KESANDUNG GELUNG, KESRIMPET JARIK

Oleh: Khafid Sirotudin

Fordem.id – Di sebuah meja warung kopi, empat orang sedang “ngrasani” (ngerumpi, gosip) seorang guru besar (ustadz) yang sedang “gandrung” (kesandung gelung) dengan seorang perempuan muda beranak dua. Gandrung berarti tergila-gila, sangat cinta habis-habisan. Menurut mereka, tidak “tinemu nalar” (tidak logis, tidak masuk akal sehat) mengingat istrinya lebih baik secara strata sosial dan ekonomi, tingkat pendidikan maupun penampilan.

Dalam bahasa Jawa, ngrasani bermakna membicarakan (kebaikan dan keburukan) orang lain. Namun pada umumnya membicarakan hal negatif, kejelekan dan aib orang lain. Namanya juga gosip, semakin digosok semakin sip. Apalagi yang menjadi obyek pembicaraan seorang tomas (tokoh masyarakat) dan toga (tokoh agama).

Orang Jawa ketika ngrasani orang lain di tempat terbuka, biasanya menggunakan ungkapan tertentu. Berupa kalimat pendek yang mengandung pesan, nasihat, nilai luhur atau pelajaran hidup yang telah diwariskan secara turun temurun. Bisa berupa sanepan atau paribasan (peribahasa).

Sanepan merupakan gaya bahasa Jawa yang menyampaikan maksud melalui sindiran atau ungkapan yang lebih halus. Dalam penggunaannya, gaya bahasa ini banyak mengandalkan bahasa “kromo inggil”, disertai sedikit unsur “kromo mudho”, dan sangat jarang memakai bahasa “ngoko”. Sebagai bentuk kiasan atau perumpamaan, sanepan sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, terutama saat memberikan nasihat atau teguran secara tidak langsung.

Gelung adalah sanggul perempuan yang dilingkarkan di kepala bagian belakang dan biasanya ditambah konde. Jarik (jarit) adalah kain panjang biasanya bermotif batik yang dipakai wanita.

Kesandung Gelung, Kesrimpet Jarik dan Kejiret Cawet

Kesandung gelung, kesrimpet jarik dan kejiret cawet merupakan sanepan yang menggambarkan seorang laki-laki atau suami yang sedang gandrung terhadap seorang perempuan yang bukan istrinya.

Ketiga sanepan tersebut sebenarnya untuk memberikan peringatan agar para suami hati-hati dan tidak jatuh pada godaan perempuan yang bukan istrinya. Ada beberapa faktor penyebab lelaki dan perempuan melakukan hal itu. Biasa terjadi pada masa pubertas kedua, bisa karena daya tarik tubuh yang aduhai, atau faktor ekonomi. Kesandung gelung kadangkala berawal dari iseng, saling menggoda diantara keduanya. Sebab tidak bakalan terjadi dan berbunyi apabila bertepuk sebelah tangan.

Sesuai kodratnya, lelaki memiliki kelemahan pada matanya, sedangkan wanita pada telinganya. Laki-laki mudah terkesima dengan penampilan luar perempuan: lebih cantik, berisi dan wangi. Sirkel pergaulan dan komunitas dapat menjadi faktor pemicu dan pemacu. Padahal semua itu semu dan membuat pelaku kehilangan akal sehat. Ada pula yang berawal dari candaan, saling chating, curhat dan berujung gandrung. Seperti lirik lagu “wong yen lagi gandrung, tak peduli njebluke gunung” (orang yang sedang gandrung tak peduli meletusnya gunung).

Pria yang “kesandung gelung” masih lebih mudah dan memungkinkan untuk dipisahkan dengan wanita idaman. Asalkan konde dicabut, maka rambut panjangnya akan langsung terurai. Menjadi semakin rumit dan sulit jika sudah memasuki tahap “kesrimpet jarik”. Bisa-bisa semua gaji dikorbankan untuk memenuhi semua permintaan selingkuhan. Gaji penghasilan bulanan yang seharusnya dinafkahkan buat istri dan anak-anaknya menjadi berkurang, bahkan sangat mungkin tidak kebagian. Akal sehatnya mulai hilang dan hidupnya makin kehilangan arah.

Kondisi yang paling sulit diurai dan diperbaiki ketika lelaki telah sampai di tahap “kejiret cawet” (terjerat celana dalam). Tidak hanya keluarga (istri dan anak-anak) yang dikorbankan, namun status sosial, ekonomi, jabatan dan moral pun sudah diabaikan.

Para sesepuh memberikan piturur luhur agar para lelaki berhati-hati dan mampu menjaga diri agar tidak terjatuh dengan cobaan dan godaan hidup berupa harta, tahta dan wanita. Kita boleh yakin dengan kesalehan seseorang, tetapi kita tidak boleh percaya dengan setan yang mengelilinginya dari berbagai sisi. Salah satunya berupa lawan jenis yang nampak lebih menarik dan indah dari istri yang telah dimiliki. Kita boleh mengingat petuah yang tertulis di bak truk yang berjalan di depan mobil kita: “Jangan Meninggalkan yang Baik, Demi yang Menarik”.

Melihat data perceraian di Jawa Tengah tahun 2024 sebanyak 64.937 (BPS), mengungkapkan adanya tambahan duda dan janda baru sebanyak 64.937 orang. Ada Lima faktor penyebab utama perceraian yaitu pertengkaran terus menerus, ekonomi, meninggalkan salah satu pihak, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), dan kecanduan alkohol/judi/narkoba. Dimana Empat faktor diantaranya memiliki keterkaitan kuat sebagai pemicu kesandung gelung dan kejiret jarik.

Kami pernah diberi “ijazah” oleh KH. Habib Ihsanudin, Ketua MUI Boyolali, kyai Sepuh dan pendiri Ponpes Al-Huda, Doglo, Candigatak, Cepogo agar terhindar dari kesandung gelung perempuan. “Gus yen sliramu weruh wong ayu nang njobo omah sik marakke syahwat, ndang bali omah keloni bojomu (Mas jika anda melihat wanita cantik di luar rumah yang membuatmu bersyahwat, segera pulang ke rumah dan berhubungan badan dengan istrimu)”.

Semoga kita terhindar dari sanepan kesandung gelung, kesrimpet jarik dan kejiret cawet.

Wallahul musta’an

Yogyakarta, 12 Juli 2025