Oleh: Suwatno – (Anggota JSM Banyumas)
Sudah lebih 100 tahun Muhammadiyah berdiri, membawa angin perubahan dalam banyak aspek kehidupan umat dan masyarakat Indonesia. Dalam perjalanan panjangnya, Muhammadiyah dikenal dengan ribuan Amal Usaha di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, hingga panti asuhan Muhammadiyah- Aisyiyah yang tersebar luas, telah memberikan kontribusi nyata bagi bangsa.
Namun, dibalik semua pencapaian ini, terdapat tantangan besar yang masih membayangi potensi organisasi ini, khususnya di tingkat Cabang (kecamatan) dan Ranting (desa). Ranting-ranting Muhammadiyah yang seharusnya menjadi fondasi dakwah di akar rumput seolah terabaikan, bahkan tampak “dibonsai” dalam hal pengembangan amal usaha dan kontribusi nyata bagi kesejahteraan warga Muhammadiyah di pedesaan. Kondisi ini menjadi gambaran bahwa Muhammadiyah yang begitu prestisius di level atas, justru masih belum kuat di tingkat bawah. Masalah ini harus segera diatasi jika Muhammadiyah ingin terus relevan dan berdaya.
Prestasi di Pusat, Keropos di Ranting
Dalam sejarahnya, Muhammadiyah telah menorehkan jejak yang gemilang di bidang pendidikan hingga kesehatan. Lembaga pendidikan Muhammadiyah, seperti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), dikenal sebagai universitas yang berkualitas, menghasilkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing tinggi. Begitu pula dengan amal usaha RSMA yang menjadi tumpuan pelayanan kesehatan masyarakat di berbagai wilayah .
Meski memiliki nama besar di Pusat, Cabang dan Ranting Muhammadiyah masih jauh tertinggal. Data menunjukkan bahwa Cabang dan Ranting di banyak Wilayah tidak memiliki amal usaha yang memadai. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang ada lebih terkonsentrasi di kota. Sementara Ranting Muhammadiyah di Desa-desa masih berkutat dengan masalah internal, berupa sumber daya yang terbatas serta minimnya dukungan dari struktur organisasi di atasnya.
Ranting yang seharusnya menjadi basis gerakan Muhammadiyah di tingkat desa seringkali terlihat seperti “hidup segan, mati tak mau”. Padahal, Ranting inilah yang berinteraksi langsung dengan umat, menjadi tempat bertemunya dakwah Muhammadiyah dengan masyarakat pedesaan yang masih memerlukan banyak pemberdayaan.
Amal Usaha yang Terpusat dan Tantangan Ekonomi Umat
Salah satu tantangan besar Muhammadiyah saat ini adalah belum optimalnya distribusi AUM ke tingkat Cabang dan Ranting. Sejumlah AUM yang besar memang berhasil membawa nama baik organisasi, namun seolah hanya “terpusat” di kota-kota besar dan tidak merata di seluruh Wilayah Indonesia. Hal ini berbanding terbalik dengan Visi Muhammadiyah yang ingin menciptakan kesejahteraan bagi seluruh umat, bukan hanya di wilayah perkotaan tetapi juga di pedesaan.
Kondisi tersebut mencerminkan adanya ketidakseimbangan pembangunan AUM. Di tingkat Pusat, Muhammadiyah terlihat kokoh dan memiliki program -program berskala nasional. Tetapi di tingkat Ranting, program-program tersebut belum mampu memberikan dampak yang signifikan. Ranting yang seharusnya menjadi pusat pergerakan di akar rumput tampak lemah. Baik dalam hal pengelolaan AUM maupun kemandirian ekonominya.
Lebih jauh lagi, Muhammadiyah belum sepenuhnya terlibat dalam sektor bisnis yang lebih luas. Hingga sekarang belum ada laporan resmi mengenai peran Muhammadiyah dalam industri strategis seperti makanan, farmasi, pertanian, manufaktur, elektronik, otomotif dan sektor lainnya. Padahal, sektor-sektor ini memiliki potensi besar dalam memberdayakan umat, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kemandirian ekonomi. Muhammadiyah harus melihat ini sebagai peluang untuk mengembangkan usaha yang tidak hanya bersifat sosial, tetapi juga komersial, demi keberlanjutan ekonomi organisasi.
Kemandirian Ekonomi: Langkah Menuju Transformasi Muhammadiyah
Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam modern, perlu menyadari pentingnya kemandirian ekonomi sebagai bagian dari perjuangan dakwah. Dalam konteks ini, ada pelajaran berharga dari berbagai Organisasi Islam Dunia yang berhasil membangun kekuatan ekonomi sebagai bagian dari gerakan sosialnya. Contohnya, The Aga Khan Development Network (AKDN) yang tidak hanya fokus pada dakwah, tetapi juga pada pengembangan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Muhammadiyah dapat belajar dari model ini dan mulai berfokus pada pengembangan amal usaha di sektor-sektor yang lebih strategis. Industri pangan (makanan-minuman), pertanian, perkebunan, ritel, hingga otomotif adalah sektor-sektor yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Jika Muhammadiyah mampu mengelola sektor ini dengan baik, bukan tidak mungkin organisasi ini akan menjadi kekuatan ekonomi yang signifikan, tidak hanya bagi warganya tetapi juga bagi bangsa.
Selain itu, Muhammadiyah juga perlu memperkuat basis Ranting dan Cabang dengan memberikan lebih banyak perhatian, program dan sumber daya. Ranting yang kuat adalah kunci untuk keberlanjutan dakwah di tingkat akar rumput. Dengan program-program yang memberdayakan, Ranting dapat menjadi pusat ekonomi umat di pedesaan, menciptakan AUM/BUMM yang sesuai dengan kebutuhan lokal (local genius) dan meningkatkan kesejahteraan warga dan masyarakat.
Mengembalikan Potensi yang “Terbonsai”
Potensi Muhammadiyah yang saat ini seolah-olah “terbonsai” di tingkat Ranting dan Cabang harus segera dihidupkan kembali. Muhammadiyah memiliki modal sosial yang sangat kuat, dengan 60 jutaan anggota dan simpatisan di seluruh Indonesia. Modal sosial inilah yang harus dioptimalkan untuk menggerakkan kemandirian ekonomi di tingkat lokal.
Langkah strategis yang perlu diambil adalah memperluas cakupan AUM, tidak hanya di bidang sosial, tetapi juga di sektor bisnis dan Industri Padat Karya yang menjanjikan. Dengan strategi yang matang dan keberanian untuk masuk ke sektor ekonomi yang luas, Muhammadiyah bisa menjadi contoh bagaimana organisasi Islam dapat berkontribusi nyata dalam menciptakan kemandirian ekonomi umat. Pada akhirnya akan memperkuat posisi organisasi di berbagai aspek kehidupan.
Muhammadiyah untuk Semua Tingkatan
Di usia yang telah lebih seabad, Muhammadiyah harus kembali melihat potensinya di Ranting dan Cabang. Dengan penguatan di semua level organisasi, dari Pusat hingga Ranting, Muhammadiyah dapat benar-benar menjadi kekuatan yang merata di seluruh Indonesia. Ranting harus kembali diberdayakan dengan menunjukkan keberanian memasuki sektor bisnis yang lebih luas. Dengan begitu, Muhammadiyah tidak hanya menjadi Ormas yang besar di bidang sosial, sekaligus akan menjadi kekuatan ekonomi yang mampu menggerakkan umat menuju kemandirian yang sejati.
*) Red. Fordem.id