BELAJAR DARI CHINA (Bagian Kedua)

Oleh: Ahwan Fanani

Fordem.id – Di era mobil listrik (EV), China menunjukkan dominasi yang mencengangkan dunia. Mobil-mobil China dulu, yang dibuat dengan mengakuisisi atau bekerjasama dengan perusahaan Amerika dan Eropa, memang awalnya dipandang inferior dibandingkan mobil buatan Jepang, Italia, Jerman, atau Amerika. Tetapi, pada era mobil listrik, teknologi China mengalahkan Eropa sehingga Eropa melakukan proteksi dengan mensyaratkan alih teknologi. Ketika China menolak, Uni Eropa melakukan sanksi dengan pengenaan tarif bea masuk produk China yang tinggi.

Langkah tersebut ternyata menjadi bumerang. China bisa membalas dengan melakukan kenaikan tarif pada mobil-mobil Jerman yang pasar terbesarnya ada di China. Tidak berhenti di situ, China juga melakukan pembatasan impor daging babi dari negara-negara Eropa yang mengganggu mata rantai penjualan ternak para petani Italia, Belanda dan lainnya. Hal yang sama dilakukan China terhadap sanksi kebaikan tarif yang dilakukan oleh Amerika.

Baca Juga:  SUMBANGAN DANA SOSIAL BERHADIAH (Bagian 1)

China membalas dengan membatasi impor jagung dari Amerika dan menghentikan ekspor barang-barang baku industri hi-tech, seperti germanium, antimon, dan gallium ke Amerika. Untuk kebutuhan produk pertanian, China mampu mengintensifkan produksi dalam negeri plus impor dari negara-negara Amerika Latin.

Barang-barang tersebut dipakai untuk pembuatan semi konduktor, serat fiber, serat optik dan lainnya yang dipakai dalam industri militer maupun alat-alat teknologi. China menguasai 60-65% pasar barang-barang tersebut sehingga penghentian ekspor barang-barang itu akan membuat industri hi-tech Amerika kesulitan dan mungkin terhambat pengembangannya. China bisa melakukan itu karena kemampuannya untuk bekerjasama dan mengakses sumber daya alam berbagai negara.

Contohnya nikel. Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia. Namun, hampir semua produk nikel itu lari ke China yang bisa dipergunakan untuk industri China maupun diekspor. Ini adalah kemampuan China untuk menguasai produksi dari hulu ke hilir, dari bahan baku hingga barang jadi.

Baca Juga:  BANK SYARIAH, APA SYARU-AH

Bersama negara-negara BRICS, China mulai meninggalkan penggunaan US Dolar. Bahkan cadangan devisa yang berupa surat hutang Amerika banyak dijual dan digantikan cadangan emas. Hal yang sama dilakukan Rusia. Dengan cara tersebut, peran dollar sebagai aset dan cadangan negara semakin berkurang.

Meski China tidak punya ideologi ekspansi wilayah atau ekspor ideologi, seperti negara-negara Barat, tetapi Amerika dan Eropa membaca perkembangan China itu sebagai ancaman. Belum lagi diplomasi China sangat kuat di negara-negara Asia, Afrika hingga Amerika Latin.

Pada tahun 2010, misalnya, saat Panitia Hadiah Nobel menganugerahkan Nobel kepada sastrawan kritis China, maka China menjadi marah. Atas seruannya, 18 negara dari 63 negara keduluan menolak untuk menghadiri upacara penyerahan hadiah. Itu menunjukkan kuatnya diplomasi China, selain statusnya sebagai Anggota Tetap DK PBB.

Terlepas dari kontroversi China sebagai ancaman bagi beberapa negara, peran China cukup besar bagi pembangunan negara-negara berkembang, yang karena pemerintahnya dipandang tidak demokratis, kesulitan untuk mendapatkan bantuan negara-negara Barat. Di Afrika dan Asia, China membantu pembangunan infrastruktur dengan pola kerjasama.

Baca Juga:  BANK SYARIAH BUKAN 'TASBIH PENJERAT UMAT'

Berbeda dengan Barat yang menyerahkan pembangunan itu kepada para pemain bisnis swasta. China menggunakan BUMN-nya dalam kerjasama tersebut.

Bahkan China berani dan mau bekerjasama dengan Afghanistan di bawah kepemimpinan Taliban, saat negara lain takut kepada Amerika dan pesimis dengan kondisi Afghanistan.

Teknologi pertanian China mampu membuat tanah tidak produktif menjadi bisa ditanami. Di negara-negara Afrika, pertanian padi dilakukan dengan bantuan China. Meski dituduh melakukan jebakan hutang dan lainnya, China memberi bukti nyata pembangunan fisik dan ekonomi di negara-negara yang miskin. Sekarang banyak negara Afrika yang memiliki infrastruktur yang semakin baik.

*) Sekretaris MTT PWM Jateng, Guru Besar UIN Walisongo Semarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *