MENDAYUNG TRADISIONALISME, PURITANISME DAN MODERNISME

Oleh: Rudi Pramono(Ketua MPI PDM Wonosobo)

Muludan, rajaban, sholawatan, barjanzen, manaqiban, diba’an, mujahadahan, tahlilan, yasinan, khaul, tawasullan, dst adalah tradisi spiritual Islam masyarakat kita, diajarkan dan dilestarikan oleh para ulama klasik sebagai media dakwah sekaligus juga menjadi amaliyah umat Islam Indonesia.

Tradisi budaya spiritual Islam tersebut terus hidup dan berkembang sekaligus menghadapi tantangan dijaman kemajuan teknologi informasi yang luar biasa melalui medsos mengalami gempuran hebat dari kalangan puritan seperti salafiyah wahabiyah dengan berbagai tuduhan syirik, khurafat dan bid’ah. Namun kalangan salafi tajdidiyah (modernis) seperti Muhammadiyah berusaha memilah-milah mana yang sesuai ajaran Islam mana yang tidak, moderat sebagai media dakwah dan diperlunak narasinya dengan bahasa tidak disyariatkan, tidak ada tuntunannya.

Baca Juga:  MAKNA SABAR

Kaum modernis lebih mengutamakan amaliyah transformatif dalam memberantas TBC itu dengan membangun pikiran rasional melalui sekolahan, rumah sakit dan panti asuhan. Tradisi (turats) spiritual Islam dengan segala kontroversinya itu tetap hidup dan terwariskan dari generasi ke generasi.

Tradisi ini terus hidup ditengah gempuran ‘puritanisme’ dan ‘modernisme’ karena memang dibutuhkan oleh masyarakat, sebagai sarana pemenuhan kebutuhan spiritual umat, silaturahmi, merekatkan hubungan masyarakat, kegembiraan, keakraban sosial sebagai modal sosial pembangunan kampung/ desa.

Apakah puritanisme tidak menciptakan integrasi sosial? Melalui pengajian sebetulnya bisa pula di ciptakan meskipun nuansanya tetap terasa beda lebih serius dan frontal demikian pula dengan modernisme hampir sama dengan puritanisme membangun masyarakat melalui pengajian dan pengkajian namun perbedaannya bukan dalam bentuk budaya spiritual Islam tapi Aktifisme sosial Islam: pendidikan, kesehatan, sosial, pemberdayaan masyarakat.

Baca Juga:  Tahun Baru Hiriyah: Menuju Diri yang Lebih Berkualitas

Dengan segala kelemahan dan kelebihan masing-masing, ketiganya telah menjadi khilafiyah yang menimbulkan perdebatan seru di medsos dan pergaulan sehari-hari, dan sepertinya tidak akan pernah berakhir, beragam segmen umat Islam membutuhkan, sikap menghargai dan menghormati menjadi penting untuk menjaga kohesi sosial demi tegaknya ukhuwah islamiyah.

Ragam Amaliyah Islam itu bagian dari kekayaan khazanah intelektual Islam dari masa ke masa.

Wallahu a’lam

*) Red. Fordem.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *