Dapat Gelar Kanjeng Raden Arya Tumenggung, Cak Nanto: Budaya Bagian Penting dari Dakwah Islam Berkemajuan

Berita89 Dilihat

Fordem.id – Sunanto atau akrab disapa Cak Nanto menjadi salah satu tokoh pemuda yang mendapatkan gelar dari Kasunanan Mataram Surakarta Hadiningrat dengan sebutan ‘Kanjeng Raden Arya Tumenggung Sunanto Maduyoso Cokronagoro’.

Gelar tersebut, didapatkan Cak Nanto pada 1 Oktober 2022, karena dianggap sebagai tokoh atau pemimpin yang diyakini oleh keraton mampu berkarya serta melestarikan budaya dan menjaga keberagaman.

Penganugerahan dilakukan di Sitinggil Keraton Mataram Surakarta Hadiningrat oleh Dra.GRAy. Koes Moertiyah, M. Pd. selaku Ketua Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta.

Dalam proses penganugrahan juga hadiri oleh Dr. KH. Tafsir ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah dan segenap anggota Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah.

Baca Juga:  Peluang Emas: ITBMP Membuka Beasiswa Kuliah untuk Mahasiswa Baru Tahun Akademik 2023/2024

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah periode 2018-2022 Cak Nanto mengatakan, anak muda tidak boleh menafikan sejarah bangsa.

Termasuk rangkaian sejarah bagaimana Islam masuk ke Indonesia, yakni melalui proses akulturasi budaya.

Kraton atau kerajaan kala itu menjadi episentrum budaya yang kemudian mampu berakulturasi dengan ajaran Islam yang dibawa oleh para tokoh yang datang ke indonesia.

Oleh karena itu, pemuda-pemuda Indonesia perlu memahami budaya sebagai bagian penting dari dakwah islam yang berkemajuan.

Cak Nanto juga menjelaskan bahwa, KH. Ahmad Dahlan dulu merupakan orang yang mampu memadukan budaya dan ajaran islam begitu harmoni.

Baca Juga:  Tradisi Perayaan 1 Muharram di Desa Tetel: Memperkokoh Persatuan dalam Kearifan Lokal

Sehingga, dalam proses dakwah diterima oleh banyak kalangan meskipun pada awalnya sempat ditentang.

Namun, dengan ketulusan dakwah serta kesabaran dan tekat yang kuat, ajaran KH. Ahmad dahlan menjadi rujukan banyak warga bangsa bahkan hingga warga dunia.

Sebagai kader Muhammadiyah, pemuda tidak boleh anti pati dengan budaya, apalagi kemudian dengan sangat mudah melihat perbedaan sebagai ancaman.

Justru harus menjadikan perbedaan sebagai kompas kearifan dalam berfikir dan bertindak.

“Spirit dakwah Muhammadiyah adalah mempersatukan dengan menjunjung tinggi aspek-aspek kemanusiaan,” kata Cak Nanto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *