MUHAMMADIYAH PASCA TAMBANG (Bagian Pertama)

Oleh: Gus Zuhron – (Sekretaris MPKSDI PWM Jateng, Dosen AIK Unimma Magelang)

Pasca keputusan Muhammadiyah menerima tawaran pemerintah untuk ambil bagian dalam konsensi tambang, beragam reaksi masyarakat bermunculan. Jagat medsos dipenuhi dengan caci maki, hinaan, hujatan dan kritik keras terhadap keputusan itu. Bahkan ada orang-orang internal yang melayangkan protes terbuka dengan menunjukkan sikap antitesa sekaligus reaktif terhadap pilihan PP Muhammadiyah.
Pihak yang setuju dengan keputusan itu juga bermunculan, namun arusnya tidak sekuat mereka yang menolaknya.

Dalam konferensi pers, para petinggi sang surya menyampaikan paparan dengan cukup meyakinkan. Dalil yang dijadikan hujjah dalam mengambil keputusan sangat kuat dan argumentatif. Fatwa tarjih mengijinkan, AD/ART tidak ada yang dilanggar, Kepribadian Muhammadiyah memberikan sinyal dengan kalimat “Muhammadiyah harus membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah”, dan keputusan itu diambil dalam forum Rapat Pleno diperluas dalam bentuk Konsolidasi Nasional. Artinya semua prosedur organisasi telah ditempuh sebagaimana mestinya.

Baca Juga:  UMAT MENOLONG PEMERINTAH MELALUI MASJID

Jika dianalisa agak serius, sebenarnya sikap mereka yang menampilkan wajah berseberangan dengan putusan PP Muhammadiyah tidak lagi dilandasi pada argumen ekologis. Sebab kalau sebatas itu, sudah dibantah dengan terbitnya risalah konsolidasi nasional mengenai pengelolaan tambang.

Kekecewaan itu setidaknya disandarkan pada tiga argumen.

Pertama, hilangnya sikap kritis Muhammadiyah pada negara.
Konsensus tambang dinilai berpotensi besar membungkam daya kritis Muhammadiyah terhadap segala bentuk kebijakan negara yang tidak berpihak pada masyarakat. Publik mempunyai tumpuan harapan pada Muhammadiyah untuk tidak mengikuti jejak adik bongsornya yang telah lebih dahulu menerima konsensi tambang. Para pengkritik ingin Muhammadiyah tetap menempatkan diri sebagai antitesa pemerintah dan menjadi penjaga gawang moralitas bangsa.

Baca Juga:  MUHAMMADIYAH BAIKNYA MENERIMA ATAU MENOLAK TAMBANG ?

Kedua, perubahan budaya bermuhammadiyah.
Diantara argumen yang disampaikan mengapa Muhammadiyah perlu mengambil konsensi tambang adalah untuk kepentingan sosial dan merawat aset Amal Usaha yang dimiliki. Nilai Triliunan dibalik potensi tambang memang memungkinkan menjadi dana operasional dalam kerangka meluaskan radius dakwah. Namun yang harus digaris bawahi adalah pengelolaan yang bersifat top down berpeluang mengkonversi Muhammadiyah dari gerakan keagamaan yang berbasis jama’ah menjadi korporasi. Ini jelas budaya baru yang belum pernah teruji.

Ketiga, mengkudeta amal sholih jama’ah yang bersifat individu menjadi amal jam’iyah. Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan yang tumbuh dan besar dengan cara bottom up. Hampir semua amal usaha yang dimiliki persyarikatan adalah lahir dan dibesarkan dari bawah. Pimpinan Pusat hanya bertugas meresmikan dan mencatat Amal Usaha yang didirikan sebagai bagian dari aset Muhammadiyah.

Tradisi urunan adalah simbol pengikat yang menjadikan rumah besar persyarikatan tetap berdiri kokoh dan kuat bertahan melampaui satu abad. Muktamar urunan, Muswil, Musda sampai dengan Musran urunan. Belum lagi kalau mau mendirikan AUM dengan beragam bentuknya jama’ah sudah biasa urunan. Tetapi itulah kekuatan sejati Muhammadiyah yang selama ini tumbuh subur dan bertahan sehingga tidak mudah ditundukkan oleh siapapun.

Baca Juga:  PRESIDEN

Secara pribadi, keputusan itu tidak sejalan dengan hati nurani. Tetapi sebagai orang yang taat pada organisasi tetap harus sami’na waato’na. Sebab, pilihan untuk menjadi Muhammadiyah bukan karena kagum pada Ketua Umum, tetapi panggilan jiwa untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Meski demikian, dalam otak terus berfikir bagaimana cara menjelaskan pada masyarakat akar rumput tentang ide yang tampak tidak biasa ini.

Lanjut Bagian Kedua..

29 Juli 2024
*) Red. Fordem.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *