FORDEM.id – IBADAH Qurban erat kaitannya dengan wujud kepedulian sosial. Hal ini sebagai implementasi kesalehan sosial.
Islam mengajarkan kepada muslim yang berkecukupan atau berkemampuan untuk berqurban dengan menyembelih
hewan qurban sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Qurban merupakakan ungkapan tanda rasa syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah SWT.
Ibadah qurban merupakan salah satu ibadah sosial yang menunjukkan pentingnya hubungan manusia dengan
Allah SWT sekaligus menjalin hubungan manusia dengan manusia.
Ibadah kurban memperkuat relasi dengan sesama karena hasil sembelihan dibagikan ke warga di lingkungan setempat. Dengan demikian diharapkan merekatkan ikatan sosial kemasyarakatan.
Mencoreng
Baru-baru ini, hakikat kurban sebagai kesalehan sosial menurut saya tercoreng dengan adanya keributan tak perlu. Ya soal sapi kurban milik pedangdut Dewi Perssik.
Kasus ini menyita perhatian awak media. Dan hingga kini belum ada titik belum ada titik temu atau solusi untuk saling menerima dan mengakui kesalahan masing-masing.
Menjelang hari raya Idul Adha 1443 Hijriah kemarin, Dewi Perssik berselisih paham dengan ketua RT di lingkungan tempat tinggalnya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Berita perselisihan tersebut diduga karena Dewi Perssik mendapat informasi yang keliru. Info awal si pembantu atau ART meneruskan info dari si sopir Dewi Perssik bahwa pak RT menolak penitipan sapi kurban dan meminta uang Rp 100 Juta untuk memindahkan sapi. Kejadian ini menjadi sorotan karena Dewi Perssik mempublikasikan lewat IG Live.
Cari Solusi
Peristiwa ini menurut saya tak perlu terjadi. Tidak perlu diselesaikan dengan marah-marah karena jadinya memalukan dan justru merusak hakikat kurban sebagai bentuk kesalehan sosial.
Kedua belah pihak, yakni Dewi Perssik dan Ketua RT 06 Lebak Bulus, Malkan sudah bertemu untuk mediasi, Kamis (29/6) lalu.
Namun, mediasi tidak menghasilkan titik temu dan malah terjadi keributan/adu mulut. Keributan ini terjadi di masjid, yang sesungguhnya tidak elok beradu mulut di masjid bila kedua pihak bisa menahan diri, saling menjauhkan emosi untuk mencari titik temu.
Kalau menurut saya, titik temu yang diharapkan sebetulnya adanya ungkapan saling maaf dari kedua belah pihak.
Ada baiknya, kedua pihak kembali bertemu dengan dimediasi oleh pihak ketiga sebagai penengah, misalnya Lurah setempat.
Harapannya, kesalahpahaman seputar penyembelihan sapi kurban Dewi Perssik di lingkungan tempat tinggalnya bisa didamaikan dan kembali akur. (Hanan Wiyoko)