Imam Sutomo
Anak hadir ke dunia melalui rahim ibu, tidak ada yang lewat perut gendut bapak, kecuali cerita dagelan. Kalimat singkat itu tidak menimbulkan reaksi getaran emosi bagi pembaca, seperti datar saja, tidak susah atau takut sampai berkeringat. Proses kelahiran sudah berlalu, peristiwa lama yang tidak pernah dialami secara sadar kurang memberi respons empati, meskipun oleh pribadi berjenis kelamin perempuan.
Berbeda dengan ibu yang pernah mengalami langsung proses melahirkan bayi (maaf, ada yang tidak kapok mengulang berkali-kali) menahan seribu jenis rasa sakit tak terperikan berbaur menjadi satu. Ibaratnya nyeri ngilunya semua gigi dan sariawan di rongga mulut masih kalah sakit dengan proses berdarah-darah saat keluarnya jabang bayi dari rahim ibu.
Kecanggihan perkembangan teknologi modern bidang kesehatan telah mengurangi rasa stres ibu dalam proses persalinan.
Dalam kenyataan, proses kelahiran bayi dari seorang ibu melibatkan sejumlah pihak berkompeten bersiaga penuh berhari-hari untuk mengawalnya. Ibu sebagai pelaku tunggal yang berjihad (supaya tampak seram) hidup-mati untuk penyelamatan bayi dari ruang gelap ke alam terang benderang. Sungguhpun banyak suami saleh yang tidak tahan mendengar tangis pilu istrinya, tetapi baru Rhoma Irama, satu penyanyi di dunia yang secara terbuka siap menggantikan posisi istri untuk melahirkan putranya.
Risiko tidak terelakkan mungkin terjadi ibu dan bayinya meninggal, atau hanya satu yang diselamatkan, tetapi suami yang baik berdoa agar istri sehat selamat dan bayi yang ditunggu lahir normal.
Sejarah berlimpah cerita pengorbanan ibu dalam penyelamatan anak dan penyebaran nilai-nilai kemanusiaan. Kesetiaan istri Nabi Ibrahim yang harus berjuang sendiri di gurun pasir tandus sampai melahirkan putranya dan membuahkan cerita tentang asal muasal air zamzam. Sejarah Siti Hajar yang berdoa kepada Tuhan dan putranya (Ismail) yang taat menjadi simbol pengorbanan yang terus disuarakan setiap bulan Zulhijah.
Sebelumnya, kisah Nabi Ibrahim rela dibakar panas api seakan mengakhiri perjuangan menegakkan kebenaran, tetapi episode kehidupan Nabi Ibrahim tidak terhenti oleh eksekusi Raja Namrud.
Cerita lanjutannya, batin ibu Nabi Ibrahim tidak akan tega anak terkasih harus mati melalui proses yang menyakitkan. Suara perempuan benar-benar didengar Tuhan, dalam bahasa cinta universal permintaan nekat Ibunda Ibrahim di luar nalar. Saat Ibrahim akan dibakar, Ibu Ibrahim berkata: “Wahai anakku, aku ingin sekali menemuimu. Mohonlah kepada Allah untuk menyelamatkanku dari panasnya api yang ada di sekitarmu”. Ibrahim menjawab: “Baiklah”. Sang Ibu pun dapat menemui Ibrahim dan tidak tersentuh sedikit pun oleh panasnya api. Setelah sampai di sana, ia pun memeluk dan menciumnya, lalu kembali (Ibnu Katsir, 2007 : 199).
Dua perempuan (Ibu Nabi Ibrahim dan istrinya) mampu menunjukkan kegigihan mengatasi puncak kesulitan persoalan yang dihadapi dengan mengadu kepada Tuhan sebagai Penyelamat.
Cerita dunia tidak lurus-lurus atau baik melulu, meskipun hidup dalam lingkungan keluarga religius. Sulit dibayangkan otak normal bahwa seorang perawan hidup dalam pingitan tiba-tiba hamil tanpa seorang lelaki pun yang dikenalinya. Gadis Maryam yang taat beribadah terkaget-kaget ketika secara mendadak diberitakan oleh Malaikat Jibril akan hamil melahirkan, padahal belum bersuami. Betapa malu dirinya terhadap keluarga menghadapi gunjingan ‘buzzer’ yang membabi buta melempar isu hoaks melalui media “getok tular” (belum dikenal medsos virtual) yang mencoreng nama baik keluarga Imran.
Maryam profil perempuan suci, tekun beribadah yang dimuliakan namanya sepanjang zaman (Surah Āli ‘Imrān [3]:42) makin memperkuat statemen bahwa kemampuan seseorang mengatasi besarnya ujian yang menimpa, makin menaikkan derajat kemuliaan dirinya. Betapapun belum populer istilah ‘character assassination’ (pembunuhan karakter) tetapi gerombolan penyebar framing “perempuan pelacur” sangat menjatuhkan mental Maryam.
Rintihan Maryam tertulis dalam Al-Qur’an (Maryam [19]:23), Yâ laitanî mittu qabla hâẑâ wa kuntu nas-yan(m) mansiyyâ (“Oh, seandainya aku mati sebelum ini dan menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan [selama-lamanya”]). Kalimat putus asa pasti akan muncul dari seseorang yang tidak tahan dengan gempuran fitnah, sementara dirinya tidak mampu menjelaskan kepada pembencinya. Sampai hari ini pengorbanan gadis Maryam tetap dikenang sebagai perempuan suci yang dihormati oleh pemeluk berbagai agama di dunia. Termasuk keistimewaan Maryam adalah satu-satunya perempuan yang disebut sebagai “nama” surah dalam Al-Qur’an dan kisah lengkap Maryam tersebar secara eksplisit dalam beberapa surah (Tim Penyusun, 2009 : 86-89).
Keberadaan ‘Aisyah sebagai istri Rasulullah sering diposisikan sebagai perempuan cerdas dan sumber informasi periwayatan hadis. Kisah menarik antara dorongan hasrat alamiah manusia dan kepatuhan berpegang pada ajaran agama diperlihatkan dalam kisah menghitung hari dalam sebulan.
Suatu saat Nabi pernah bersumpah untuk tidak mendatangi istri-istrinya selama satu bulan. Beliau mengasingkan diri di suatu tempat. Tentu saja para istri beliau merasa rindu kepadanya. Setelah 29 hari berlalu, beliau mendatangi ‘Aisyah dan memulai giliran darinya. Mestinya ‘Aisyah merasa sangat senang bertemu dengan Rasulullah Saw. Namun, ‘Aisyah malah diam seribu bahasa sehingga hampir saja membuat Nabi marah.
Ternyata, ‘Aisyah justru mengkhawatirkan Nabi telah melanggar sumpahnya. Apa yang akhirnya dikatakan ‘Aisyah kali pertama? Ia berkata, “Rasulullah telah bersumpah untuk tidak mendatangi kami selama sebulan, padahal dalam hitunganku ini baru 29 hari.” Rasulullah Saw. lantas tersenyum dan berkata, “Bulan ini berjumlah 29 hari, duhai ‘Aisyah”. Ternyata ‘Aisyah salah menyangka bahwa jumlah hari pada bulan tersebut hanya 29, bukan 30 (Priyatna & Rahayu, 2014 : 191-192).
Dalam konteks Indonesia, rerata suami berupaya cermat menghitung jumlah hari kalender Masehi dalam urusan “pertemuan” dengan istri, karena dianggap sebagai kebutuhan primer yang tidak tergantikan.
Gelar “Ummul Mukminin” kepada ‘Aisyah bukan hanya dalam konteks sebagai istri Rasulullah, tetapi ‘Aisyah memang dapat menjadi teladan perempuan progresif yang selalu terbuka untuk menambah pengetahuan serta keteguhan berpegang pada doktrin agama. Banyak contoh ritual ibadah bersandar pada periwayatan ‘Aisyah, demikian pula rangkuman doa yang dibaca sebagai amaliah harian atau waktu khusus. Sekiranya (pengandaian yang mustahil) Sayyidah ‘Aisyah yang alim, cerdas, berakhlak mulia berkumpul dengan ibu-ibu era digital, pastilah bisa beradaptasi dengan gadget canggih, hanya saja Sayyidah ‘Aisyah mungkin lebih menyukai diam mendengarkan orang yang sedang berbicara di depannya sebagai penghormatan, tidak sibuk sendiri dolanan ponsel.
Perempuan hebat berbalut kasih sayang dan kelembutan paling menonjol dalam berbagai kisah nyata atau rekaan, walaupun tidak sedikit perempuan berperilaku sebaliknya kepada suami dan anak-anak. Lelaki (khususnya yang tipe pendiam) mendambakan perempuan penurut, lembut, tidak banyak omong, tidak suka mengatur, atau tidak berani melawan perintah suami. Jarang dikemukakan perilaku perempuan yang kritis ditampilkan sebagai sebuah karakter yang bagus untuk kasus bersifat khusus.
Kisah Khaulah binti Tsa’labah, sahabat wanita mulia akhlaknya, banyak berdoa, menangis, dan mengadu kepada Rasulullah Saw. tentang persoalan yang menimpa rumah tangganya. Berawal dari gagal komunikasi, sang suami, Aus bin Samit mengatakan dengan nada marah, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku”. Maksud tersurat kalimat itu sang suami tidak akan menggauli istrinya lagi, sebagaimana ia tidak akan menggauli ibunya. Tradisi masyarakat Arab dengan kalimat tersebut setara penjatuhan talak kepada perempuan yang berimplikasi memperpanjang penderitaan istri.
Khaulah tersentak, gelisah, sehingga berusaha menenteramkan rasa gundahnya menghadap Rasulullah. Suara batin perempuan yang sangat mencintai suaminya itu tidak cukup puas jawaban dari Rasulullah, tetapi naik banding mengadu kepada Allah dan benar-benar didengar Allah Swt. menjadi sebab turun ayat Al-Qur’an (Al-Mujādalah [58]:1) tentang kasus ẓihar (Hamami, 2015: 269). Nama surahnya bermakna “perempuan yang mengajukan gugatan” sebuah ungkapan berupa pertanyaan tentang perkara yang tidak sesuai dengan pikirannya.
Keberanian dan kejeniusan Khaulah yang dirugikan hak-haknya dengan menyampaikan protes itu menjadi dasar adaptasi nama ẓihar era Arab tradisional yang diperbarui dengan hukum Islam. Khaulah bersatu kembali dengan suami dengan penuh sukacita setelah menerima penjelasan Rasulullah Saw. dan penyelesaian kafarah (denda) ẓihar berkat bantuan sahabat yang berharta.
Dunia perempuan adalah hutan lebat yang belum terjamah seutuhnya, kecuali permukaannya. Esensi terdalam masih belum terungkap tuntas, bahkan tetap tersimpan sampai Kiamat bila perempuan bergeming tidak menuliskannya. Hanya sedikit wanita mau menulis perihal keperempuanan, selebihnya laki-laki yang latah mencoba menulisnya dan perlu dikritisi isinya. “Apa yang ditulis jelas bias menggambarkan khayal lelaki, belum pengetahuan sempurna sebagaimana perempuan yang langsung mengalaminya,” penuturan perempuan yang lebih fasih berbicara panjang ketimbang menuliskannya.
Seorang penulis (lagi-lagi laki-laki) mengumpulkan sedikitnya 35 tokoh sahabat perempuan yang mempunyai sisi kehebatan masing-masing untuk membangun masyarakat muslim.
Nama Zainab binti Jahsy seorang wanita bertubuh pendek, sangat cantik, rajin bekerja, tekun beribadah, suka bersedekah dari harta peninggalannya sendiri (Ar-Rawi, 2015 : 115). Al-Qur’an memaparkan kisah hidup sekaligus deklarasi Islam tentang “tabannî” (adopsi, hak pengangkatan anak dan perawatannya) tanpa menghilangkan nama ayah kandungnya sendiri.
Rasulullah membuat contoh budak yang dipungut dan dididik seperti anak kandung sendiri, tetapi tetap dengan nama lengkap Zaid bin Haritsah.
Jagat perempuan perlu dibuka, diteliti, dikaji secara komprehensif oleh para perempuan yang mempunyai hobi bidang penulisan. Apa pun yang melekat dalam pribadi perempuan selalu memikat untuk didiskusikan, sebagai lahan kajian akademik atau kebutuhan praktis ekonomis. Jangan pernah abai dengan ihwal keperempuanan karena kenikmatan kebahagiaan duniawi lebih gampang dirasakan jika perempuan terlibat di dalamnya.
Tulisan mini “Doa Perempuan Didengar Tuhan” belum selesai, masih edisi persiapan, dapat dikembangkan dengan tulisan dari perspektif yang berbeda, khususnya pendapat ibu rumah tangga berpengalaman. Kisah tragis Malin Kundang layak didiskusikan karena perlu dipertanyakan benarkah ibu yang berbudi luhur mengutuk Malin menjadi batu? Psikolog dan psikiater dapat membantu untuk memeriksa kejiwaan ibunda Malin Kundang dalam kondisi stabil atau didera depresi berat saat merapal kutukan?
Satu keberhasilan yang pasti, *pembuat cerita telah menyelipkan pesan moral dengan menyihir penikmat dongeng bahwa “doa ibu yang baik atau jelek didengar oleh Tuhan”.
Sabtu, 29 Juni 2024
*) Prof. Dr. H. Imam Sutomo. Guru Besar UIN Salatiga, Ketua PDM Salatiga 2010-2015, 2015-2022.
Daftar Bacaan
Hamami, Bassam Muhammad. (2015). Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam. Terj. Kaserun Ar-Rahman. Jakarta: Qisthi Press.
Katsir, Ibnu. (2007). Kisah Para Nabi dan Rasul. Terj. Abu Hudzaifah. Jakarta: Pustaka As-Sunnah.
Priyatna, Haris, & Rahayu, Lisdy. (2014). Perempuan yang Menggetarkan Surga. Yogyakarta: Mizania.
Ar-Rawi, Umar Ahmad. (2015). Wanita-Wanita Kebanggaan Islam. Terj. Abd. Rosyad Shiddiq. Jakarta: Akbar Media.
Tim Penyusun. (2009). Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir Al-Qur’an Tematik). Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur′an.
https://play.google. com/store/apps/details?id=com.quran. kemenag
https://tafsiralquran. id/ayat-ayat-zihar-dan -kisah-romantis-khaulah-bint-tsalabah-dibaliknya/