Gus Zuhron
Pada tahun 2007 Suara Muhammadiyah menerbitkan sebuah buku dengan judul “Manifestasi Gerakan Tarbiyah”. Buku karya Prof. Haidar Nashir ini merupakan respon terhadap maraknya ‘virus tarbiyah’ yang merangsek pada organ vital Muhammadiyah. Virus yang berasal dari Mesir itu migrasi ke Indonesia dan menjelma menjadi sebuah partai politik bernama Partai Keadilan, yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera.
Virus tarbiyah sempat menjadi benalu yang mengikis kesehatan ideologi persyarikatan. Wajah segar menawarkan tampilan permukaan yang seolah lebih Islami menjadikan sebagian kaum Muhammadiyah “kepincut” untuk menjadi bagian di dalamnya. Diam-diam mereka yang berhasil terinfiltrasi dengan ideologi trans nasional ini mulai enggan berkiprah dan cenderung menggerus bangunan Muhammadiyah.
Saat itu banyak aset Muhammadiyah yang berpindah tangan, banyak kader yang berpindah rumah dan selera bermuhammadiyah menjadi berubah. Semua lini dan tingkatan diserang dengan cara yang membius. Pelan dan pasti Muhammadiyah dibikin babak belur oleh ulah para aktor Tarbiyah yang tidak bertanggungjawab. Upaya mengkudeta Muhammadiyah dilakukan oleh orang dalam yang telah berpindah haluan secara ideologis. Gerakan mereka dibungkus dalam kemasan yang beragam sehingga menimbulkan gelombang resonansi yang cukup meluas.
Beruntung para penggerak persyarikatan segera siuman dari lelap tidurnya. Berbagai upaya untuk mengembalikan Muhammadiyah pada jalan yang benar dilakukan dengan serius, sistematis dan masif. Upaya itu meskipun agak terlambat, tetapi membuahkan hasil yang cukup menggembirakan.
Dalam konteks Pemilu 2024, tampaknya sebagian besar warga Muhammadiyah sudah melupakan sejarah. Gelombang besar permainan politik yang datang lima tahunan menyeret sebagian jama’ah dalam arus yang tidak menguntungkan Muhammadiyah. Manuver PAN memilih pasangan Prabowo- Gibran disikapi dengan mental “baperan” (bawa perasaan). Pilihan partai yang lahir dari “rahim persyarikatan” ini dianggap tidak mewakili aspirasi kebanyakan jama’ah. Akhirnya suara partai berlambang matahari ini tergerus serius dan berpindah ke partai lain. PKS dan UMMAT adalah tempat berlabuh baru bagi mereka yang kecewa dengan manuver PAN.
PKS dianggap lebih sesuai dengan selera karena mendukung salah satu paslon yang sepaham. PKS juga dianggap pejuang tangguh bagi kepentingan umat Islam. Tetapi yang banyak dilupakan oleh warga persyarikatan adalah partai ini dalam catatan sejarah pernah menggoreskan luka yang begitu dalam bagi Muhammadiyah. Bekas luka itu hakikatnya masih terasa hingga saat ini.
Residu penyimpangan ideologi masih tersisa dan berserakan dalam sudut-sudut kecil rumah Muhammadiyah. Rasanya sangat aneh jika sebagian pelaku gerakan mulai melupakan catatan hitam masa lalu itu.
Tidak dapat dipungkirI migrasi pilihan politik yang cukup masif dari sebagian warga persyarikatan sangat potensial dibaca oleh kelompok Tarbiyah sebagai modal untuk kembali membangkitkan gerakan jilid 2 yang dulu sempat gagal. Menguasai Muhammadiyah berarti menguasai sumberdaya manusia dan aset besar yang dimilikinya. Agaknya situasi ini tidak boleh dipandang enteng.
Sejarah telah berkisah bahwa perilaku mereka tidak sekedar basa-basi tetapi langkah pasti untuk meredupkan sang surya agar tidak lagi bersinar.
Waspadalah.
Kamis, 22/02/2023
*) Dosen Unimma Magelang, Sekretaris MPKSDI PWM Jateng.