Margo Hutomo
Kita tentu sering mendengar kata sabar. Bahkan kata ini banyak dipakai untuk nama orang, seperti : Sabar, Sabri, Subur. Kata ini, “sabar/as-shabru” pada awalnya merupakan bahasa Arab, dan telah lama diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia.
Kata “sabar” bisa berarti “al-hasbu” (menahan) dan “al-man’u” (mencegah). Lawan kata dari keduanya adalah “al-jaz’u” (keluh kesah).
Jika dikatakan “shabara-shabran”, maka maksudnya “tegar dan tidak berkeluh kesah”. “Shabara” berarti menunggu.
Contoh lain, jika disebut : “shabara nafsahu”, dapat berarti “menahan diri dan mengekangnya”. Kata “shabartu shabran” dapat diartikan “aku menahan diriku dalam berkeluh kesah”.
Puasa atau “shaum” dalam Bahasa Arab, disebut juga dengan sabar. Sebab di dalamnya mengandung makna menahan diri dari makanan, minuman dan berhubungan badan bagi suami-istri (jima’).
Dari asal kata ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa makna kata “sabar” adalah “mencegah dan menahan diri dari berkeluh kesah, menahan lisan dari mengeluh, dan menjaga anggota badan dari perbuatan mengamuk”.
Sabar merupakan kekuatan jiwa. Siapa yang bisa bersabar, maka keadaan jiwanya relatif akan stabil dan akhlaknya juga menjadi baik. Mereka yang sabar, mampu menahan gelombang cobaan dan tantangan kehidupan.
Seberat apapun cobaan yang diberikan Allah, yakin tidak akan pernah melebihi dari kemampuan kita untuk melewatinya. Artinya, kita pasti dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Allah Swt berfirman, artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah : 286)
Ada kisah tentang seorang perempuan yang tanamannya rusak karena badai. Namun karena ia bersabar, akhirnya apa yang telah hilang itu diganti oleh Allah dengan yang lebih baik.
Salah seorang ulama, Al-Barqy (Abu Abdillah Ahmad bin Ja’far bin Abdu Rabbih bin Hasan) pernah berkata, “Saya melihat seorang perempuan di dusun. Saat itu, salju sudah turun dan semua tanamannya habis, rusak karena salju tersebut. banyak orang yang datang untuk menghibur dan menampakan rasa prihatin.”
Tak seberapa lama kemudian, perempuan tersebut menengadahkan pandangannya ke langit dan berdo’a : “Ya Allah, Engkaulah satu-satunya-yang dapat diharapkan oleh mahluk-Mu yang terbaik (yaitu manusia). Berada di tanganMu pengganti dari apa-apa (tanaman) yang telah rusak. Maka, berbuatlah untuk kami sesuai dengan sifat yang Engkau miliki (Pengasih, Penyayang). Sungguh, rizki kami ada pada-Mu, harapan kami pun hanya kepada-Mu.”
Tak lama setelah itu, datang seorang kaya dan dermawan dari daerah tersebut. Dan setelah mendapat informasi tentang apa yang terjadi, orang tersebut memberikan uang untuk si perempuan tadi sebesar lima ratus dinar.
Demikianlah, kalau kita bersabar, seperti dikutip dari Al-Faraj Ba’das-Syiddah 1/181. Selalu saja ada ganti yang terbaik. Nah, sudahkah kita bersabar atas masalah yang ada dihadapan kita?
Wallahu A’lam
Batang, 16 Maret 2024