MILKUL YAMIN

(Sebuah Renungan)

Margo Hutomo

Milkul Yamin secara tekstual artinya budak, dan secara kontekstual artinya hubungan badan antara tuan pemilik budak dengan budak miliknya. Dan hal ini dibolehkan pada awal perkembangan Islam, tetapi kemudian tidak dibolehkan oleh Nabi saw. sebab madharatnya yang sangat besar.
Membolehkan berhubungan badan di luar nikah tidak bisa dikiaskan dengan keberadaan budak yang dibolehkan disetubuhi pada awal perkembangan Islam. Sebab mereka itu merupakan tawanan perang dari kaum kafir yang wajib dilindungi oleh tuannya dengan dimerdekakan atau disetubuhi, kemudian lahir anak yang berstatus merdeka.

Kaum liberal telah mengkiaskan bolehnya seseorang menggauli patnernya atau pacarnya dengan budak, tentu tidak benar apalagi tepat dan merupakan bentuk pembodohan terhadap umat Islam

Allah Swt.berfirman:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ . إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.”
(Qs. Al-Mukminun: 5-6)

UAyat diatas oleh kaum liberal dimanfaatkan untuk mengabsahkan hubungan seks tanpa proses nikah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw.

Baca Juga:  JANGAN BERHENTI MENJADI ORANG BAIK

Lalu apakah mereka itu punya anak perempuan atau punya saudara perempuan? Relakah anak perempuan dan saudara perempuan mereka dizinahi di luar status pernikahan? Tentunya mereka tidak membolehkan.

Kaum liberal telah menafsirkan ayat diatas dengan asal-asalan, sehingga karena itu mereka membolehkan berhubungan badan di luar nikah (membolehkan berzina), padahal tasfir ayat ini justru tidak membolehkan berzina.
Al-Qurthubi berkata menjelaskan tafsir ayat ini:

وهذا يقتضي تحريم الزنا وما قلناه من الاستنماء ونكاح المتعة

Hal ini berkonsekuensi haramnya zina, demikian juga haramnya onani/masturbasi dan nikah mut’ah.
[Lihat Tafsir Al-Qurthubi]

Terdapat beberapa dalil yang menyebutkan bahwa nikah mut’ah telah diharamkan hingga hari kiamat. Dari Rabi` bin Sabrah, dari ayahnya, bahwasanya ia bersama Rasulullah saw., lalu Beliau bersabda:

ياَ أَيَّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الاسْتِمْتاَعِ مِنَ النِّسَاءِ , وَ إِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ , فَمَنْ كاَنَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخْلِ سَبِيْلَهُ , وَ لَا تَأْخُذُوْا مِمَّا آتَيْتمُوْهُنَّ شَيْئاً ” .

Baca Juga:  MUHAMMADIYAH BAIKNYA MENERIMA ATAU MENOLAK TAMBANG ?

Wahai, sekalian manusia. Sebelumnya aku telah mengizinkan kalian melakukan mut’ah dengan wanita. Sesungguhnya Allah swt. telah mengharamkannya hingga hari Kiamat. Barang siapa yang mempunyai sesuatu pada mereka, maka biarkanlah! Jangan ambil sedikitpun dari apa yang telah diberikan”.
[HR. Muslim]

Beliau juga berkata,

أَمَرَناَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم باِلْمُتْعَةِ عَامَ اْلفَتْحِ حِيْنَ دَخَلْنَا مَكَّةَ ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ حَتَّى نَهَاناَ عَنْهَا

Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk mut’ah pada masa penaklukan kota Mekkah, ketika kami memasuki Mekkah. Belum kami keluar, Beliau saw. telah mengharamkannya atas kami”. [HR. Muslim]

Sebuah riwayat dari Abu Umamah ra. bercerita, “Suatu hari ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi saw. seraya berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina!”.
Orang-orang pun bergegas mendatanginya dan menghardiknya, mereka berkata, “Diam kamu, diam!”.

Rasulullah saw. berkata, “Mendekatlah”. Pemuda tadi mendekati beliau dan duduk.
Rasulullah saw. bertanya, “Relakah engkau jika ibumu dizinai orang lain?”.
“Tidak demi Allah, wahai Rasul”, sahut pemuda tersebut.
“Begitu pula orang lain tidak rela kalau ibu mereka dizinai”.

Baca Juga:  SERTIFIKAT HALAL

“Relakah engkau jika putrimu dizinai orang?”.
“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”.
“Begitu pula orang lain tidak rela jika putri mereka dizinai”.

“Relakah engkau jika saudari kandungmu dizinai?”.
“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”.
“Begitu pula orang lain tidak rela jika saudara perempuan mereka dizinai”.

“Relakah engkau jika bibi (dari jalur bapakmu) dizinai?”.
“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”.
“Begitu pula orang lain tidak rela jika bibi mereka dizinai”.

“Relakah engkau jika bibi (dari jalur ibumu) dizinai?”.
“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”.
“Begitu pula orang lain tidak rela jika bibi mereka dizinai”.

Lalu Rasulullah saw. meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut sembari berkata, “Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikanlah hatinya dan jagalah kemaluannya”.
Setelah kejadian tersebut, pemuda itu tidak pernah lagi tertarik untuk berbuat zina”.
[HR. Ahmad, shahih, Ash-Shahihah I/713 no. 370]

Wallahu A’lam
Batang, September 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *