Belajar dari Nabi Sulaiman: Program MBG Sebaiknya Dikaji Lagi Keberlanjutannya

Oleh: Hatib RachmawanDosen Ilmu Hadis FAI Universitas Ahmad Dahlan

Fordem.id – Di Indonesia, terdapat sebuah tradisi unik yang telah berlangsung lama, yakni Jumat Berkah. Tradisi ini identik dengan makan siang gratis pada hari Jumat, baik yang diselenggarakan oleh individu, masjid, maupun pedagang yang memberikan diskon besar pada dagangannya. Pada hari itu, berbagai bentuk amal kebaikan diobral dengan harapan mendapatkan keberkahan dalam hidup, jaminan surga, serta pahala yang besar untuk tabungan di akhirat.

Tradisi ini tampaknya tidak akan hilang, karena ia mencerminkan potret filantropi bangsa ini. Di dalamnya terdapat nilai kepedulian, welas asih, semangat gotong royong, dan altruisme. Nilai-nilai ini memperlihatkan betapa kuatnya rasa kemanusiaan dalam masyarakat kita.

Belajar dari Kisah Nabi Sulaiman

Ketika masih kecil, kisah ini sering menjadi dongeng penghantar tidur. Namun, baru belakangan disadari bahwa kisah ini berasal dari Israiliyat, sehingga dapat dikategorikan sebagai fiksi yang mengesankan. Meskipun fiksi, bukan berarti tidak memiliki nilai moral atau kebenaran di dalamnya. Berikut adalah kisahnya:

Dahulu, ada seorang raja yang sangat kaya raya, bernama Sulaiman. Ia menguasai Timur dan Barat, serta dikenal sebagai penguasa yang saleh dan peduli terhadap rakyatnya. Tidak hanya manusia, bahkan jin dan semut pun diperhatikannya. Oleh karena itu, ketika sang raja bertitah, tidak ada yang berani membantahnya.

Suatu hari, Nabi Sulaiman ingin menjamu seluruh rakyatnya. Ia khawatir masih ada yang kelaparan, dan tidak ingin ada yang mengalami stunting. Semua rakyat harus kenyang. Oleh karena itu, ia memerintahkan agar keesokan harinya diadakan Jumat Berkah, di mana makan siang bergizi akan dibagikan secara gratis.

Para menteri dan pejabat kerajaan segera mempersiapkan segalanya. Lapangan telah dipenuhi dengan berbagai hidangan. Undangan telah tersebar luas. Sang raja menegaskan bahwa tidak boleh ada satu pun rakyatnya yang tidak kebagian makanan.

Tibalah hari yang dinanti. Rakyat hewan mendapat giliran pertama untuk makan. Semua hewan telah kenyang, kecuali satu ekor ikan raksasa yang terus makan tanpa henti. Makanan yang telah disiapkan habis tak bersisa, sehingga jatah makanan bagi rakyat manusia pun lenyap.

Kekacauan pun terjadi. Rakyat manusia melakukan demonstrasi, menuntut janji sang raja. Namun, Raja Sulaiman kehabisan alasan karena tidak ada lagi makanan yang tersisa. Akhirnya, ia bertobat kepada Allah, menyadari bahwa kekayaannya tidak mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya. Ia belajar bahwa hanya Allah-lah yang Maha Kaya dan Maha Pemberi Rezeki.

Nilai Moral dari Kisah Nabi Sulaiman

Meskipun kisah ini bersifat fiksi, nilai moralnya tetap relevan dan penuh hikmah. Beberapa pelajaran yang dapat kita ambil antara lain:

1. Kekayaan tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan manusia. Tidak peduli seberapa banyak seseorang memiliki harta, manusia selalu merasa kurang dan ingin lebih.

2. Jangan terlalu percaya diri dengan kekuasaan dan kekayaan. Bahkan dalam hal yang tampak sederhana, seseorang bisa gagal.

3. Rezeki setiap makhluk ada di tangan Tuhan. Manusia hanya bisa berusaha, tetapi hasil akhirnya tetap bergantung pada ketetapan-Nya.

4. Jangan mudah membuat janji yang sulit ditepati. Sebaiknya lakukan kebaikan semaksimal mungkin dalam batas kemampuan, tanpa harus memberi janji yang sulit direalisasikan.

Prabowo dan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Prabowo merupakan program yang sangat mulia. Namun, seperti halnya kisah Raja Sulaiman, program ini penuh dengan tantangan dan polemik di berbagai aspek. Beberapa masalah utama yang dihadapi antara lain:

1. Sasaran yang tidak jelas. Program ini membutuhkan sistem pendataan yang akurat agar makanan benar-benar diberikan kepada mereka yang membutuhkan.

2. Kualitas menu yang belum memenuhi standar gizi. Beberapa laporan menyebutkan bahwa makanan yang diberikan kurang bergizi dan tidak memenuhi standar nutrisi yang ideal.

3. Anggaran yang sangat besar. Program ini menelan biaya yang luar biasa tinggi. Jika tidak dikelola dengan baik, ada risiko pemborosan atau ketidakefisienan dalam penggunaannya.

Program ini sejatinya memiliki kesamaan dengan kisah Nabi Sulaiman yang ingin memberi makan seluruh rakyatnya, tetapi akhirnya menghadapi keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, program ini perlu dikaji ulang secara matang. Tidak perlu dipaksakan jika memang tidak memungkinkan. Jika evaluasi menunjukkan bahwa program ini tidak dapat berjalan secara berkelanjutan, maka lebih baik dihentikan dan pemerintah sebaiknya meminta maaf kepada rakyat.

Bukan berarti ide berbagi makanan harus dihapus sepenuhnya. Sebaliknya, alokasi anggaran dapat diarahkan pada program yang lebih konkret dan berdampak nyata, seperti menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Dengan demikian, masyarakat memiliki kesempatan untuk memperoleh penghasilan sendiri dan membeli makanan yang layak sesuai kebutuhan mereka.

Program MBG adalah inisiatif yang baik, tetapi perlu evaluasi yang mendalam. Belajar dari kisah Nabi Sulaiman, tidak semua niat baik dapat direalisasikan dengan sempurna tanpa perencanaan yang matang. Dalam konteks kebijakan publik, yang terpenting adalah memastikan program berjalan efektif dan tidak membebani keuangan negara tanpa manfaat yang jelas bagi masyarakat. Oleh karena itu, sebelum melanjutkan program ini, sebaiknya dilakukan kajian ulang agar benar-benar memberikan manfaat yang optimal bagi rakyat Indonesia.