Oleh: Rudi Pramono – (Ketua MPI Wonosobo)
Jokowi adalah fenomena politik Indonesia terkini, sejak awal kemunculannya semua berharap besar dari figur yang sederhana dan merakyat, apalagi dia dari rakyat biasa, bukan elit partai atau militer. Karir politiknya cepat melesat dari walikota Solo, Gubernur DKI dan Presiden RI. Beliau dielu-elukan sebagai tokoh pemimpin yang jujur, sederhana, merakyat, nasionalis dan dekat dengan semua kalangan. Berjalannya waktu prestasi spektakuler terus diraihnya melalui pembangunan infrastruktur yang luar biasa dan program-program sosial (kartu-kartu dan bansos) yang menyentuh langsung masyarakat maka terpilih lagi sebagai presiden periode kedua.
Indikasi ingin memperkuat kekuasaannya diduga sejak awal sudah terlihat dengan tidak membubarkan relawan setelah pemilu selesai, logikanya seharusnya dibubarkan karena sudah diganti partai pengusung. Selain itu dalam perkembangannya juga didorong oleh kepuasaan yang sangat tinggi mencapai hampir 80% lepas dari benar atau tidak sebagai modal politik besar jokowi untuk kelanjutan kekuasaan atas nama kelanjutan program-program pembangunan dan faktor covid 19. Upaya itu ditempuh melalui perpanjangan jabatan 3 periode, menunda pemilu, namun keduanya gagal karena bertentangan dengan konstitusi dan ditolak PDIP sebagai partai pengusung. Upaya lain dengan mengendors Ganjar sebagai presiden namun keduluan PDIP sehingga beralih ke Prabowo, kudeta Partai Demokrat melalui KSP Moeldoko yang akhirnya gagal dan terakhir melalui kekuasaan, aparat dan program pemerintah, cawe-cawe ke MK dan pemilu sukses mengantarkan putranya sebagai wapres, juga menantunya jadi gubernur Sumut dan anak bungsunya dalam proses kandidat cawagub yang akhirnya terhalang oleh keputusan MK.
Yang mengherankan dalam periode kedua ini hampir semua lembaga negara, para menteri, ketua parpol/ parpol, lembaga hukum dan lembaga negara lainnya sudah ada dalam genggamannya, bungkam, tunduk mengikuti apa maunya Jokowi. Intervensi ke MK, MA, KPK, KPU, Parpol, DPR dalam penyusunan/ perubahan UU yang menguntungkan dinasti dan oligarki.
Kesaksian Prabowo dalam pidato dalam Munas PAN tentang perilaku orang yang haus kekuasaan, segala cara dilakukan, merusak demokrasi, membobol konstitusi, melucuti lembaga-lembaga negara bahkan melakukan operasi inteligen demi syahwat kekuasaan. Pidato Bahlil saat pelantikan sebagai Ketum Golkar menyebut istilah ‘Raja Jawa’ saya kasih tahu, “jangan main-main barang ini, ngeri-ngeri sedap barang ini, kita sudah lihat banyak kejadiannya, tidak perlu saya jelaskan.” dan sebuah video perkataan Jokowi sendiri yang mengakui cawe-cawe demi kepentingan keluarga, merupakan kesaksian/ syahadah dari orang-oeang dekat dan pelakunya sendiri bahwa ada keinginan melanggengkan kekuasaan demi legacy dia sendiri dan dinasti dengan kekuasaan dan merubah hukum sesuai keinginannya.
Bagaimana dia membungkam lawan politik dan menggenggam lembaga-lembaga negara yang ada dibawahnya? menurut para pengamat melalui politik sandera dengan kasus hukum, dia terlebih dahulu mendapatkan informasi inteligen tentang dapur partai politik yang kotor, selain itu juga politik balas budi memberi jabatan/penghargaan pada pimpinan parpol, sukses membungkam Partai Demokrat. Jokowi memperluas tangan-tangan politik lewat orang-orangnya yang diselundupkan ke parpol, upaya ambil alih partai Demokrat oleh KSP Moeldoko dan sukses mengkudeta Golkar menjadi bukti, selain karena lemahnya partai itu sendiri. Siapa yang melawan akan dihancurkan seperti pembubaran HTI, FPI dan peristiwa KM50, terakhir reshuffle kabinet jelang akhir jabatan tanpa alasan urgen dan mendesak, bagian dari cara-cara Jokowi untuk cawe-cawe pemerintahan presiden baru agar tetap dalam kendalinya.
Rakyat semakin tersadar, para tokoh, seniman, netizen yg semula mendukung berbalik arah, termasuk PDIP yang dulu mati-matian membela Jokowi tapi karena dikhianati oleh malinkundang lebih keras lagi melawan meski harus kita sadari juga bahwa itu tetaplah tidak murni alias faktor politik saja, kalau dulu Jokowi dalam barisan pendukung Ganjar pasti lain ceritanya. Asumsi ini diperkuat oleh pembatalan Anies tokoh pro perubahan dalam Pilkada DKI oleh PDIP di menit-menit terakhir. Sepertinya gerakan mahasiswa, rakyat dan kekuatan sipil lainnya akan berhadapan dengan kekuasaan dan semua partai dan wakil rakyat yang tidak mewakili rakyatnya.
Politik sandera, balas budi, ancaman, minta maaf saat pengajian di istana, bansos, dekat dengan rakyat, narasi baik didepan publik dan memberikan ruang kebebasan kepada masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya (populis elektoral otolitarian ) menjadi cara politik Jokowi alias Mulyono untuk melanggengkan kekuasaan melalui dinasti didukung oligarki.
Rakyatpun siap melawan yang dalam hitungan jam bisa digerakkan seperti demo menolak revisi UU Pilkada DPR yang ditempuh secara rahasia dan cepat tapi rakyat lebih cepat lagi melalui medsos membongkar kejahatan terhadap konstitusi.
Sekarang didepan acara Nasdem, Jokowi curhat mengeluh ketika datang didukung ramai-ramai ketika akan pulang ditinggalkan ramai-ramai dan berharap Nasdem mendukungnya.
Sejarah mungkin berulang, presiden Soeharto yang sangat kuat bisa lengser ketika diujung kekuasaannya di tekan oleh seluruh rakyat, krisis moneter, ditolak usulan pembentukan kabinet reformasi dan semua meninggalkannya. Berlangsung cepat tanpa sidang-sidang formal dan langsung dilimpahkan kepada wapres. Metode ini juga bisa diterapkan untuk Jokowi sebagai pembelajaran sejarah bagi generasi ke depan bahwa kekuasan yang dzalim tanpa etika dan moral akan hancur baik lewat kekuatan rakyat (ekstra parlementer) ataupun secara formal (impeacment).
“Dan demikianlah pada setiap negeri kami jadikan pembesar-pembesar yang jahat agar melakukan tipu daya di negeri itu. Tapi sesungguhnya mereka hanya menipu diri sendiri tanpa menyadarinya” (QS Al An’am : 123)
Agaknya alam akan terus bekerja sesuai jalurnya dan sekuat apapun manusia tak lain kekuasaan itu mandat dari pemilik kekuasaan dan kedaulatan sesungguhnya yaitu Allah SWT yang sewaktu-waktu berhak mengambilnya dengan mudah (QS. Ali Imran 26)
Wallahu a’lam
*) Red. Fordem.id