Margo Hutomo
Allah Swt berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ( الحجرٰت : ١٢)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berburuk sangka (kecurigaan) karena sebagian dari berburuk sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang lain dan jangan menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kaum suka memakan daging saudaranya yang sudah mati ?, maka tentulah kamu merasa jijik kepada- nya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Hujurat [49] : 12)
Ghibah (gosip) adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, yang merujuk pada perbuatan menggunjing, mencaci, atau mengkritik seseorang di belakangnya. Terutama ketika orang tersebut tidak hadir.
Ghibah tidak hanya terbatas pada sekadar berbicara tentang orang lain, tetapi juga mencakup memaparkan aib atau kesalahan orang lain, dengan niat buruk atau tanpa alasan yang sah.
Secara etimologis, kata “ghibah” berasal dari akar kata “ghaaba” yang berarti “berbicara tentang seseorang disaat ia absen”. Oleh karena itu, arti ghibah melibatkan perbincangan yang tidak adil, dan tidak bermoral tentang seseorang.
Ghibah seringkali melibatkan niat buruk, seperti ingin merusak reputasi atau mendapatkan kepuasan dari kelemahan atau kesalahan orang lain. Ghibah sendiri dapat merusak hubungan antara individu dan juga antar kelompok.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ghibah artinya membicarakan keburukan (keaiban) orang lain; bergunjing.
Menurut Ibnu Mas’ud, ghibah adalah menyebutkan apa yang diketahui pada orang lain, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan. Menurut Syaikh Salim al-Hilali, ghibah adalah menyebutkan aib orang lain dan dia dalam keadaan tidak hadir di hadapan engkau.
Imam Nawawi berkata dalam kitab Al-Adzkar, mengikuti pandangan Al-Ghazali, bahwa ghibah adalah menceritakan tentang seseorang dengan sesuatu yang dibencinya, baik badannya, agamanya, perilakunya, hartanya, orang tuanya, anaknya, istrinya, pembantunya, raut mukanya yang berseri atau masam, atau hal lain yang berkaitan dengan penyebutan seseorang, baik dengan lafad (verbal), tanda, ataupun isyarat. Jadi, ghibah adalah perbuatan zalim yang diibaratkan seperti memakan bangkai saudaranya sendiri.
Menurut M. Quraish Shihab dalam buku “Jawaban Adalah Cinta“, arti ghibah yaitu menyebut keburukan seseorang ketika yang bersangkutan tidak hadir, walaupun keburukan itu benar adanya selama yang bersangkutan tidak senang bila dibicarakan.
Ghibah dapat terjadi secara lisan, tulisan, atau bahkan dengan bahasa tubuh.
Secara lisan, ghibah terjadi saat sekelompok orang membicarakan keburukan orang lain yang tidak ada disana. Sementara dalam bentuk tulisan, ghibah bisa berbentuk surat atau bentuk publikasi apapun dalam berbagai medium. Sementara ghibah yang disalurkan melalui bahasa tubuh biasanya ditandai dengan isyarat, ekspresi wajah, gerakan tubuh tertentu, atau menirukan tingkah laku seseorang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
Di zaman modern ini, seiring semakin canggihnya alat komunikasi, ghibah dapat ditampilkan dengan cara yang begitu lembut. Sehingga konsumen yang memiliki akses terhadap informasi tersebut, tidak merasa telah melakukan perbuatan ghibah. Dan ajaran Islam mengharamkan tindakan ini. Alasannya, meskipun informasi atau berita yang disampaikannya itu benar, tetapi tetap saja menimbulkan kerugian bagi orang lain. Apalagi jika pemberitaannya tidak benar, bisa menimbulkan fitnah.
Dalam surat An-Nur Ayat 19 Allah telah berfirman, artinya: “Siapapun yang gemar menceritakan atau menyebarluaskan kejelekan (keburukan, aib) saudara muslim kepada orang lain, maka dia diancam dengan siksa yang pedih di dunia dan akhirat.”
Rasulullah Saw juga melarang umatnya melakukan ghibah. Diriwayatkan dalam hadist Tirmidzi, Rasulullah Saw bersabda:
“Orang Islam itu saudara bagi orang Islam lain, jangan saling mengkhianati, jangan saling membohongi, dan jangan saling merendahkan. Setiap muslim atas muslim yang lain itu haram rahasianya, hartanya dan darahnya, taqwa itu ada di sini (dalam hati) cukup seseorang dikatakan jelek jika memandang rendah saudaranya muslim“.
Dari Abu Barzah Al Aslamy berkata; Rasulullah Saw bersabda: “Wahai orang yang imannya masih sebatas lisannya dan belum masuk ke hati, janganlah kalian mengghibah (menggunjing) orang-orang muslim, janganlah kalian mencari-cari aurat (‘aib) mereka. Karena barang siapa yang selalu mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah akan membongkar kesalahannya, serta barang siapa yang diungkap auratnya oleh Allah, maka Dia akan memperlihatkannya (aibnya) di rumahnya.”
Wallahu A’lam
Batang, 20 Maret 2024