Imam Sutomo
Ustaz WA masih mempersiapkan kabel laptop, sementara jemaah asyik banget berbicara dengan teman-teman lamanya. Setelah tiga menit, Ustaz WA memulai pengajian dengan mengutip hadis Rasulullah:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Man kâna yu`minu billâhi wal-yaomil âkhiri falyaqul khoiron ao liyashmut”
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau hendaklah ia diam.”
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).
Jemaah sudah sangat akrab dengan isi, konten (Arab : matan) hadis, bukan hal baru, biasa-biasa saja.
(maaf, terlampau sering disampaikan para dai, jadi bosan dan ngantuk).
Ustaz WA sengaja memilih hadis tersebut karena sangat relevan untuk era sekarang dan tetap aktual sepanjang zaman. “Persoalan hidup yang sebenarnya adalah betapa sulit untuk menerapkan berkata yang baik dalam berbagai bentuk pergaulan,” Ustaz WA berbicara dengan nada tinggi. Khususnya untuk “ngampet” (menahan diri) bicara pada suasana yang pas, waktu yang sesuai dan di depan audiens yang dihadapi, dalam kenyataannya tidak semua orang dapat menjalaninya.
Sungguh, untuk bersikap diam pada saat yang tepat sangat sulit pelaksanaannya.
Seorang novelis Amerika bernama Ernest Miller Hemingway (1899-1961) menulis :
“It takes two years to learn to speak and sixty to learn to keep quite”
“Dibutuhkan dua tahun untuk belajar berbicara dan enam puluh tahun untuk belajar diam“.
(Versi lain : 50 tahun)
Ust. WA meminta satu jemaah membaca dengan keras tiga kali agar didengar yang lain dan lebih meresap ke dalam batinnya.
Seorang jemaah yang tidak lagi muda usianya merasa kaget dengan kutipan dari Hemingway yang sangat menohok sampai ke relung batin, seraya beristighfar berkali-kali.
Jemaah tersebut jelas gelisah, hadis populer yang sudah hafal sejak kecil dan dianggap biasa ternyata diberi penjelasan Ust. WA dengan kutipan Hemingway menjadi punya makna. Kutipan itu “menelanjangi kegagalan manusia” dalam menerapkan bicara dan diam secara benar.
Anak-anak cukup waktu dua tahun untuk lancar berbicara. Namun, manusia dewasa sampai “sepuh” (tua) masih banyak yang gagal belajar untuk diam. Dengan setengah memaksa ia bertanya, “Maaf Ustaz, saya bisa berpuasa, berpantang makan dengan rutin, tetapi saya tidak bisa puasa bicara, saya selalu ingin menang dalam berbicara di rumah, tempat kerja, di kampung, terlebih lagi di grup WA. Bagaimana obatnya agar bisa “diam” yang tepat untuk orang yang sudah seusia saya?”.
Menyesuaikan jadwal kultum, Ustaz WA tidak bijak kalau mengulur waktu. “Alhamdulillah Bu Hajah, DAHULU saat pandemi Covid-19 semua orang wajib pakai masker. Seharusnya dimaknai juga untuk berlatih diam, tutup mulut, jangan banyak bicara, itulah cara Tuhan menegur orang untuk diam. Dari aspek fisik memakai masker, aspek batiniahnya latihan menahan bicara yang tidak mengenakkan orang lain.”
Jemaah yang agak nakal merasa penasaran nekat bertanya dengan bahasa isyarat, “@#$&+@! “_&++?” 😇🤔🤔🤔
Ust. WA menjawab kalem dengan bahasa serupa,”$#@& 1, 2 $#@”
Jemaah mengangguk dan berjanji tidak boros share video setiap harinya agar anggota grup tidak bosan postingan yang tidak cocok dengan selera umum.
——
Penjelasan bahasa isyarat
Jemaah :
“Sekarang era medsos bukan banyak bicara, tapi banyak banget share postingan tanpa kontrol, bagaimana Ustaz?”
Jawab Ust. WA dengan kalem:
“Yah jangan boros-boros, cukup 1-2 postingan untuk menyapa anggota dan berbagi informasi yang manfaat”.
Salatiga, 3 Mei 2024
*) Prof. Dr. H. Imam Sutomo, M.Ag. Guru Besar dan Mantan Rektor UIN Salatiga; Ketua PDM Salatiga 2010-2015, 2015-2022.