KEGAGALAN CALON SENATOR “MUHAMMADIYAH”

#CatatanSoreDemokrasi

DPD itu Senator, legislator yang mewakili suatu wilayah. Setiap Provinsi diwakili 4 anggota DPD.

DPD bukan perwakilan Ormas, Yayasan, Parpol, Organisasi Profesi, dan lainnya. Mereka mewakili “rakyat” dalam satu Provinsi. Sudah tentu rakyat dalam satu provinsi memiliki keragaman kepercayaan, agama, profesi, pekerjaan, ras, suku dan kultur.

Kegagalan dan keberhasilan seorang caleg DPD yang berlatar belakang Ormas Keagamaan atau memiliki irisan ideologis dengan kelompok tertentu, tidak dengan serta merta bisa diklaim sebagai keberhasilan atau kegagalan “ormas/kelompok” tersebut untuk menjadikan seorang anggota DPD.

Kontestasi DPD pertama kali diadakan pada Pileg (Pemilu Legialatif) 2004. Seiring pelaksanaan Pilpres (Pemilihan Presiden) secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Pileg DPD dan Pilpres langsung adalah konsekuensi dari Amandemen UUD 1945.

Baca Juga:  Jangan Lupa Sejarah

MPR-RI merupakan “gabungan” dari DPR-RI dengan DPD-RI. Sebelum Amandemen UUD 1945, MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang berwenang memilih, menetapkan dan memberhentikan Presiden/Wakil Presiden. Sekarang MPR hanyalah sebagai Lembaga Tinggi Negara. Yang memilih Presiden/Wakil Presiden adalah seluruh rakyat Indonesia melalui Pemilu Presiden secara Luber Jurdil.

Meski sama-sama sebagai Lembaga Tinggi Negara, fungsi dan wewenang DPD tidak “sehebat” DPR yang memiliki fungsi Legislasi (membuat Undang-Undang), Budgeting (Menetapkan APBN) dan Controlling (Mengawasi Jalannya Pemerintahan). DPR juga memiliki hak imunitas dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya. DPR berhak bertanya dan menyatakan pendapat, memiliki hak angket dan dapat melakukan “impeachment” terhadap Presiden.

Baca Juga:  DIASPORA KADER, MANFAAT DAN TANTANGAN GLOBAL

Kegagalan atau ketidaksuksesan Kader/Warga Muhammadiyah dalam kontestasi Pileg DPD, perlu disikapi secara wajar. Tidak perlu berlebihan apalagi musti menyalahkan sesama kader/warga, staf dan karyawan AUM, guru Sekolah/Perguruan Muhammadiyah, para dosen Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA), dokter dan paramedis RSMA, atau para pengelola Panti Asuhan Yatim (PAYMA).

Silakan muhasabah diri di depan cermin. Sudah “mitayani” (pantas)-kah Caleg DPD yang berasal dari Pimpinan/Kader/Warga Muhammadiyah untuk dipilih oleh rakyat satu Provinsi yang hendak diwakilinya. Sudahkah namanya populer (dikenal) se provinsi?. Sudahkah Caleg DPD tersebut dapat diterima (akseptabel) oleh berbagai kalangan rakyat yang beragam?. Atau jangan-jangan di TPS setempat, Caleg DPD tersebut justru kalah telak dengan Caleg DPD lain.

Baca Juga:  KAMPUS DAN KRISIS LEGITIMASI

Kami teringat sebuah hadits yang diajarkan guru ngaji tatkala Madrasah Ibtidaiyah :
Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka muliakanlah tetangganya“. Sebab kebakhilan, kelumrahan dan kedermawanan seseorang pasti menjadi “catatan penting” dan “legacy” bagi tetangga dan warga untuk memilih atau tidak memilih dalam Pemilu Legislatif.

Wallahu’alam

Kopi Sore Tegalmulyo : 22/02/2024

#SKS-234KhafidSirotudin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *