Menyambung Hati, Membangun Asa

Today's Inspiration Bagian Keduapuluh Delapan

#Teacher’s Inspiration Serial 08

Oleh: Lukman Hakim

Fordem.id – Pola hubungan dan interaksi guru dengan murid sebenarnya bukan hanya hubungan struktural antara pengajar dan yang diajar. Bukan hanya kepentingan untuk menyampaikan materi ajar kepada yang diajar. Tetapi guru harus mampu membangun hubungan emosional atau interaksi guru dan murid harus melibatkan rasa. Dengan kata lain ,kita pinjam istilah group band Andra and the back Bone, guru harus “main hati”. Melibatkan rasa atau main hati memang bisa menjebak pada arah subyektifitas. Frasa main hati mungkin dianggap oleh sebagian orang jadi tidak baik, tetapi kita yakin bahwa seorang guru bisa memainkan hati atau subyektifitas pada konteks kebaikan. Karena setiap hari guru berhadapan dengan beragam karakter siswa, dari yang mudah diarahkan hingga yang menantang batas kesabaran. Namun di situlah seni mengajar sebenarnya dimulai: ketika kita mampu menjangkau hati mereka yang sulit. Karena keragaman karakter dan potensi yang dimiliki siswa, maka guru harus memperlakukan atau memberikan treatment yang berbeda pada setiap murid yang memiliki potensi yang dan karakter yang berbeda. Menghadapi siswa pendiam tentu harus berbeda strategi dengan ketika menghadapi murid yang sangat ekspresif dan demonstratif.

“When you have a difficult, disrespectful, and defiant student, my biggest tip for you… is to have lots of conversations with them when they are not in trouble.”
(Steele, 2022:8)

Percakapan sederhana, di luar jam pelajaran, saat tidak ada konflik, menjadi jembatan yang menghubungkan kita dengan dunia siswa. Di sanalah benih kepercayaan tumbuh, dan dari kepercayaan itu, hubungan yang sehat tercipta. Hubungan baik itu adalah kunci untuk mengurangi konfrontasi di masa depan.

Baca Juga:  GURU YANG LAPANG, PELAJARAN YANG HIDUP

Kita mungkin tidak selalu mampu mengubah siswa dengan satu kalimat, tetapi kita bisa menanam harapan lewat satu obrolan penuh empati. Karena “Jika kamu hanya berkomunikasi, kamu bisa bertahan. Tetapi, jika kamu berkomunikasi dengan terampil, kamu dapat melakukan keajaiban.”

Maka kualitas pengajaran kita tidak hanya diukur dari RPP atau nilai ujian, tetapi dari kualitas komunikasi kita. Kualitas hidupmu adalah kualitas komunikasimu. Jika kita mampu menyambungkan hati, maka kita bisa mengeliminir potensi konflik yang mungkin timbul. Orang Jawa bijak berkata, “Wong yen dipangku mati,” artinya: ketika seseorang merasa diperhatikan dan dipeluk dalam kasih, ia luluh dan tak lagi keras kepala.

Baca Juga:  Buku Antara Godaan dan Kemuliaan

Mari, Bapak/Ibu Guru, kita ubah ruang kelas menjadi taman komunikasi. Tempat siswa tidak hanya belajar, tetapi juga merasa aman untuk tumbuh. Karena sejatinya, di balik setiap perilaku sulit, ada hati yang menunggu untuk dipahami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *