MOBILISASI PEMILIH VERSUS MONEY POLITICS

Agus Hasan Hidayat, S.Si, M.T.

Tahapan pemilu serentak tahun 2024 telah memasuki masa tahapan kampanye. Berarti telah masuk masa dimana pemilih memiliki hak untuk mendapatkan segenap informasi menyangkut visi, misi dan program kontestan yang ikut dalam pemilu.

Sesuai UUD tahun 1945 pasal 22E ayat 2 bahwa pemilu di Indonesia diikuti oleh 3 konsestan. Yaitu Partai Politik untuk memilih anggota DPR RI, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten/kota, Perseorangan untuk memilih anggota DPD, dan Pasangan Presiden dan Wakil Presiden.

Pada masa kampanye inilah Peserta Pemilu mendapatkan ruang berkampanye untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri sesuai UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, pasal 1 ayat 35 dan PKPU No 15 tahun 2023 tentang Kampanye pasal 1 ayat 18. Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat secara bertanggung jawab, sebagaimana pasal 5 ayat 1.

Menurut UU pemilu dan PKPU, kampanye diatur meliputi waktu pelaksanaan, metode pelaksanaan maupun larangan dan sanksi terkait pelaksanaan kampanye. Namun bagaimanakah para Peserta pemilu ini bertanggungjawab melaksanakan aturan kampanye ini. Apakah para Peserta dapat memanfaatkan seluruh metode yang telah diatur dan ditawarkan dalam regulasi tentang kampanye pemilu?

Menjawab pertanyaan tersebut, tentu kita wajib memotret dan mengkaji apa yang telah dilakukan para Peserta pemilu selama masa tahapan kampanye pemilu 2024 yang sedang berjalan.

Pelanggaran Kampanye

Pada pelaksanaan kampanye, para Peserta pemilu wajib mematuhi ketentuan regulasi tentang kampanye, baik secara prosedural, waktu pelaksanaan, pelaksana kampanye, tim kampanye, materi kampanye, larangan maupun sanksi atas pelanggaran aturan kampanye. Sejak dimulai tanggal 28 November 2023 lalu, seluruh caleg dan pasangan calon telah melakukan berbagai kegiatan kampanye.

Baca Juga:  IDE PEMBARUAN DAN RESONANSI TRANSFORMASI SOSIAL KH AHMAD DAHLAN

Dalam pelaksanaan kampanye tentunya tidak semua berjalan mulus dan baik-baik saja. Ada kampanye yang menyerempet pelanggaran, namun itu semua menjadi ranah Bawaslu untuk menilai. Apakah kegiatan tersebut memenuhi unsur pelanggaran atau tidak. Sampai opini ini ditulis, belum ada Peserta pemilu yang secara sah melanggar ketentuan, baik dari sisi waktu atau jadwal kampanye, metode dan bentuk kampanye serta materi kampanye yang disampaikan.

Meskipun di berbagai media massa maupun media sosial beredar foto dan video tentang pelanggaran kampanye berupa pidana pemilu oleh peserta pemilu. Dari berbagai informasi yang berhasil saya himpun, belum ada satu-pun berita yang menunjukkan bahwa informasi yang beredar itu terbukti kebenarannya. Dan Bawaslu beserta jajarannya telah memproses pelanggaran itu.

Bentuk pelanggaran kampanye paling banyak terkait dengan ketentuan pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK). Terbukti dari banyaknya penurunan APK oleh Satpol PP atas rekomendasi Bawaslu setempat. Sanksinya hanya sebatas penurunan APK.

Semoga segala bentuk pelanggaran aturan kampanye pemilu tidak terjadi demi pemilu yang berkualitas. Jangan sampai kualitas pelaksanaan pemilu tercederai disebabkan keengganan Bawaslu melakukan tugas dan fungsinya. Ditambah masyarakat tidak mau ikut melakukan pengawasan partisipatif secara baik. Akhirnya menyebabkan situasi dan keadaan yang cenderung tidak mempercayai lagi penegakan hukum pemilu.

Mobilisasi Massa dan Money Politic

Dalam regulasi kampanye sebagaimana diatur PKPU No 15 Tahun 2023, disebutkan bahwa substansi atas penyelenggaraan kampanye pemilu paling tidak terdapat tiga hal, yaitu :

Baca Juga:  Guru: Pelita Harapan Masa Depan

Pertama, memberikan kesempatan interaksi antara peserta pemilu dan pemilih melalui kegiatan menawarkan visi, misi, program dan atau citra diri Peserta Pemilu.

Kedua, perwujudan dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab.

Ketiga, dalam rangka meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu.

Dalam mencapai substansi penyelenggaraan pemilu tersebut, maka dilakukan metode kampanye yang sesuai dan mampu menarik perhatian bagi calon pemilih. Persoalan kemudian menjadi agak rumit, ketika seluruh kegiatan dalam penyelenggaraan kampanye membutuhkan biaya yang besar, bahkan sekedar berupa uang transport dan pengganti waktu kerja.

Setiap orang yang hadir dalam kampanye harus menyediakan waktu, meninggalkan pekerjaan dan tugas pribadi lainnya. Dalam rangka memenuhi undangan sebagai peserta kampanye, konsekuensinya ada tuntutan biaya. Disinilah persoalan tafsir atas regulasi terjadi.

Apakah dana yang dikeluarkan Peserta pemilu merupakan biaya politik yang sah, atau sudah termasuk praktik money politic. Di lapangan terjadi multi-tafsir oleh anggota badan pengawas pemilu. Apakah pembagian uang transport termasuk kategori money politic atau dianggap biaya penyelenggaraan kampanye.

Bagaimana jika pembagian uang itu disebut sebagai biaya penggalangan massa agar datang ke lokasi kampanye?

Kepantasan dan Kepatutan Dalam Kampanye

Salah satu bentuk menjaga kualitas demokrasi elektoral, berupa adanya norma kepantasan dan kepatutan. Yang diharapkan mampu memberikan guidance serta batasan dalam pelaksanaan pemilu. Sehingga pemilu memiliki marwah dan dipercaya rakyat.

Literatur menjelaskan “kepantasan” sebagai terjemahan dari kata “redelijkheid”, yang berkaitan dengan “nalar” (logika, rede). Sedangkan diksi “kepatutan” sebagai terjemahan dari “billijkheid”, yang berkaitan dengan “rasa” keadilan (perasaan atau hati).

Baca Juga:  Relevansi Tutur Kata sebagai Tolak Ukur Kehormatan dalam Masyarakat Jawa

Jadi dalam pelaksanaan pemilu, khususnya tahapan kampanye, maka aspek kepantasan dan kepatutan bisa menjadi pembatas dan pengarah dalam melaksanakan tahapan kampanye pemilu. Meski bukan regulasi yang mengikat dalam pelaksanaan pemilu, tetapi berkonsekuensi terhadap pelanggaran maupun sanksi. Norma kepantasan dan kepatutan bisa menjadi penjaga arah agar penyelenggaraan tahapan kampanye pemilu menjadi lebih baik dan berkualitas.

Adanya fenomena pembagian uang atau barang niscaya akan selalu ada dalam kampanye pemilu. Sebab hal ini berkaitan erat dengan kebutuhan operasional peserta kampanye. Adanya batasan yang jelas apakah pembagian uang transport dan barang berharga dalam kegiatan kampanye merupakan praktek money politics atau tidak, menjadi penting.

Pengawas pemilu harus bisa menjawab dengan tegas apakah hal itu termasuk bentuk pelanggaran pidana money politics atau hanyalah sebuah konsekuensi dari biaya operasional kampanye untuk mobilisasi massa.

Akhirnya, kita semakin sadar jika tahapan kampanye bukan sekedar tahapan prosedural semata, namun benar-benar sebagai wahana bertemunya Peserta pemilu dengan calon pemilih. Sebagai bagian dari proses meyakinkan pemilih melalui penyampaian visi, misi dan program yang dijanjikan. Dan disadari pula bahwa ada konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan baik berbentuk uang dan barang yang harus dikeluarkan, minimal sebagai biaya yang oleh peserta pemilu disebut sebagai biaya mobilisasi massa.

Kebumen, 12 Desember 2023
*) Koordinator Lentera Demokrasi Kebumen, mantan KPU Kebumen periode 2018-2023.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *