Oleh: Rudi Pramono
Fordem.id – Lewat momen-momen seperti Milad, Muktamar, Musyda para penggerak Persyarikatan dan AUM beserta seluruh warga, sejenak refreshing, gembira dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Dalam momen tersebut diadakan pertandingan olahraga, dan lomba ketrampilan/seni. Bukan kompetensi untuk menang-menangan, tetapi sebagai ajang untuk saling belajar, bertukar pengalaman, mempererat persaudaraan dan bergembira bersama.
Aktifisme menjadi pilihan Muhammadiyah dalam mencapai tujuannya. Aktifisme dalam Muhammadiyah butuh pergerakan, pembaharuan, energi, inovasi, waktu dan biaya. Suatu perjuangan yang tidak mudah ditengah kesibukan pekerjaan, keluarga dan masyarakat. Berbeda dengan pilihan spiritualisme dan kebudayaan ormas Islam lain yang menghadirkan ketenangan, kedamaian dan kesenangan.
“Menjadi Kader Muhammadiyah memang berat, kalau tidak kuat lebih baik pulang” demikian kurang lebih kata Jendral Soedirman. Ketika kita memilih Muhammadiyah yang identitasnya adalah sebuah gerakan Islam (haroqoh islamiyah/Aktifisme) maka harus siap, punya modal iman, ilmu, amal, sabar, ikhlas dan jihad. Disisi Allah tentunya ada ‘perhitungan sendiri’ dengan mereka yang memilih berada di ‘langit-langit spiritual’ dengan yang ‘berjibaku di bumi.’ Dalam Al Qur’an mereka yang beriman dan beramal akan diganjar Surga Jannatun Na’im
Dalam konteks keduniawian (al umur ad dunya) kemanusiaan tidaklah kita lupakan, sejak awal Muhammadiyah bersikap wasathiyah tengahan dalam pengertian yang seluas-luasnya. Dalam konteks relasi berorganisasi, selain ada mekanisme juga dialog antara konsep dengan realita, ada kompromi antara idea dengan fakta, ada keseimbangan atau kesinambungan antara ghirah perjuangan dengan realita sosial ekonomi para penggerak Persyarikatan, ada faktor psikologis dan humanis yang menjadi pertimbangan, biasanya orang lebih senang yang ‘ringan-ringan’ daripada berpikir berat, ketawa lepas, bergurau dengan ‘cair’. Selain itu dalam dinamika organisasi ada kebutuhan untuk merekatkan hubungan karena aktifitas mudah menimbulkan gesekan dan kesalahpahaman. Semuanya seyogyanya terwadahi dalam semua aktifitas persyarikatan.
Dengan karakternya sebagai pembaharu dan modernis sesungguhnya Muhammadiyah punya potensi untuk memikat dan merengkuh anak muda, namun dalam pelaksanaannya butuh kemampuan berinteraksi, memahami, memberikan ruang dan layanan kepada anak muda. Bila Muhamadiyah sukses mengelola anak muda maka masa depan Persyarikatan sudah ada dalam genggaman.
Melalui FMM yang dilembagakan serta ‘Teras Cemara’ Kantor PDM Wonosobo sebagai ‘simbol perkaderan’ yang terus direvitalisasi/digitalisasi sesuai atmosfir generasi muda Islam dan terus diperluas ke Cabang/Ranting/Masjid maka Persyarikatan akan menatap masa depan dengan cerah.
Selamat Milad ke 112 dan Sukses Festival Milad Muhammadiyah (FMM) Daerah Wonosobo, Oktober- Nopember 2024
Terus Berpikir, Beramal dan Bergembira Bersama Persyarikatan
Wallahu a’lam