Khafid Sirotudin
Poster, rontek, baner dan baliho dari berbagai kontestan pemilu 2024 mulai marak mewarnai sepanjang Jalan Raya di luar kampung, jalan Desa dan gang menuju rumah kami di Weleri sejak akhir November lalu. Tempat tinggal kami berjarak 150 meter dari jalan raya.
Kebanyakan baner, rontek dan baliho yang terpasang berasal dari Caleg DPRD Kendal dari berbagai Parpol, 1 Caleg DPD, serta baliho besar Capres Cawapres. Suasana kampung menjadi berwarna laksana menyambut Tujuh Belas Agustusan. Bedanya menjelang Agustusan yang terpasang berupa puluhan umbul-umbul dan spanduk HUT RI. Setidaknya kami melihat ada belasan baner/baliho Caleg dari 7 Parpol yang terpasang.
Kecamatan Weleri masuk Daerah Pemilihan (Dapil) Kendal 5 yang meliputi Weleri, Ringinarum dan Gemuh, dengan kuota sebanyak 7 kursi DPRD Kendal. Pada Pileg 2024, Dapil Kendal 5 adalah satu-satunya Dapil (dari 6 Dapil) yang punya kuota kursi tetap. Sementara 5 Dapil lain bertambah @ 1 kursi seiring bertambahnya jumlah anggota DPRD Kendal dari 45 menjadi 50 kursi.
Kabupaten Kendal memiliki 20 kecamatan dan 287 desa/kelurahan. Untuk DPRD Jateng, Kendal bersama Kabupaten Semarang dan Salatiga masuk ke dalam Dapil Jateng 2. Sementara untuk DPR masuk ke dalam Dapil Jateng 1. Meliputi Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan Kota Semarang.
Sudah hampir 24 tahun kami tinggal di kampung Pagersari, sehingga cukup memahami pandangan dan sikap politik tokoh agama, tokoh masyarakat dan warga kampung. Selain memiliki 3 mushola juga berdiri satu ponpes tahfidz al-qur’an yang berafiliasi ke NU. Meski berbeda partai politik dan ormas keagamaan, tetapi asal ada warga kampung yang menjadi Caleg (dari parpol apapun) bisa dipastikan akan dipilih oleh mayoritas warga secara sukarela.
Setidaknya gambaran tersebut saya alami sendiri. Sejak saya nyaleg DPRD Jateng 2004 dan 2009, maupun DPR-RI tahun 2014, jumlah perolehan _”suara by name”_ saya berjumlah 310-330 suara dari 3 TPS yang ada di kampung Pagersari. Selaras dengan bertambahnya jumlah pemilih pemula dan berkurangnya pemilih yang meninggal dunia dalam kurun waktu tersebut.
Saya tidak pernah melakukan “kepyur” alias money politic tatkala berhasil menjadi DPRD Provinsi Jateng 2 periode (2004-2009 dan 2009-2014), maupun ketika gagal menjadi DPR (Pileg 2014). Berbuat baik dan bermanfaat yang bisa dirasakan warga kampung cukup menjadi modal sosial-politik, serta menjadi faktor akseptabilitas yang tinggi.
Ada beberapa kejadian yang pernah kami lihat dan alami ketika hari pemungutan suara. Dimana terdapat beberapa pemilih simbah-simbah yang buta huruf meminta bantuan untuk dicobloskan nama saya kepada petugas KPPS ketika hadir di TPS, sambil menunjukkan Kartu Saku yang dibawanya. Sebuah keharuan tersendiri bagi saya selaku Caleg.
Pada pemilu 2024 ini, saya absen dari aktivitas politik praktis dan memilih mengabdikan diri dan berkhidmat pada kegiatan sosial-ekonomi keagamaan di Muhammadiyah. Amanah sebagai Ketua Lembaga Pengembang UMKM PWM Jawa Tengah lebih membutuhkan tenaga, pikiran, waktu dan energi yang tidak ringan. Jumlah UMKM Jateng menduduki jumlah terbesar kedua di Indonesia, sebanyak 1,45 juta unit.
Yang menarik perhatian pada Pilpres dan Pileg 2024 ini, banyak Caleg dan Timses yang datang ke rumah. Selain berniat silaturahmi, berdiskusi dan berdialog, sekaligus “menakyinkan” (mencari kepastian jawaban dari sumbernya secara langsung) atas ketidakikutsertaan saya nyaleg pada Pileg kali ini. Juga “kulonuwun” (mohon ijin) untuk memasang atribut Caleg/Capres yang mereka dukung. Sebuah kearifan lokal warga kampung dalam mengikuti kontestasi demokrasi elektoral.
Apakah suasana nyaman pemilu di kampung bapak, ibu, saudara sama dengan di kampung saya ?
Wallahua’lam
Weleri, 9 Desember 2023