BERPRASANGKA BAIK

Wahyudi Nasution

Bakda isya’, Pak Bei sebenarnya mau langsung siap-siap berangkat Yasinan sepulang dari masjid. Maklumlah ini malam Jumat. Di kampung Pak Bei ada tradisi sejak tahun 1952/53 yang masih berjalan dan terawat baik hingga sekarang. Yaitu Pengajian Tilawatil-Qur’an khusus untuk Bapak-bapak dan pemuda atau remaja putra.

Tempatnya berpindah-pindah, bergilir dari rumah ke rumah jamaah. Konon, pada pengajian tiap malam Jumat itu awalnya yang dibaca hanya surah Yasin dilanjut Tahlilan. Dalam perkembangannya, jamaah membaca Al-Quran secara tartil dipandu oleh salah seorang yang dinilai bagus bacaannya, sesuai jadwal yang sudah dibuat.

Untunglah malam ini bukan giliran Pak Bei yang memandu mengaji. Jadi Pak Bei merasa tidak wajib berangkat. Ada yang lebih wajib dilakukan, yakni menemani tamu-tamunya. “Ndelalah” (kebetulan) juga tamunya kali ini Kang Narjo. Dia datang lagi bersama tiga pemuda kampungnya.

“Pangapunten tidak ngabari dulu, Pak Bei. Adik-adik ini tadi selesai jamaah isya’ langsung minta diantar ke sini. Katanya pengin meguru ke Pak Bei,” kata Kang Narjo.

Halaah meguru apa? Ngobrol sajalah. Saya kan bukan guru,” kata Pak Bei.

“Pak Bei kan termasuk pengurus di PP Muhammadiyah,” kata pemuda yang Pak Bei masih ingat namanya Aji.
“Jadi wajar kalau kami-kami yang masih muda ini datang ‘meguru’ ke sini,” lanjutnya.

Cahya, putra Pak Bei, keluar menyuguhkan 5 gelas kopi, sekalian pamit ke Pak Bei mau berangkat Yasinan.

Pamitkan ayah ya, Le. Ada tamu,” kata Pak Bei.

“Siap, Yah,” kata Cahya sambil mempersilakan tamu-tamu ayahnya menikmati kopinya.

Baiklah. Teman-teman pengin ngobrol soal apa malam ini?” tanya Pak Bei.

Baca Juga:  Urgensi Menjaga Marwah Persyarikatan Jelang Pilkada

“Anu, Pak Bei, soal warga Muhammadiyah menghadapi situasi politik terkini,” kata Marwan.

Waoow…kok berattt. Mbok ngobrol yang ringan-ringan saja to, Mas.”

“Kalau obrolan yang ringan kan sudah biasa kami lakukan di angkringan hampir tiap malam, Pak Bei,” kata Azis.

Terus apa yang mau kita bahas?

“Begini lho, Pak Bei, besok Rabu kan ada acara Dialog Terbuka Muhammadiyah bersama Calon Pemimpin Bangsa di Edutorium UMS,” kata Azis.

Iya benar.“, kata pak Bei.

“Tapi kenapa yang dihadirkan cuma Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar? Kenapa tidak diundang sekalian Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud,?” lanjut Azis seolah memprotes.

“Iya, Pak Bei. Kenapa mereka harus dipisah tempat dan audiennya?. Padahal kalau ketiganya diadu di even yang sama, di tempat dan audiens yang sama, kan seru. Setidaknya, rakyat ini jadi tahu kualitas setiap pasangan,” kata Marwan.

“Benar, Pak Bei. Kenapa yang dihadirkan di UM Surabaya hanya Prabowo-Gibran? Apa orang Jawa Timur tidak butuh mengenal Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud? Demikian juga yang dihadirkan di UMS kok hanya AMIN, dan yang di UM Jakarta hanya Ganjar-Mahfud. Kenapa, Pak Bei?” kata Aji dengan nada protes juga.

Begini, teman-teman. Pertama, saya ini bukan panitia acara itu. Jadi saya tidak ikut merencanakan. Kedua, tolong dipahami bahwa segala hal yang dilakukan oleh PP Muhammadiyah itu hasil keputusan kolektif-kolegial, sudah melalui proses diskusi dan kajian komprehensif yang dilakukan oleh para Ketua. Kita harus ingat, para Ketua itu sudah kita pilih bersama di Muktamar sebagai Pimpinan Pusat dan kita warga Persyarikatan Muhammadiyah harus mentaatinya“.

Baca Juga:  HIKMAH BERSYUKUR

“Iya, Pak Bei, kami juga paham itu.”

Lha terus, kenapa seolah kalian menggugat ke saya?

“Sebenarnya kami bukan bermaksud menggugat Pak Bei. Sama sekali bukan. Kami cuma ingin dibantu memahami kenapa besok yang di UMS itu hanya AMIN yang dihadirkan?” Jangan-jangan PP Muhammadiyah memang sengaja membantu kampanye AMIN di Solo yang konon kandangnya Ganjar dan Gibran?”

Masya Allah… Janganlah shu’udzon begitu, mas. Itu tidak baik. Kalian kemarin menyaksikan pengundian nomor urut pasangan Capres-Cawapres, kan?

“Iya, Pak Bei. Kami melihat di televisi.”

Hasilnya pasangan AMIN no 1, pasangan PRAGI no 2, pasangan GAFUD no 3“.

“Iya benar, Pak Bei.

“Menurut kalian, hasil itu by desain alias rekayasa atau proses alamiah?”, tanya pak Bei.

“Menurut saya alamiah, Pak Bei,” jawab Aji.

Bagus. Good. Bagaimana kalau kita juga husnudzon saja bahwa penjadwalan acara Dialog Terbuka yang diadakan oleh PP Muhamamdiyah itu hasil proses alamiah? Kebetulan saja PRAGI dapatnya di UM Surabaya, AMIN di UM Surakarta, dan GAFUD di UM Jakarta. Gak usah berprasangka neko-neko, jangan menduga yang enggak-enggak.”

“Ya maklum saja, Pak Bei, mereka ini anak-anak muda,” Kang Narjo yang sejak tadi diam saja, kini ikut bicara.
“Mungkin mereka ini penginnya seperti nonton pertandingan tinju atau UFC. Senang melihat antar-pasangan itu saling pukul, saling tendang, saling banting, saling ‘pithing’. Senang melihat ada yang roboh dan KO di octagon,” lanjut Kang Narjo.

“Ya kan jadi gayeng, Pakdhe. Jadi seru kalau ada yg kena uper-cut terus ‘ngglethak’, KO,” kata Aji disambut gelak tawa teman- temannya.

Baca Juga:  ANTARA AYAHKU, LAMPU DAN TERIAKAN IBU DI PAGI ITU

Justru itu yang harus kita hindari, Mas. Marilah pesta demokrasi ini kita hadapi dengan gembira. PP Muhammadiyah mengundang dan menguji ketiga pasangan capres-cawapres. Silakan publik menilai dengan jernih. Slow wae, gak usah kenceng-kenceng. Kita nilai ketiga pasangan dengan kaca mata objektif dan rasional“, jelas pak Bei.

“Halaah, Pak Bei ini masa lupa. Setiap memasuki masa kampanye, dimana- mana terjadi polusi pemandangan dan pendengaran. Gambar-gambar Caleg dan Capres-Cawapres ditempel dimana- mana. Bikin mata sepet. Suara deru sepeda motor tanpa knalpot merusak ketenangan masyarakat. Bising luar biasa. Bagaimana kita mau slow melihat permainan amplop dari para makelar, menjelang hari-H menyerbu rumah- rumah pemilih di desa-desa?”

Nah itu. Itulah tugas kalian generasi muda. Kalau memang kalian melihat permainan amplop itu, difoto saja, lalu disebar ke medsos. Viralkan. Itu baru gayeng. Kita harus jadi pengawas perilaku politik para Peserta Pemilu. Ayo kita ramaikan.

“Siap, Pak Bei,” kata Aji.

“Kami siap jadi pengawas mandiri, Pak Bei,” kata Marwan.

“Siap gas pol, Pak Bei,” kata Azis.

“Sudah malam. Cukup ya ngobrolnya. Ayo kita pamitan. Pak Bei biar istirahat”, pinta kang Narjo.

Baiklah, Kang Narjo. Terima kasih sudah datang ke sini. Kapan-kapan kita sambung lagi, ya.

Kang Narjo dan rombongan meninggalkan nDalem Pak Bei dengan lega. Sudah dua kali rombongan itu datang dan dilayani Pak Bei dengan baik. Anak-anak muda yang belajar peka dan peduli dengan problem masyarakatnya.

Klaten, 20/11/2023
*)Ketua LP-UMKM PDM Klaten, anggota MPM PPM dan Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *