Savitri Dewi
Perundungan atau bullying menurut American Psychological Association, merupakan bentuk tindakan agresif yang dilakukan seseorang dengan sengaja dan berulang kali dengan tujuan untuk melukai atau mengakibatkan ketidaknyamanan pada orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Perundungan merupakan pola perilaku, karena berupa tindakan yang dilakukan secara berulang. Dalam hal ini, anak laki-laki lebih cenderung mengalami perundungan fisik, sedangkan anak perempuan lebih cenderung mengalami perundungan secara mental/psikologis, Perundungan bisa dilakukan oleh berbagai kalangan usia, tetapi lebih sering terjadi pada anak remaja karena emosinya cenderung masih labil.
Anak-anak yang melakukan perundungan sering kali berasal dari status sosial atau posisi kekuasaan yang lebih tinggi, seperti anak-anak yang lebih besar, lebih kuat, atau dianggap populer sehingga dapat menyalahgunakan posisinya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyatakan, data pengaduan KPAI menunjukkan kekerasan anak pada awal 2024 sudah mencapai 141 kasus. Dari seluruh aduan itu, 35 persen di antaranya terjadi di lingkungan sekolah atau satuan pendidikan.
Aris menuturkan, hasil pengawasan menunjukkan kekerasan kepada anak di satuan pendidikan cenderung dilakukan secara berkelompok. Kecenderungan ini akibat lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya lingkar pergaulan yang berpengaruh negatif.
“Akibat kekerasan anak pada satuan pendidikan mulai dari kesakitan fisik/psikis, trauma berkepanjangan, hingga kematian atau anak mengakhiri hidup,” ujar Aris dalam keterangan tertulis, Senin, 11 Maret 2024.
Sepanjang awal 2024, Aris mengatakan ada 46 kasus anak mengakhiri hidup. Dari total kasus itu, 48 persen di antaranya terjadi di satuan pendidikan atau anak korban masih memakai pakaian sekolah.
Mengapa Anak Melakukan Perundungan?
Sebagai seorang ibu, hal yang perlu disadari bahwa seorang anak terlahir dalam keadaan suci. Sehingga karakter yang terbentuk pada anak sejatinya banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan lingkungan pergaulan anak. Jika anak berada dalam dekapan kasih sayang ibu dan ayah yang baik, maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan kepribadian dan karakter yang baik pula, begitu sebaliknya.
Namun dalam realitanya, ada beberapa anak yang tumbuh dan berkembang dalam pengasuhan yang baik tetapi masih melakukan tindakan perundungan. Mengapa?
Bisa jadi anak-anak yang sering melakukan perundungan karena ingin beradaptasi dengan lingkungan pergaulannya, mencari perhatian atau sedang mengelola emosinya yang pada saat itu berada dalam tahap membingungkan. Dan dalam beberapa kasus, pelaku perundungan justru korban atau saksi kekerasan di rumah atau di lingkungan mereka. Namun ibu harus menyadari dan memahami bahwa pada dasarnya semua anak itu baik, dan adakalanya anak melakukan suatu tindakan berdasarkan alasan tertentu.
Bagaimana Peran Ibu Jika Anak Sebagai Pelaku Perundungan?
Mengajarkan kepada anak bahwa dampak perundungan merupakan hal yang sangat penting agar anak tidak menjadi pelaku perundungan. Ibu dan ayah perlu melakukan tindakan preventif terhadap anak dengan memberinya pengertian dan perhatian agar anak tidak menjadi pelaku perundungan. Oleh karena itu ada beberapa hal yang dapat ibu dan ayah lakukan:
1. Luangkan waktu untuk mengobrol dengan anak setiap hari dengan menanyakan mengenai pengalamannya di sekolah hari ini, atau menanyakan pelajaran yang anak rasa sulit, dan lain-lain. Dengan menjaga komunikasi yang baik dengan anak, ibu bisa lebih memahami perasaan dan masalah yang anak hadapi. Dengan demikian, ibu dapat segera membantu anak untuk mengatasi masalah mereka dengan cara yang positif.
2. Jika anak melakukan perundungan, maka ajaklah anak bicara. Karena memarahi anak atas perundungan yang telah dilakukannya merupakan tindakan yang tidak bijak. Seorang ibu tentunya harus mengetahui apa alasan anak melakukan tindakan tersebut. Oleh karena itu, ibu harus mengajak anak untuk berbicara, menanyakan alasan anak melakukan perundungan dengan cara yang baik tanpa emosi. Dengan demikian anak akan dapat memberikan penjelasan dengan baik dan ibu mengetahui alasan anak melakukan tindakan yang salah sehingga ibu dapat meluruskan kesalahan yang telah diperbuatnya.
3. Memperhatikan Pergaulan Anak di Sekolah
Ibu aktif mencari tahu apa yang mungkin mempengaruhi anak melakukan perundungan. Cari informasi ini di sekolah atau di manapun tempat anak melakukan perundungan. Selanjutnya, bicarakan permasalahan tersebut dengan orang tua dari teman anak ibu dan guru. Apakah ada anak-anak lain yang juga suka mengintimidasi? Seperti apa teman-teman dekat anak ibu? Tekanan seperti apa yang anak hadapi di sekolah.
Kemudian berikan pemahaman kepada anak mengenai pergaulan yang baik dan sehat. Dorong juga anak untuk beraktivitas atau bermain di luar sekolah. Tujuannya agar mereka bisa bertemu dan mengembangkan persahabatan yang baik dengan anak-anak lain.
4. Ajari anak untuk memperlakukan orang lain dengan baik dan sopan
Ajarkan anak bahwa mengejek orang lain yang berbeda darinya, seperti dari ras, agama, penampilan, kebutuhan khusus, jenis kelamin atau status ekonomi adalah perilaku yang salah. Tanamkan rasa empati kepada anak terhadap mereka yang berbeda dengan cara mengajak anak bermain di sebuah kelompok komunitas, di mana anak-anak di dalamnya berbeda darinya.
5. Menjadi teladan yang baik, karena anak-anak belajar dari perilaku orang orang tua/ orang dewasa dan lingkungan sekitarnya. Perlakuan ibu dan ayah kepada orang lain dengan baik dan sopan, secara tidak langsung akan mencontohkan kepada anak-anak bagaimana seharusnya ibu dan ayah memperlakukan orang lain. Anak-anak juga bisa melihat dan mengambil pelajaran bagaimana ibu dan ayah mereka mengelola stres dan konflik, serta bagaimana mereka memperlakukan teman, rekan kerja dan keluarga mereka.
Itulah beberapa peran ibu dalam mendampingi anak pelaku perundungan sehingga kesehatan mental dan perkembangan anak tetap terjaga.
Referensi:
Pertiwi, Mutiara; Juneman, Juneman (2012). “Peran Pola Asuh Orangtua dalam Mengembangkan Remaja Menjadi Pelaku dan/atau Korban Pembulian di Sekolah”. Sosio Konsepsia : Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (dalam bahasa Inggris). 17 (2): 173–191. doi:10.33007/ska.v17i2.822. ISSN 2502-7921
https://metro.tempo.co/read/1844009/kpai-terima-141-aduan-kekerasan-anak-sepanjang-awal-2024-35-persen-terjadi-di-sekolah
*) Savitri Dewi, M.Psi, Psi. Guru BK dan Psikolog di SMP Muhammadiyah (Tahfiz) Salatiga