weleri, 10 Desember 2023