Khafid Sirotudin
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) secara langsung dan demokratis di Indonesia, pertama kali diadakan pada tanggal 5 Juli 2004. Sebagaimana jadwal waktu tahapan Pilpres 2004 yang telah ditetapkan oleh KPU, kampanye Pilpres Tahap I dilakukan mulai tanggal 14 Mei sampai 18 Juni 2004. Sedangkan Pilpres Putaran II pada 20 September 2004. Pada Pilpres pertama di Indonesia tersebut, kebetulan kami menjadi salah satu koordinator Tim Kampanye Provinsi Jawa Tengah dari pasangan Capres Amien Rais dan Cawapres Siswono Yudho Husodo.
Sebuah pengalaman yang tidak pernah terlupakan, memberikan banyak ilmu, pelajaran dan hikmah. Saya menjadi terlatih membuat jadwal kampanye, berkoordinasi dengan aparat dan penyelenggara pemilu, menyampaikan press release ke berbagai media, membuat issue dan kontra issue, memahami visi dan misi capres-cawapres, menyiapkan akomodasi timses, memenuhi kebutuhan standar alat transportasi dan protokoler pengamanan, menentukan lokasi kampanye terbuka dan tertutup, strategi dan teknik manajemen massa, memastikan persiapan kampanye di setiap lokasi tertangani baik, membuat agenda dan jadwal kampanye berpasangan atau terpisah, mempelajari adat istiadat dan budaya lokal, serta memahami kebiasaan dan karakter capres dan cawapres.
Mengingat luasnya wilayah Indonesia dan terbatasnya waktu kampanye, setiap tim kampanye Capres-Cawapres dituntut seoptimal mungkin melakukan kampanye secara efektif dan efisien. Salah satu moda transportasi yang hampir setiap hari digunakan adalah mobil, pesawat terbang (umum/private) dan helikopter. Kami menjadi mengerti tentang prosedur dan kelengkapan yang dibutuhkan apabila memakai moda transportasi udara private/carter maupun dan jumlah mobil yang harus disediakan sesuai standar protokoler pengamanan. Kami harus berkomunikasi aktif dengan otoritas bandara yang memberikan ijin rute penerbangan dan otoritas keamanan TNI dan Polri. Beruntung tahun 2004 saya memiliki handphone, meski belum dilengkapi dengan berbagai fitur, utamanya GPS (Global Positioning System).
Pilpres tahun 2004, diikuti oleh 5 pasangan, yaitu : (1) Wiranto – Shalahudin Wahid, (2) Megawati Soekarnoputri – Hasyim Muzadi, (3) M. Amien Rais – Siswono Yudho Husodo, (4) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) – Jusuf Kalla (JK), (5) Hamzah Haz – Agum Gumelar. Pada putaran pertama, yang dilaksanakan pada 5 Juli 2004, pasangan SBY-Jusuf Kalla dan Megawati-Hasyim Muzadi menjadi pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua. Kemudian pada putaran kedua pilpres yang diadakan pada tanggal 20 September 2004, pasangan SBY-JK memenangi kontestasi pilpres dengan meraih 69.266.350 suara (60,62%). Sedangkan paslon Megawati-Hasyim Muzadi memperoleh 44.990.704 suara (39,38%).
Helipad Tanah
Berdasarkan jadwal kampanye, tanggal 29 Mei 2004, pasangan Amien-Siswono mengadakan kampanye di beberapa Kabupaten di Jawa Tengah. Kota Weleri kabupaten Kendal menjadi lokasi kedua kampanye terbuka, setelah lokasi pertama di Wonosobo. Menurut informasi Tim Kampanye Nasional (TKN), Amien Rais dan Siswono menggunakan 2 helikopter untuk menghadiri kampanye terbuka di lapangan Sambongsari Weleri. Kami beserta panitia lokal menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, termasuk helipad dan penunjuk arah angin. Pada awalnya kami menghubungi pengelola Gudang Tembakau milik PR Gudang Garam di Jenarsari agar berkenan meminjami helipad, tetapi ditolak. Kami khawatir dengan keamanan massa yang diprediksi akan membludak jika helikopter mendarat di lokasi kampanye. Mengingat cawapres Siswono Yuhdo Husodo adalah putra dr. Soewondo, yang pernah menetap cukup lama di Kendal, sehingga namanya diabadikan menjadi nama RSUD dr. Soewondo Kendal.
Pada Pileg tahun 1999, Amien Rais pernah mendarat dengan helikopter ketika kampanye di lokasi yang sama. Mendarat di sebidang lahan kosong dekat lapangan Sambongsari yang luas. Namun pada tahun 2004 sudah berdiri bangunan STM/SMK Muhammadiyah 3 Weleri. Akhirnya pilihan kami tetapkan di lahan “lemah abang” (tanah merah) selatan masjid An-Nur Weleri, sekitar 1 kilometer dari lokasi kampanye. Kendalanya hanya satu, akses jalan masuk kurang lebar dan belum beraspal. Semalaman panitia bekerja keras menyiapkan berbagai peralatan dan perlengkapan, berupa penunjuk arah angin dari kain berwarna terang dan dijahit berupa lingkaran yang mengecil di ujungnya seperti terlihat di bandara. Juga membuat 2 helipad berbentuk kotak yang diberi tanda silang (cross) putih dari serbuk kapur di pinggir pematang sawah.
Beruntung malam itu mendapat bantuan GPS Garmin dari Kodim Kendal untuk menentukan titik ordinat pendaratan sesuai yang diminta oleh TKN dan Tim Keamanan. Sehingga melalui SMS kami menyampaikan titik ordinat yang dibutuhkan. Alhasil, sekitar jam 10.00 pagi dua helikopter mendarat dengan selamat di lokasi. Untuk menuju lokasi kampanye, kami telah menyiapkan beberapa mobil yang akan dinaiki capres dan cawapres, mobil cadangan, mobil patwal polisi, termasuk sebuah mobil ambulance berisi tenaga medis dan paramedis. Massa yang datang membludak hingga pinggir jalan di luar lapangan. Perkiraan kami mencapai puluhan ribu orang datang. Tidak ada massa sebanyak itu yang hadir sepanjang kampanye pilpres 2004 di lokasi yang sama maupun lokasi lain di kabupaten Kendal.
Keesokan harinya, saya kedatangan mas Markum pemilik tanaman padi yang bersebelahan tempat helipad. Beliau menyampaikan niatnya untuk bersilaturahmi, sekaligus mengeluhkan rusaknya sebagian tanaman padi yang sedang “mratak” (berbunga, berbuah muda) miliknya.
“Mas Khafid ngapunten, tanduran pari kulo sik rusak nika, nyuwun gantine teng pundi kalih sinten (Maaf, tanaman padi milik saya yang rusak itu, minta ganti ruginya kemana dan kepada siapa)” ucapnya polos.
“Ya Allah Gusti, nyuwun pangapunten mas menawi helikoptere ndadoske rusake tanduran pari (mohon maaf jika helikopternya membuat rusak tanaman padi)”, kata saya.
“Nyuwun sewu, menawi dipun etung panenan kinten-kinten pinten kulo kedah nggantos (Mohon maaf, kalau dihitung saat panen, kira-kira berapa saya harus mengganti”, tanya saya.
“Nggih kinten-kinten wolongatus ewu pantun ingkang rusak (Ya kira-kira Rp 800 ribu untuk padi yang rusak)” jawab mas Markum dengan wajah memelas.
“Nggihpun, kulo sik nggantos mas. Nyuwun ikhlase penjenengan, nyuwun pangapunten lan maturnuwun (Ya sudah, saya yang mengganti. Minta keikhlasannya, kami minta maaf dan terimakasih)”, kata saya sambil menyerahkan uang ganti rugi tanaman padi.
Ternyata ada tugas khusus lain sebagai tim kampanye Pilpres. Yaitu mengatasi ekses negatif yang timbul dari sebuah kegiatan kampanye yang dilaksanakan di suatu lokasi. Jangan sampai kampanye yang diharapkan menarik simpati masyarakat, justru membuat tidak simpati, bahkan antipati dari sebagian kecil masyarakat sebagai akibat ekses negatif kampanye terbuka, yang kadangkala dilupakan oleh tim kampanye.
Melihat antusiasme massa yang membludak saat kampanye terbuka di Weleri, kami optimis pasangan Amien-Siswono bisa memenangkan Pilpres, setidaknya di Weleri dan kabupaten Kendal. Belum pernah kami melihat kampanye dari pasangan lain dihadiri oleh begitu banyak massa. Namun ternyata, berdasarkan hasil penghitungan suara Pilpres menunjukkan angka yang “over estimate”. Walaupun masih secara persentase masih lebih tinggi dibandingkan angka perolehan dari daerah lain di Jawa Tengah. Pasangan Amien-Siswono menduduki posisi ketiga, setingkat lebih baik daripada persentase perolehan se Jawa Tengah dan tingkat Nasional yang berada di posisi ke-empat.
Amien Rais Syndrome
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 akan dilaksanakan serentak bareng dengan Pemilihan Umum Anggota Legislatif (Pileg) DPD, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dan Kota. Hari dan tanggal pemungutan suara sudah ditentukan, yaitu Rabu 14 Februari 2024. Sebagaimana diatur PKPU nomor 3 tahun 2022, tentang tahapan pemilu. Sedangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah (biasa disebut Pilkada) serentak, akan dilaksanakan pada 27 November 2024. Meliputi 548 daerah, dengan rincian 37 Provinsi (Pilgub), 415 Kabupaten (Pilbup) dan 93 Kota (Pilwakot).
Pemilu 2024 merupakan pemilu serentak yang memiliki tingkat derajat kerumitan tertinggi dari sisi teknis penyelenggaraan. Apalagi jika kita mau melihat dari sisi Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu) yang harus mengadakan seleksi pergantian komisioner Bawaslu dan KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota yang masa pengabdiannya berakhir dan beragam waktunya. Ditambah proses seleksi yang waktunya berhimpitan dengan tahapan pemilu yang sedang dilaksanakan, yaitu 20 bulan sebelum hari pemungutan suara (14 Februari 2024). Untuk menjadi Komisioner Tetap KPU dan Bawaslu di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota dibutuhkan pengalaman “jam praktek” yang handal dari sisi integritas, ilmu kepemiluan, kemampuan merumuskan dan menyelesaikan masalah, kemandirian dan profesionalitas, serta usia minimal sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU maupun Peraturan Bawaslu. Bagi tingkat Kabupaten/Kota usia minimal 30 tahun, Provinsi 35 tahun dan Pusat 40 tahun. Sebuah batas usia minimal yang selaras dengan batas minimal Capres dan Cawapres sesuai konstitusi UUD 1945.
Masyarakat terhenyak kaget dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan dan menetapkan pengajuan Judicial Review (JR) yang diajukan beberapa kalangan akademisi, seorang mahasiswa dan OMS, terkait batas minimal seseorang bisa menjadi Capres dan Cawapres. Meskipun Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) telah menjatuhkan sanksi berat kepada Ketua MK yang memutus perkara JR tersebut, nampaknya sebagian komponen OMS (Organisasi Masyarakat Sipil), pakar Hukum Tata Negara dan komponen Mahasiswa yang merasa belum puas, menilai adanya “drama demokrasi” berupa “politik hukum” keterlibatan Ketua MK yang memiliki relasi keluarga dan konflik kepentingan dengan Presiden. Dengan ketetapan MK tersebut menjadikan Gibran yang berusia kurang dari 40 tahun, dapat mendaftarkan diri ke KPU sebagai bacawapres.
Seperti kita saksikan di berbagai pemberitaan media publik, podcast, forum diskusi publik serta laman resmi KPU, terdapat 3 pasangan bakal capres-cawapres yang telah mendaftarkan diri dan dinyatakan memenuhi syarat administratif dan kesehatan. Ketiga pasangan tersebut, yaitu Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar/Cak Imin, Ganjar Pranowo dengan Mahfud MD, serta Prabowo Subianto dengan Gibran. Masyarakat masih menunggu hasil Penetapan dan Pengundian Nomor Urut Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, yang rencananya akan dilaksanakan KPU RI pada tanggal 13 dan 14 November 2024.
Masa “kampanye resmi” pemilu 2024 lebih singkat, yaitu tanggal 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Namun begitu kita bisa menyaksikan masing-masing bacapres-cawapres telah melakukan berbagai “kampanye tidak resmi” berupa pertemuan dan konsolidasi timses dan tim kampanye, pemasangan baliho dan aneka alat peraga kampanye, pembuatan posko pemenangan, kegiatan jalan santai bersama bacapres/cawapres, aneka meme dan sticker di medsos, rekruitmen dan deklarasi relawan, dan sebagainya.
Ada sebuah pernyataan menarik dari Eep Syaifullah Fatah, seorang analis politik yang sekaligus Direktur Political Marketing Consulting (Polmark) dalam sebuah forum pertemuan PKS sebagai salah satu partai pengusung bacapres Anies Baswedan. Yaitu adanya “Amien Rais Syndrome” saat berbicara mengenai elektabilitas Anies Baswedan dan Cak Imin. Tak sedikit masyarakat yang penasaran apa itu Amien Rais Syndrome (ARS). ARS merujuk terhadap fenomena elektoral Amien Rais pada Pilpres pertama tahun 2004. Seperti diketahui saat itu, sebagai tokoh gerakan reformasi 1998, sosok Amien Rais sangat populer di kalangan rakyat. Setiap kegiatan dan acara yang mendatangkan Amien Rais selalu ramai dihadiri banyak orang. Tapi popularitas yang diraih berbanding terbalik dengan perolehan suara Pilpres 2004, hanya sebesar 14,66 % dan menempati posisi keempat dari lima kandidat.
Saya bisa memahami dan merasakan apa yang disampaikan Eep tersebut. Apalagi saya pernah terlibat sebagai koordinator Tim Kampanye pasangan Amien-Siswono pada Pilpres 2004. Banyaknya warga yang antusias datang saat kampanye tidak sama dan sebanding dengan jumlah suara yang diraih saat Pilpres dilaksanakan pada 5 Juli 2004. Saya menjadi faham, bahwa elektabilitas (tingkat “dipilih” atau keterpilihan) seorang kandidat itu sangat ditentukan oleh Akseptabilitas (tingkat “diterima” atau keterpenerimaan) oleh pemilih atau rakyat, ketimbang Popularitas (tingkat “dikenal” atau keterkenalan) dan “Isi tas” (jumlah kekayaan dan aset yang dimiliki) seorang kandidat capres-cawapres.
Sebagai pemilih berdaulat yang tidak melibatkan diri sebagai Caleg maupun Tim Kampanye Pilpres 2024, kami berharap pemilu serentak 2024 dapat berjalan dengan aman, lancar, LUBER JURDIL dan berkeadaban. Masih ada waktu tiga bulan bagi pasangan Capres dan Cawapres untuk mengambil simpati “hati rakyat” sebagai pemilik suara agar bisa “diterima” dan “dipilih”. Buatlah tim sukses dan tim kampanye yang unggul, membentuk guraklih (regu penggerak pemilih) di setiap TPS yang mempesona, didukung jaringan caleg dan aktivis parpol pengusung yang handal. Sebab “the real voter” berada di bilik-bilik suara setiap TPS, bukan di lapangan saat kampante terbuka yang hanya diikuti 3-5 persen dari jumlah pemilih yang sebenarnya.
Sebagai warga bangsa kami berharap Pilpres bisa berjalan dalam 2 putaran, siapapun nanti pasangan yang akan memenangkan kontestasi demokrasi. Namanya saja Pesta Demokrasi, maka harus dilaksanakan dengan cara menggembirakan dan membahagiakan rakyat. Dengan Pilpres dua putaran, rakyat bisa mendapat “qodaran” dua kali. Setidaknya bagi pelaku UMKM, bisa mendapatkan rejeki dari berjualan berbagai makanan dan minuman bagi penyelenggara pemilu ad-hock (PPK//PPS/KPPS/Panwascam/PKD/PTPS), timses dan masyarakat yang hadir kampanye dan mendatangi TPS; para tukang sablon dan cetak MMT mendapatkan order baru; industri percetakan dan perusahaan kurir mendapat tambahan pesanan cetak kartu suara dan jasa pengiriman; serta para saksi mendapatkan honor lagi. Mari “Berperan” aktif sebagai pemilih yang berdaulat pada Pemilu 2024, jangan “Baperan” apalagi sampai bermusuhan dengan sanak saudara dan tetangga. Oh ya jangan lupa, harus bergembira dan berkemajuan menyambut pesta demokrasi lima tahunan.
Wallahu’alam
Weleri, 12 November 2023
Analisa mantap