Kesenjangan Teknologi Digital dan Kesehatan Mental Masyarakat Urban: Tinjauan Literatur

Oleh : D. Romadhon – IMM Purbalingga

Fordem.id – Sudah sewajarnya bagi setiap orang untuk menganggap kesehatan sebagai hal yang penting dalam hidup mereka. Hal inilah yang membuat orang mencari berbagai macam informasi tentang kesehatan mereka. Di masa lalu, nenek moyang kita dapat bertahan hidup tanpa bantuan media. Metode tradisional dan alami juga menjadi pilihan utama untuk meningkatkan faktor kesehatan keluarga. Meskipun demikian, fenomena ini belum tentu terjadi di zaman modern. Realita saat ini menunjukkan bahwa informasi menyebar kian cepat ke masyarakat umum. Adanya berbagai media informasi yang dapat diakses secara online membuat informasi menyebar dengan cepat.

 

Penelitian yang dilakukan oleh Mochamad, Badra, dan Yuli (2012) menunjukkan bahwa penyebaran informasi dapat dilakukan dengan cepat dan mudah di era globalisasi. Kondisi ini disebabkan oleh kemajuan teknologi. Pada zaman dahulu, informasi hanya dapat diperoleh dengan bertemu dengan orang yang akan memberikannya. Namun, dewasa ini informasi dapat dengan cepat diakses melalui internet, televisi, dan radio. Kecepatan penyebaran informasi ini juga dapat memberikan peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang tepat (Mochamad, Badra, & Yuli, 2012).

 

Baru-baru ini, istilah kesenjangan digital telah mengalami pergeseran makna. Kesenjangan digital saat ini tidak hanya didasarkan pada akses yang dimiliki oleh pengguna, tetapi juga pada keahlian pengguna dalam menggunakan teknologi. Kesenjangan digital mengacu pada kesenjangan ekonomi dan sosial terkait akses, penggunaan, atau dampak teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sedangkan kesenjangan teknologi mengacu pada kesenjangan antara negara berkembang dan negara maju dalam hal akses dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di tingkat internasional. Hal ini menunjukkan perbedaan antara kelompok orang dalam hal keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan internet secara efektif. Selain itu, kesenjangan digital juga mencakup perbedaan dalam kemampuan pengguna untuk memanfaatkan konektivitas internet mereka, bukan hanya akses ke broadband (internet berkecepatan tinggi). Di negara berkembang, kesenjangan digital dapat diartikan sebagai kesenjangan keahlian digital. Adopsi teknologi di kota-kota besar terjadi dengan cepat, sehingga terdapat kesenjangan digital antara wilayah. Berdasarkan World Digital Competitiveness Ranking tahun 2021 (IMD 2020), Indonesia menempati peringkat 53 dari 64 negara.

 

Kesenjangan digital semakin menjadi topik yang relevan dalam diskusi sosial dan ekonomi global. Di era kontemporer yang ditandai dengan kemajuan pesat dalam teknologi informasi, perbedaan dalam akses dan penggunaan teknologi antara daerah perkotaan dan perdesaan semakin terlihat mencolok. Kesenjangan teknologi merujuk pada ketidakmampuan individu atau kelompok di kota untuk memperoleh akses yang memadai terhadap sumber daya dan kesempatan teknologi, seperti akses internet, perangkat komputer, atau telepon pintar. Apabila melihat kondisi di masyarakat urban bisa dijumpai bahwa belum terjadinya pemerataan hak yang sama untuk mendapatkan akses teknologi yang ada, masyarakat masih belum semuanya mengerti bagaimana dapat mengakses perangkat-perangkat yang disediakan untuk umum, hal ini bisa terjadi akibat kurangnya sosialisasi dari pemangku kepentingan terkait di tingkat kota.

 

Kesenjangan teknologi juga dapat disebabkan oleh faktor seperti ketidakmampuan finansial untuk mengikuti perkembangan yang begitu cepat, hal ini terjadi ketika semakin masifnya pertumbuhan teknologi dengan melahirkan seri-seri terbaru di setiap saat, seperti perusahaan bersaing untuk terus menggeber produk-produk unggulan agar bisa mendapatkan value yang lebih di masyarakat, namun kondisi yang ada justru seolah menjadi beban ketika tidak semua keluarga di perkotaan berada dalam garis ekonomi yang memadai, mereka yang semakin hari semakin tertinggal akan kian terasa kesenjangan dari dampak ketidakmampuan finanfsial tersebut. Faktor lain juga seperti kurangnya infrastruktur teknologi dan kurangnya keterampilan digital.

 

Perubahan gaya hidup dan perkembangan teknologi telah memberikan kontribusi signifikan terhadap kehidupan masyarakat urban. Penggunaan media sosial dan tekanan informasi yang terus menerus dapat memengaruhi kesehatan mental, terutama pada generasi muda. Di mana orang dapat dengan mudah mendapatkan fasilitas dan informasi kesehatan, pasti lebih menyadari pentingnya kesehatan dibandingkan dengan daerah pinggiran atau pelosok. Kondisi perkotaan yang kurang baik, gaya hidup yang tidak sehat, serta kurangnya akses terhadap ruang terbuka hijau juga dapat menjadi salah satu faktor risiko penyebab munculnya gangguan kesehatan mental.

 

Kesehatan mental adalah kondisi di mana seseorang dapat mencapai kesejahteraan dalam aspek mentalnya. Hal ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan secara keseluruhan termasuk dari kesehatan fisik. Gangguan mental, seperti kecemasan, suasana hati, psikotik, dan makanan, dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik. Skizofrenia, sebagai contoh gangguan mental yang serius, dapat menyebabkan kesulitan membedakan realitas dengan khayalan. Data dari Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan bahwa lebih dari 19 juta penduduk Indonesia di atas usia 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, sementara lebih dari 12 juta orang dalam rentang usia yang sama mengalami depresi.

 

Gangguan mental ini dapat meningkatkan risiko perilaku berbahaya seperti bunuh diri. Studi Badan Litbangkes pada tahun 2016 mencatat sekitar 1.800 kasus bunuh diri setiap tahunnya di Indonesia, dengan rata-rata lima kasus per tahun. Lebih menyedihkan lagi, sebagian besar pelaku bunuh diri berusia 10-39 tahun, yang merupakan kelompok usia remaja dan produktif. Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 20% dari total populasi penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, menurut data dari laman Sehat Negeriku Kemenkes.

 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa sehat adalah ketika seseorang tidak menderita penyakit fisik, mental, atau dasar manusia untuk berpikir, berinteraksi satu sama lain, dan hidup. Kesehatan fisik dan mental seseorang dipengaruhi secara langsung oleh kualitas hidup mereka. Terkadang, kesehatan mental adalah komponen penting yang kurang diperhatikan. Kesehatan mental dapat memengaruhi semua aspek kesehatan manusia lainnya secara langsung maupun tidak langsung, sesuai dengan tiga komponen kesehatan manusia lainnya.  Data WHO menunjukkan satu dari dua orang di dunia mengalami kondisi kesehatan mental yang terganggu. Selain itu, lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia akan mengalami gangguan kesehatan mental dalam sepuluh tahun mendatang, menurut WHO. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Montreal Imaging Stress Task, masyarakat urban lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental sebesar dua belas persen dibandingkan dengan penduduk pedesaan.

 

Masyarakat urban menghadapi banyak tantangan yang mengancam kesehatan mental mereka. Beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental masyarakat urban meliputi: (a) Gaya hidup: gaya hidup yang tidak sehat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental bagi penduduk kota, (b) kondisi perkotaan: kondisi perkotaan seperti kerusakan lingkungan, polusi udara, dan kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan mental masyarakat, (c) kesenjangan sosial: kesehatan mental masyarakat dapat dipengaruhi oleh perasaan ketidakadilan, kesenjangan sosial, dan diskriminasi, (d) kesejahteraan fisik: kesejahteraan fisik, seperti kualitas udara dan kesehatan fisik, dapat mempengaruhi kesehatan mental masyarakat urban. Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan dan beban pikiran pada generasi muda, karena masifnya berita-berita yang terus bertebaran masuk.

 

Dengan kemajuan teknologi informasi yang pesat, gerakan kesehatan mental masyarakat urban menghadapi tantangan dan peluang. Teknologi dan media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cara orang berpikir dan gaya hidup masyarakat. Namun, jika teknologi tidak digunakan dengan bijak, dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan gaya hidup masyarakat. Kesenjangan digital juga dapat memperburuk masalah ini karena perbedaan akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi dapat mempengaruhi kesejahteraan mental masyarakat. Namun, ada peluang untuk mengatasi masalah ini dengan mengintegrasikan pelayanan kesehatan mental dan teknologi, serta mengembangkan ruang publik yang dapat meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental masyarakat. Pemerintah juga berupaya untuk mengatasi kesenjangan digital dengan memperkuat infrastruktur digital, mengembangkan talenta digital, dan membuat regulasi yang tepat. ***