Apakah Perlu Melukai Diri dan Sampel Darah untuk Membuktikan ‘Aku Muhammadiyah dan Loyal Terhadap UMKU’

Ahmad Suriyadi Muslim

Mungkin bagi sebagian orang judul di atas menggelitik, begitu juga bagi saya sebagai penulis. Namun demikian saya coba memberanikan diri untuk menulis ini.

Bagi orang yang sudah tau dan kenal saya dari, mungkin hal tersebut tidak perlu saya ceritakan. Tapi bagi sebagian orang di Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU) yang mungkin merasa lebih lama dari saya mengabdi hal tersebut akan dirasa perlu. Entah itu hanya sekedar untuk mengetahui kedalaman loyalitas saya terhadap umku atau yang lain dan sayapun meresakan ini nyata adanya.

Saya mulai menyadari hal tersebut saat saya mendapatkan kepercayaan untuk dikirim sebagai perwakilan GKM S1 Farmasi ke jakarta dalam rangka BIMTEK dan Pelatihan Auditor Mutu Internal SPMI. Di situ mulai ada suara2 yang tdk enak saa dengar sampai ke perlakuai yang memojokkan saya sampai saya tidak kuat dan meneteskan mata di kamar asrama dosen sehingga saya harus menyatakan sikap dan memberanikan diri menulis surat pada pimpinan.

Baca Juga:  BOYOLALI BERTAUBAT

Saya memang lahir dan tumbuh di madura yang mana semua orang tau bahwasanya di sana mayoritas NU. SMA saya pindah ke jogja dan bersekolah di SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Di sini saya mulai mengenal Muhammadiyah dan mengikuti BA pertama kali. Saya masih ingat betul saat pertama kali mengikuti BA seorang guru (Bp. Arif Syarifudin) menyamperi saya dan berkata “Cong gmn perasaanmu, aku tau untuk saat ini kamu belum muhammadiyah sama separti om kamu pertama kali dan presiden kamu tetep gustur.

Kamu tidak perlu risau, silahkan ikuti kata hati kamu karena semuanya sama2 baik dan Guru KH. Ahmad Dahlan dan Mbah Hasyim itu sama. Sama2 Mbah Kholil dari madura”. Apa yang beliau kata ternyata saya dengarkan kembali saat BA Dosen kemaren. Dari situ saya mulai belajar Kemuhammadiyahan dan menjadi seorang warga Muhammadiyah. Saya mengikuti BA kembali saat masuk IRM, HW dan membantu pengajaran di SMK Muhammadiyah (yang kebetulan ada jurusan Farmasi).

Baca Juga:  SELAMATKAN MASJID MUHAMMADIYAH

Dari situ juga saya mulai rutin mengikuti kajian serta beberapa acara AUM. Saat pulang ke madurapun saya mulai berbeda jln dengan orang tua saya karena melaksanakan Sholat di Masjid Nur Muhammad yang saat itu satu2nya masjid Muhammadiyah di kabuten Sumenep (kelahiran saya). Gima tidak MU, lingkungan tinggal (om saya salah satunya dosen di UAD) sampai teman2nya juga aktivis di MU (Terakhir konco kentelnya adalah sekertaris PD PM Kota Yogja periode berjalan).

Begitu juga status saya di UMKU. Meski saya orang baru (1 tahun non stay dan 1 th berjalan stay), tapi tolong jangan ragukan kesetiaan dan loyalitas saya terhadap UMKU. Saya jauh dari jogja perjalanan 5 jam motoran, berangkat hari senin jam 2 atau 3 pagi agar saya tidak telat sampai di umku. Apa ini kurang membuktikan loyalitas saya terhadap UMKU? Belum hal-hal lain yang menurut saya tidak elok untuk dibuka ke public

Baca Juga:  SALEH TEOLOGIS, KAFIR EKOLOGIS

Jujur saya sangat sedih apabila niat mulia bekerja, mengabdi di UMKU masih diselingi suara2 sumbing, lebih2 menanyakan loyalitas saya. Saya juga boleh diadu dengan beberapa dosen farmasi yang datang dan pulang seenaknya sendiri atau mungkin ada juga yg tidak menghargai pimpinan di farmasi dengan cara tidak duduk mengantor yang disediakan. Saya juga sudah pernah sampaikan di awal saat diterima “Bismillah, insyaallah saya siap di UMKU. Syukur2 saya adalah bagian dari sejarah perubahan UMKU. Tentu ini demi nama besar Profesi, Farmasi serta UMKU sendiri”.

Jadi, Apakah masih perlu melukai diri dan mengambil sampel darah untuk membuktikan aku Muhammadiyah dan Loyal terhadap UMKU?

Ahmad Suriyadi Muslim (Peserta batch 2BA Dosen UMKU)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *