Margo Hutomo
Shalat adalah tiang agama, penyangga bangunan spiritual bagi jiwa manusia. Shalat adalah ucap dan gerak yang dapat melahirkan ketenangan batin, obat bagi beragam penyakit jiwa dan pengendali segala keinginan yang membisiki dada manusia. Hal ini termaktub dalam firman-Nya, artinya : “Shalat itu dapat mencegah perilaku keji dan mungkar“.
(QS. al-Ankabut : 45).
Ibadah shalat yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, adalah tiang bangunan spiritual yang mampu menampung semua inspirasi dan aspirasi serta ekspresi positif seseorang untuk berperilaku baik. Karena ucapan dan laku yang terkandung didalamnya banyak mengandung hikmah, yakni mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Sayangnya shalat sering dipandang hanya sebagai ibadah formal-ritual saja. Mulai dari takbir, rukuk, sujud, i’tidal hingga salam. Sebuah kombinasi gerakan fisik yang terkait dengan tatanan fikih. Tanpa ada spirit yang mendalam untuk memahami hakikat yang terkandung di dalam ucapan dan laku dalam shalat.
Pesan Moral Ibadah Shalat
Pertama, Latihan Kedisiplinan.
Waktu pelaksanaan shalat fardhu sudah ditentukan, sehingga kita tidak boleh seenaknya mengganti, memajukan ataupun mengundurkan waktu pelaksanaannya, yang mengakibatkan batalnya shalat kita. Hal ini melatih kita untuk berdisiplin dan sekaligus menghargai waktu.
Kedua, Latihan Kebersihan.
Sebelum shalat, seorang muslim dipersyaratkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu. Yaitu dengan berwudhu’ atau bertayamum.
Maksudnya, shalat hanya boleh dikerjakan oleh orang dalam keadaan suci dari segala bentuk najis dan kotoran. Sehingga diharapkan kita selalu berlaku bersih dan suci. Kebersihan yang dituntut bukan hanya secara fisik semata, tetapi juga non fisik. Harapannya, pelaku akan selalu menjaga kesucian batin dan kebersihan lahir, sehingga terjauh dari kezaliman.
Ketiga, Latihan Konsentrasi.
Shalat melibatkan aktivitas lisan, badan, dan pikiran secara bersamaan dalam rangka menghadap Sang Pencipta. Ketika lisan kita mengucapkan Allahu Akbar, secara serentak tangan diangkat ke atas sebagai lambang memuliakan dan membesarkan Allah. Bersamaan dengan itu, didalam pikiran kita niatkan untuk mendirikan shalat.
Keempat, Latihan Sugesti Kebaikan.
Bacaan-bacaan di dalam shalat merupakan kata-kata/kalimat yang baik dan banyak mengandung pujian sekaligus doa kepada Allah Swt.
Memuji Allah (Khalik) artinya mengakui kelemahan sebagai manusia (makhluk). Sehingga melatih kita agar senantiasa menjadi orang yang rendah hati, tidak sombong, selalu bersyukur disaat senang dan lapang, serta bersabar disaat susah dan sempit, lalu bertawakal atas takdir-Nya.
Kelima, Latihan Kebersamaan.
Dalam mengerjakan shalat sangat dianjurkan untuk berjamaah. Shalat berjamaah lebih utama 27 kali dibandingkan shalat sendiri (HR Bukhari dan Muslim).
Dari sisi psikologis, shalat berjamaah memberi terapi yang bersifat preventif maupun kuratif. Harapannya, para pelakunya dapat terhindar dari gangguan kejiwaan.
Sebenarnya, shalat bukan sekadar perkara yang bersifat formal ritual saja, melainkan ada muatan aktual. Yaitu bukti nyata berupa ketenangan batin dan akhlak mulia. Maka alangkah naifnya jika ada seseorang yang rajin menjalankan shalat, tetapi bibirnya ‘rajin’ dipenuhi ucapan kebohongan, berlaku dosa dan maksiat. Alangkah tak berharganya makna shalat apabila tidak memberikan imbas positif bagi para pelakunya.
Inilah yang dimaksudkan dengan shalat kafah. Sebuah muatan moral yang dipresentasikan melalui shalat yang membekas di kalbu, membentuk kecerdasan emosional (rohani) yang sangat tajam, kemudian melahirkan amal shalih, saling berwasiat dengan dasar kebenaran (Al Quran dan As Sunnah).
Dengan dasar kesabaran, pada gilirannya pelaku akan terjauh dari perbuatan keji dan mungkar.
Wallahu A’lam
Batang, 12 Februari 2024