IBU PENGGERAK LITERASI DARI RUMAH

Dwi Prasetyanti

Akhir-akhir ini kita sering mendengar kalimat, Indonesia darurat literasi. Kalimat yang menggambarkan rendahnya kemampuan literasi. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kesalahpahaman yang dipicu oleh rendahnya memahami literasi. Judul berita, petunjuk atau simbol dalam kehidupan sehari-hari, gagal dipahami karena ketidakmampuan memahami substansi tulisan. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu santer berita tentang penggantian seragam dari jenjang SD sampai SMA. Banyak yang ramai-ramai menyampaikan keberatan bahkan langsung menghujat kebijakan tersebut, tanpa membaca informasi secara utuh.

Masih banyak contoh lain yang menggambarkan kemampuan literasi yang memprihatinkan. Bukan hanya kemampuan memahami informasi, tapi juga kemampuan menulis. Kemudahan yang ditawarkan teknologi, membuat kemampuan menulis makin menurun. Bahasa komunikasi lewat gadget ditulis singkat kadang tak tepat sasaran. Orang makin malas mengetik panjang lebar apalagi memperhatikan kaidah penulisan. Tak masalah jika disampaikan kepada orang terdekat, teman atau keluarga. Tapi menjadi tidak sopan saat disampaikan kepada orang yang lebih tua, guru, dosen atau bahkan orang yang baru dikenal. Seorang teman pernah bercerita, betapa jengkel tiap kali ada yang chatting dengan tulisan ” P” saja. “Apa coba maksudnya? apa susahnya mengetik salam atau menyapa dengan kalimat lain,” ujarnya penuh kerisauan.

Perubahan zaman memang tak bisa dihindari. Mau tak mau kita hidup di era serba cepat, tapi sebenarnya bukan kita yang tergerus oleh zaman. Tapi bagaimana kita tetap menjadi pemegang kontrol, mampu menyiasati dengan tetap berpegang teguh pada nilai dan etika. Salah satu upaya yang bisa kita lakukan adalah tetap mengembangkan kemampuan literasi sejak dini. Dalam kurikulum merdeka, kemampuan literasi dasar menjadi capaian perkembangan sejak anak usia dini atau fase fondasi.

Pembelajaran berbasis literasi, Gerakan Literasi Nasional, adalah upaya pemerintah untuk mengembangkan literasi. Hal tersebut wajar mengingat hasil penelitian PISA (Progamme International Student Assessment) yaitu satu program untuk mengukur kemampuan literasi, matematika dan sains, anak usia sekolah di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun menempatkan Indonesia pada urutan terbawah. Baru pada tahun 2022, peringkat Indonesia meningkat menjadi peringkat ke 68 dari 81 negara. Tapi tahun 2024 ini skor kemampuan menurun dan tak sesuai target. Ada banyak penyebab mengapa anak memiliki kemampuan literasi yang rendah. Salah satu penyebabnya adalah anak-anak saat ini mengalami rentang perhatian yang pendek.

Beberapa waktu lalu wali kelas anak saya bercerita, betapa anak-anak sulit konsentrasi dan memiliki rentang perhatian yang pendek. Susah memahami kalimat dalam bentuk narasi. Anak memang sudah bisa membaca dan menulis, tapi sulit memahami isi tulisan. Saat ini anak-anak memang terbiasa menatap layar HP yang berisi reels atau video pendek.

Baca Juga:  PROBLEM KADER DAN ORGANISASI DALAM MENGAMALKAN PERINTAH ALLAH

Di satu sisi video pendek yang berseliweran di media sosial, lebih cepat menyampaikan informasi. Tapi di sisi lain anak sulit memahami informasi secara utuh. Berbeda dengan zaman kita dulu, saat surat kabar dan buku menjadi jendela informasi dunia. Dengan membaca secara utuh, membuat informasi tersampaikan secara lengkap. Melatih fokus dan rentang perhatian yang lebih lama.

Melihat fenomena tersebut, lalu apa upaya yang dapat dilakukan untuk menggerakkan kembali literasi? Menggerakkan kembali literasi sebenarnya bukan hanya tugas negara atau komunitas penggerak literasi semata. Sebagai ibu justru kitalah penggerak literasi yang sejati. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola komunikasi yang baik sejak dini, akan tumbuh menjadi anak-anak yang santun memiliki kosa kata dan kemampuan komunikasi yang baik ketika berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan literasi adalah life skill yang harus dimiliki anak, sebagai bekal kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Lalu bagaimana peran ibu atau apa saja yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kemampuan literasi sejak dini?

Berkomunikasi Sejak Dini
Ibu hamil yang terbiasa mengajak bicara janin dalam kandungan sebenarnya memiliki banyak manfaat. Janin di dalam kandungan sudah memiliki kemampuan mendengar di usia 16 pekan. Kemudian pada usia 26 pekan, janin sudah dapat merespons saat diajak bicara. Makin sering orang tua mengajak berkomunikasi sejak janin berada dalam kandungan, maka akan banyak manfaat yang didapat.

Beberapa manfaat mengajak bayi berkomunikasi dalam kandungan antara lain : mengembangkan kemampuan bahasa sejak dini, membantu perkembangan otak bayi dan menguatkan ikatan antara anak dan orang tua. Bayi yang sering diajak komunikasi dengan suara lembut, akan merasa aman, tenang dan memiliki dasar berbicara yang lebih baik. Kemampuan bahasa bayi akan terus meningkat jika ibu lebih sering mengajak berbicara, menyanyi, mendongeng atau mendengarkan murotal.

Ibu adalah pendongeng sejati. Kebiasaan ibu membacakan dongeng sebelum tidur adalah dasar literasi terbaik. Tentu kita masih ingat, betapa indah masa kecil yang dihiasi dongeng ibu sebelum tidur. Dongeng adalah bahasa cinta, ada banyak manfaat yang tersimpan. Melalui dongeng seorang ibu bisa menyampaikan banyak hal, memperkaya kosa kata dan melatih anak memahami cerita. Melalui dongeng seorang ibu juga bisa memberikan nasihat, menanamkan nilai kebaikan melalui dunia imajinasi. Pesan yang disampaikan melalui dongeng membuat anak lebih mudah memahami, daripada disampaikan secara langsung. Apalagi melalui teguran dan nada yang tinggi. Sudah pasti anak akan salah menangkap pesan.

Baca Juga:  DZALIM DAN ADIL (Bagian Kedua)

Mengembangkan literasi finansial sejak dini
Seorang ibu adalah manager keuangan keluarga. Kemampuan mengelola keperluan rumah tangga dengan baik menunjukkan kemampuan literasi finansial yang baik. Keistimewaan yang biasa dimiliki ibu adalah dasar untuk menanamkan literasi finansial kepada anak. Ibu dapat mengenalkan anak nilai uang sebagai alat transaksi dengan mengajak berbelanja. Memperlihatkan harga, menunjukkan nilai uang yang harus dibayar.

Kegiatan berbelanja juga bisa dimanfaatkan untuk belajar berhitung. Anak bisa belajar berhitung sederhana dengan cara membelanjakan uang. Selain itu kegiatan berbelanja bisa juga dimanfaatkan untuk mengenalkan ukuran dalam kehidupan sehari-hari seperti gram, kilogram dan liter, melalui barang yang dibeli. Bijak saat belanja, akan membentuk karakter kuat pada diri anak.

Kelak saat anak dewasa mereka akan lebih bijak dalam mengelola keuangan. Selain melalui kegiatan berbelanja, literasi finansial juga dapat diajarkan dengan kebiasaan menabung. Kebiasaan baik ini akan memotivasi anak-anak, mengelola keuangan dengan baik. Ibu juga bisa memberikan uang jajan kepada anak setiap pekan atau setiap bulan, agar anak bisa belajar mengelola uang dengan bijak. Melibatkan anak dalam kegiatan sehari-hari sebagai penguatan literasi.

Selain literasi bahasa dan finansial, kegiatan sehari-hari yang dilakukan ibu adalah pembelajaran literasi terbaik. Melalui kegiatan memasak, ibu secara tidak langsung mengajarkan berhitung, membaca resep, membaca komposisi atau kandungan dalam setiap bahan makanan. Mengenalkan alat dan teknologi sederhana dalam kegiatan memasak. Seperti mengenalkan kegunaan kulkas, blender, rice cooker, mixer, oven dan peralatan lain yang digunakan saat memasak.

Anak bisa dilibatkan langsung membantu kegiatan memasak di dapur. Ibu juga bisa memberi anak kesempatan untuk dapat menggunakan alat dapur dengan benar. Mengenal manfaat dan bahaya dari setiap alat yang digunakan. Pembelajaran life skill dalam kegiatan memasak, akan menguatkan literasi anak sejak dini. Membuat anak terampil memecahkan masalah dan mengenalkan kegiatan sains sederhana.

Masih banyak kegiatan lain yang bisa dilakukan untuk menguatkan literasi seperti merawat tanaman dan binatang peliharaan. Mencuci dan merawat pakaian atau membersihkan rumah bersama-sama. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan bersama anak selain menguatkan kemampuan literasi juga menanamkan karakter kemandirian, bertanggung jawab serta karakter kerja sama. Anak-anak yang diajarkan ketrampilan hidup sejak dini membuat mereka tumbuh menjadi anak yang mandiri, bertanggung jawab serta memiliki empati yang tinggi.

Baca Juga:  Mendidik Anak: Menjembatani Masa Lalu, Menyambut Masa Depan

Literasi Digital
Saat ini kita hidup di dunia digital dengan sejuta manfaat dan dampak yang ditimbulkan. Bijak dalam memanfaatkan kemudahan digital adalah langkah awal untuk menanamkan literasi digital yang baik. Anak-anak bisa dikenalkan aplikasi atau channel pendidikan yang memberi banyak manfaat. Mengajarkan cara menggunakan media sosial dengan bijak. Seperti bagaimana berkomunikasi yang sopan lewat WA atau media sosial lainnya. Membatasi waktu dalam bermain HP dan menggantinya dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat.

Ibu juga bisa mengajarkan literasi digital dengan cara menggunakan beberapa aplikasi yang memudahkan kita dalam kehidupan sehari-hari seperti, belanja online, menggunakan transportasi online, transaksi keuangan secara online seperti menggunakan M-banking, gopay, Qris atau virtual account. Literasi digital ini penting dilakukan sejak dini agar anak bisa mengikuti perkembangan zaman. Bijak dan lebih teliti dalam menggunakan aplikasi digital untuk mendukung kegiatan sehari-hari.

Literasi Budaya
Rumah adalah sekolah terbaik untuk mengenalkan budaya. Ibu bisa mengenalkan budaya melalui sajian makanan, kebiasaan baik dan kearifan lokal. Kemajuan zaman membuat anak-anak tercerabut dari budaya bangsa. Mereka lebih menyukai segala sesuatu yang berasal dari produk asing. Mengembalikan anak pada keluhuran budaya bangsa, adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Menghormati orang yang lebih tua, menghargai teman sebaya dan orang yang lebih muda, adalah tradisi yang baik. Membiasakan kembali menggunakan bahasa ibu dalam keseharian, dalam hal ini menggunakan bahasa Jawa sesuai aturan ( ngoko, kromo, kromo inggil ) dengan memperhatikan unggah-ungguh adalah salah satu upaya menjaga budaya positif.

Begitu banyak peran yang dapat ibu lakukan sebagai penggerak literasi. Jika anak dibekali kemampuan literasi sejak dini maka anak akan tumbuh menjadi generasi cerdas bernalar kritis. Semoga semua ibu menyadari dan bersungguh-sungguh menjalani peran mulia ini. Kita perlu berbangga sebab mewariskan kemampuan literasi, adalah mewariskan sebuah peradaban.

*) Dwi Prasetyanti, S.Pd, Guru TK ABA Pembina Salatiga, Guru Penggerak Kota Salatiga Angkatan 8

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *