ANTARA RASIONALITAS, EMOSIONALITAS DAN PRAGMATISME PEMILIH DALAM PILKADA

Oleh: Rudi Pramono

Bagaimana Pemilih Warga Muhammadiyah ?

Fordem.id – Pilkada adalah momentum penting dalam demokrasi dimana rakyat memilih pemimpinnya. Nasib bangsa/daerah kedepan ditentukan sejauh mana kualitas pemimpinnya.

Kita berharap calon pemimpin yang mendapatkan elektabilitas tinggi (pemenang pemilu) ditopang oleh etikabilitas dan kapabilitas yang tinggi.

Faktor tersebut akan didapatkan kalau kita merupakan pemilih yang etis, kritis dan rasional, namun membangun kesadaran politik tersebut tidaklah mudah perlu pendidikan politik yang masif dan keteladan aktor politik.

Setidaknya ada 3 faktor orang memilih dalam Pemilu :

1. Rasionalitas

Menelaah dan membandingkan visi, misi, program para calon, realistis, terukur dan menjawab semua permasalahan masyarakat atau konsep belaka tanpa implementasi yang kongkrit. Bagi kelompok ini debat calon menjadi referensi utama dalam menentukan pilihan untuk mengetahui kapabilitas, intelektualitas dan moralitas calon, untuk dia tagih dalam periode kedepan dan tidak akan dipilih lagi bila ingkar janji (obyektif). Selain itu mereka juga melihat rekam jejak, prestasi dan keteladanan moral calon.

2. Emosionalitas

Memilih karena kedekatan psikologis baik karena hubungan keluarga, pertemanan, organisasi, partai, kedaerahan. Ada hubungan personal dalam pergaulan dan pengalaman dengan calon tersebut yang sifatnya subyektif selain itu faktor ketokohan dan kharisma calon.

3. Pragmatis

Menentukan pilihan karena faktor pragmatis (praktis, cepat, hasil dan instan) dan transaksional lewat media amplop, bansos, sarpras, infrastruktur, tukar tambah, proyek, keuntungan pribadi/golongan, namun tidak selalu berkonotasi negatif, ketika pragmatis adalah untuk keadilan dana kesejahteraan umat, rakyat dan bangsa.

Lantas bagaimana dengan pemilih dari warga Muhammadiyah ? Sebagai sebuah gerakan Islam yang membawa misi amar ma’ruf nahi Munkar dan basis nilai sejarah yang panjang sebagai haraqah Islamiyah Berkemajuan, maka kita dorong agar pemilih Muhammadiyah bersikap kritis, etis dan rasional dalam memilih pemimpin.

Namun dalam realitasnya tidak mudah, Muhammadiyah dengan dakwah dan amal usaha yang demikian besar dan luas akan terkait dengan kebijakan politik pemerintah. Sehingga pilihan pragmatis untuk kepentingan umat menjadi penting dalam proses memilih pemimpin.

Jadi pemilih Muhammadiyah ada dalam 2 dorongan, pertama, idealisme (etis, kritis dan rasional) dan 2. Realistis (pragmatis) dalam satu tarikan napas dalam memilih pemimpin. Muhammadiyah akan memilih pemimpin yang tingkat keterpilihannya tinggi tapi juga etis dan rasional dalam arti ketika Muhammadiyah mendapatkan ‘kue kekuasaan’ tetap tidak mengabaikan nilai-nilai etika dan aturan yang berlaku dalam relasinya dengan pemerintah.

Wallahu a’lam