Oleh: Lukman Hakim (Kepala Sekolah SMK Mutu Semarang, Sekretaris MPI PWM Jateng, Sekbin Forum Demokrasi Berkemajuan Jateng)
“Simplicity is the Essence of Happiness“
Fordem.id – Pagi tadi saya sarapan di warungnya pak Bagong (sebelah barat sekolah).
Saya menikmati menu favorit saya, nasi pecel lauk pindang goreng plus es teh tawar. Disamping saya duduk seorang pemuda yang saya perkirakan berusia sekitar 20-an tahun.
Sama seperti saya, dia juga menikmati menu yang dia pesan dengan lahap. Saya lirik sajian yang dia santap, nasi rames, lauk gorengan, plus segelas air putih. Setelah sekian waktu masing-masing kami menyantap makanan yg ada di piring, saatnya kami harus berhitung dan membayar. Subhanallah… Pemuda tadi harus membayar hanya 6 ribu Rupiah. Sekali lagi hanya ENAM RIBU RUPIAH.
Saya tertegun sejenak dan berpikir, betapa sederhana- nya hidup yang dia jalani. Tiba-tiba Saya lantas menjadi ‘sangat iri’ pada pemuda itu yang hidup di era yang begitu ‘hedonistik’. Pemuda itu bisa ‘live his life so simply’. Menjalani hidupnya dengan begitu sederhana.
Insya Allah saya tidak akan iri dengan orang yang bisa makan enak dan mahal di tempat yang mewah. Tetapi saya begitu iri dengan pemuda itu yang bisa menikmati hidupnya secara begitu sederhana.
Tiba-tiba saya merasa jijik dengan diri saya, hidup saya yang tertampar dengan “life style” pemuda tersebut. Seharusnya orang dengan usia saya harus sudah bisa mengubah orientasi hidup yang tidak lagi menjadi ‘abdul buttun’ alias hamba perut. Atau sebutan lainnya adalah hidup sudah tidak lagi “stomach and under stomach oriented life”. Tetapi harus sudah bisa menjalani gaya hidup yang berorientasi pada memberikan keteladanan dan menghasilkan karya untuk bisa menjadi “legacy” bagi generasi mendatang.
Dalam perjalanan saya pulang kembali ke sekolahan, dengan perasaan campur aduk dan gelora hati yang berkecamuk, antara malu pada diri sendiri dan bangga dengan pemuda tadi.
Bukan saya merasa sombong karena bisa makan yang melebihi pemuda tadi, karena sebenarnya saya juga hanya bayar sebesar 13 ribu Rupiah saja untuk makan minum yang saya santap tadi. Nominal yang saya bayar tadi, mungkin bagi orang lain dianggap sangat murah untuk se- level Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 1 yang berjuluk SMK Pusat Keunggulan, yang punya fasilitas pantas dibanggakan. Gedung 4 lantai dengan fasilitas lift, peralatan praktik siswa yang berstandar industri dan banyak dikunjungi (benchmarking) sekolah lain yang tidak hanya dari Semarang, juga dari luar Provinsi dan luar Jawa.
Sarapan saya yang hanya 13 ribu Rupiah, mungkin bagi orang di sebelah saya tidak akan menyangka bahwa saya Kepala Sekolah SMK Mutu Semarang yang selama ini mereka lihat dan kagumi (karena pelanggan warung itu kebanyakan masyarakat sekitar sekolah). Di warung tersebut tertempel jelas Kalender SMK Muhammadiyah 1 Kota Semarang yang saya diberi tugas dan amanah untuk memimpinnya.
Last but not least, saya jadi teringat kepada sahabat Sayyidina Umar bin Khatab, yang ketika menjadi Khalifah, baju miliknya dan baju anaknya banyak yang sobek-sobek karena tidak mau membeli baju yang baru. Bukan karena takut jika dianggap memberi contoh yang tidak baik sebagai Khalifah yang suka hidup mewah, namun karena tiada cukup harta untuk membelinya.
Sedulur…
Mari kita jalani hidup yang kita hadapi dengan kesahajaan. ‘Pride’ kita sebagai muslim dan warga persyarikatan, juga guru dan karyawan AUM, bukan dengan cara mempertontonkan gaya hidup yang hedonik apalagi suka “flexing” yang bisa menjadikan orang lain iri hati dan memantik “srei” (Jawa : kedengkian).
Cara kita membanggakan diri bukan dengan menunjukkan harta yang kita miliki, tapi dengan menunjukkan karya yang kita produksi.
“Live simply so that others may simply live“
(Mahatma Gandhi)
Hiduplah secara sederhana agar orang lain dapat hidup dengan sederhana.
“Solidarity, Struggle, Pride and Prosperity“
Salam Inspirasi !!!