Oleh: Gus Zuhron
Fordem.id – Kisruh polemik dugaan ijazah palsu Jokowi masih terus bergulir. Publik diseret pada posisi berhadap- hadapan antara pihak yang mendukung dan pihak yang menentang Jokowi. Polemik kali ini tidak sederhana, meskipun masalah yang dipersoalkan sebenarnya sangat sederhana.
Sederet aktivis beken dan puluhan pengacara berjamaah melawan mantan orang nomor satu di negeri ini. Bahkan sekelas Pak Amien Rais ikut meramaikan keruwetan situasi. Pihak yang terseret dalam kasus ini juga semakin melebar. Para dosen, Rektor, UGM secara institusi, SLTA tempat Jokowi sekolah dan sebagainya.
Temuan demi temuan yang disuguhkan dalam forum-forum diskusi cukup meyakinkan bahwa para penggugat berada dalam posisi yang benar. Berbagai kejanggalan yang muncul dari mulai foto ijazah, jenis font, skripsi, jurusan yang diambil, pejabat dekan, dosen pembimbing skripsi dan seterusnya semakin menguatkan dugaan kepalsuan ijazah.
Dilain pihak, para pendukung Jokowi mencoba menghadirkan para sahabat saat kuliah dengan dokumen foto kenangan yang cukup meyakinkan. Uji laboratorium forensik Mabes Polri telah merilis keaslian ijazah dan diumumkan ke publik. Hasil uji Mabes Polri ternyata belum juga meredakan situasi.
Upaya melawan balik dengan melaporkan pihak-pihak yang menyoal ijazah telah dilakukan. Proses hukum terus berjalan dan belum ada kepastian akan berakhir. Para penonton dibuat penasaran dengan drama seri yang episodenya cukup panjang. Masyarakat mencoba menerka kira-kira ujung cerita akan dimenangkan oleh siapa.
Kalau pemenangnya adalah penguasa berarti alur kisahnya biasa saja. Tetapi kalau pemenangnya adalah kelompok oposisi berarti ada sentuhan baru skenario dari kisah yang sedang bergulir.
Kita mencoba berandai-andai. Bagaimana jika ternyata ijazah Jokowi memang asli dan ada bukti yang sangat meyakinkan untuk mendukung keaslian itu. Bukankah tuduhan yang selama ini terus disuarakan lebih pada sikap kebencian dan upaya membunuh karakter seseorang. Lebih jauh para pihak yang menuduh akan terdegradasi kredibilitasnya, dipertanyakan kapasitas intelektualnya dan berpotensi dipidanakan karena telah menyebarkan berita hoax. Pemandangan semacam ini jelas semakin menunjukkan kultur kumuh demokrasi.
Bagaimana jika ternyata tuduhan kepalsuan ijazah itu benar. Ada sederet lembaga negara yang dipertanyakan karena telah meloloskan orang Solo melaju pada kontestasi pilkada hingga pilihan Presiden. Kredibilitas verifikator runtuh dan jatuh disebabkan ulah satu orang yang sejak awal telah menyita perhatian publik. Seluruh rakyat berhasil dibohongi oleh wajah innocence penuh misteri. Ini adalah potret buram dalam proses pembentukan keadaban politik Indonesia.
Lepas dari tarik-menarik kebenaran yang sedang berlangsung. Ada hal yang perlu kita renungkan lebih dalam. Sejak kapan terminologi kepalsuan menjadi pembahasan menarik dan menyita waktu banyak pihak. Seolah amnesia sedang menyelimuti masyarakat tentang budaya kepalsuan.
Apa yang tidak palsu di negeri ini? Sertifikat tanah bisa dipalsukan, cerita ijazah palsu sudah lama kita dengar. Oli palsu, minyak sawit palsu, BBM palsu, SIM palsu, STNK dan BPKB palsu, Sertifikat Toefle palsu, janji kampanye palsu, penampilan palsu, obat palsu, surat keterangan palsu, Profesor palsu, pejabat publik palsu, sejarah palsu, beragama palsu dan masih banyak palsu-palsu yang lain.
Lalu kenapa tiba-tiba kita menjadi sangat peduli dengan kepalsuan. Palsu seperti parasit yang telah lama bersemayam dan sulit dihilangkan. Palsu seolah menjadi budaya yang telah dianggap lazim dalam masyarakat. Orang sulit membedakan mana yang asli dan mana yang palsu. Karena keduanya sudah sangat identik dan menyatu.
Bisa jadi kelompok yang menggugat dan yang tergugat hakikatnya sama-sama palsu. Maka tidak perlu heboh merespon kisruh soal ijazah mantan Presiden. Bersikap wajar dan biasa saja. Anggap saja ijazah yang diperoleh seperti membuat SIM, hasilnya asli meskipun prosesnya palsu. Siapa yang salah? Ah…pura-pura gak tahu ya…he…he.
Rumah Sanggrahan, Kamis, 05 Juni 2025 pukul 05.56 WIB…masih meneliti bagian mana dari diri ini yang palsu.
*) Sekretaris MPKSDI PWM Jateng, Dosen AIK Unimma Magelang.