AYAM FUNGSIONAL TELURMOE

Opini466 Dilihat

Wahyudi Nasution

Sebenarnya niat Pak Bei dan Bu Bei cuma mau transit sebentar di rest area Masaran, Sragen untuk sholat Ashar dan ngopi. Perjalanan via tol menuju Mantingan, Ngawi tinggal sekitar 20 menit lagi. Si bungsu Alya yang saat ini kelas 5 di Pondok Gontor Putri 1 pasti sudah menunggu-nunggu.

Segelas kopi dan teh manis baru saja disajikan pelayan cafetaria, ketika sepasang suami istri menyapa Pak Bei dengan sikap dan tutur bahasanya yang sopan. Pak Bei menjawab salamnya dengan sopan juga, sambil berusaha mengingat-ingat siapa orang itu.

Saya Ikhwan dari Lumajang, Pak Bei. Dan ini istri saya Latifah, aktif di ‘Aisyiyah Lumajang. Kami mau pulang dari nengok anak yang kuliah di UMS”.

“Oh iya, Pak Ikhwan. Saya ingat, tahun lalu kita ketemu di Muktamar 48 Solo, kan? Kenalkan juga ini istri saya, Erwina, biasa dipanggil Bu Bei.”

Bu Bei segera beranjak memesankan minuman untuk teman barunya. Tak lama dua gelas minuman yang dipesan pun datang. Dua pasang suami istri paroh baya itu pun tampak akrab dan asyik ngobrol sambil sesekali nyeruput minumannya.

Mumpung ketemu, Pak Bei, kami ingin tanya beberapa hal,” kata Pak Ikhwan.

“Monggo, Pak Ikhwan. Kita ngobrol santai saja,” jawab Pak Bei.

Kami ingin tanya seputar program JATAM, Pak Bei, Jamaah Tani Muhammadiyah. Pak Bei kan Pengurus di Pusat.”

“Benar, Pak Ikhwan?”

Begini, Pak Bei. Istri saya ini dan teman- temannya di Aisyiyah Lumajang ingin sekali berkontribusi membantu Pemerintah dalam percepatan penanggulangan kemiskinan dan stunting.

“Wah bagus itu, Pak Ikhwan. Apa yang bisa kami bantu, Bu Latifah?”

Begini, Pak Bei. Menurut data Pemerintah, ada banyak sekali kasus kemiskinan ekstrem dan stunting di daerah kami. Tapi anehnya, solusi yang diprogramkan menurut kami kurang mengena. Padahal anggarannya sangat besar.”

“Programnya apa yang kurang mengena, Bu?”

Kemiskinan ekstrem dan stunting masa diatasi dengan Jambanisasi, RTLH, dan Sambungan Listrik PLN? Itu kan gak mengena. Aneh, Pak Bei.”

“Lha terus kira-kira program apa yang lebih mengena menurut Pak Bu Latifah?”

Pak Bei, kami pernah dengar dari teman-teman MPM Jawa Timur bahwa Jatam Pusat punya program Ayam Fungsional TELURMOE skala rumah tangga,” Pak Ikhwan menyahut.

Baca Juga:  Tiga Isue Strategis dalam Draft PKPU Tungsura Pemilu 2024

Iya, Pak Bei. Katanya itu efektif untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem dan stunting. Bagaimana jelasnya, Pak Bei?,” sambung Bu Latifah.

“Ooh itu. Memang waktu Rakernas MPM di UM Purwokerto akhir Juli lalu sempat kami sampaikan, namun baru sepintas kilas, belum detil.”

Ya itulah, makanya ini mumpung ketemu tolong dijelaskan, Pak Bei,” desak Bu Latifah.

“Baiklah, Bu. Tapi garis besarnya saja, ya.”

Iya gak papa.”

“Program Ayam Fungsional TELURMOE ini berawal dari inovasi nutrisi ayam dengan serangkaian ujicoba yang cukup panjang dilakukan oleh Dewan Pakar MPM PP Muhammadiyah yang juga Guru Besar Fakultas Peternakan UGM, Prof. Ali Agus. Ayam petelor ini dipelihara secara umbaran, bukan di kandang model batrei, dan makanannya ditambahi nutrisi inovasi beliau.”

Apa kelebihannya?”

“Berdasarkan hasil uji lab, TELURMOE memiliki kandungan nutrisi yang sangat bagus untuk kesehatan, al. :
1. Protein Albumen 30% lebih tinggi dari telur ayam ras yang biasa kita konsumsi.
2. Mineral Fe, Se, dan Zinc juga lebih tinggi.
3. Kolesterolnya 35% lebih rendah.
4. Kandungan Omega-3, Omega-6, dan Omega-9 juga tinggi.”

Wah hebat itu. Sudah pernah diuji coba belum, Pak Bei?”

“Sudah diujicoba juga pada anak-anak balita penderita stunting. Dengan makan satu butir telor per hari, dalam tempo 42 hari terjadi kenaikan hemoglobin 31%, padahal bila konsumsi telur biasa hanya naik 4%. Juga terjadi penambahan berat dan tinggi badan 6%, padahal dengan telur biasa hanya naik 3%.”

Nah ini lho, Pak. Ini baru solusi,” kata Bu Latifah pada Pak Ikhsan.
Bayangkan kalau setiap hari anak-anak kita makan makanan yang sehat dan terjaga nutrisinya seperti itu. Tentu masyarakat secara umum akan lebih sehat dan tidak mudah sakit-sakitan. Iya kan, Bu Bei?,” Bu Latifah minta dukungan Bu Bei.

Cara beternaknya bagaimana, Pak Bei?,” tanya Pak Ikhwan.

“Ayam petelor dilepas di kandang yang dipagari keliling. Ayam-ayam itu diumbar saja. Jadi kita tidak perlu investasi kandang baterei seperti umumnya ternak ayam petelur yang kita kenal selama ini. Cara memeliharanya sangat memperhatikan kesejahteraan hewan, bahasa kerennya “animal welfare”.

Baca Juga:  PEMBELA KEADILAN

Seperti apa kandangnya, Pak Bei?

“Sangat sederhana, Pak Ikhsan. Per meter persegi bisa untuk 3-5 ekor ayam. Sepertiga kandang pakai atap. Di situ tempat ayam makan, minum, berteduh, dan bertelur. Yang dua pertiga terbuka tanpa atap agar ayam-ayam bisa berjemur, bermain tanah atau pasir, dan nongkrong di tempat yang disediakan.”

Kenapa dilepas, Pak Bei? Kok tidak di kandang baterei seperti umumya peternakan ayam?,” tanya Bu Latifah.

“Bu Latifah, ayam kan juga makhluk hidup. Mereka butuh penyaluran naluri behaviour. Butuh lompat-lompat, mengepakkan sayap, mandi pasir, dan sebagainya. Jadi hidupnya bahagia.”

Terus, Pak Bei. Yang dimaksud dengan ternak skala rumah tangga itu bagaimana?,” tanya Bu Latifah penasaran.

“Setiap keluarga yang tergolong miskin ekstrem cukup beternak 50 ekor. Ayam dipelihara mulai umur 17 minggu. Mulai umur 20 minggu, ayam sudah mulai bertelur, dan mulai umur 29 atau 30 minggu sudah produksi standar, 80% bertelur, alias 40 butir dihasilkan setiap hari, sama dengan 1.200 butir per bulan.”

Terus, Pak Bei. Saya catat lho ini,” kata Bu Latifah sambil asyik mencatat di HaPe-nya.

“Dari 40 butir itu, yang 5 wajib dimakan keluarga peternak untuk perbaikan gizi. Selebihnya baru disetorkan ke Pendamping dari Jatam dengan harga antara Rp 2.300 – 2. 500 per butir. Hasil produksi per bulan setelah di kurangi biaya pakan, peternak akan mendapatkan hasil antara Rp 800ribu sampai Rp 1 juta per bulan.”

Wah, jadi ada dua keuntungan sekaligus bagi peternak ya, Pak Bei. Pertama tercukupi gizi keluarga, dan kedua ada pemasukan sekitar 1 juta setiap bulan. Itu bagus sekali.

Maaf, Pak Bei, program ini kan diharapkan dapat dilaksanakan oleh semua Pengurus Daerah Jatam. Terus telur-telur yang disetorkan ke Pendamping dari Jatam itu nanti mau dikemanakan?,” tanya Pak Ikhwan.

“Pak Ikhwan, Muhammadiyah di hampir setiap Daerah punya banyak sekolah dari PAUD, TK, SD hingga SMA/SMK. Beberapa Daerah juga punya Perguruan Tinggi dan Rumah Sakit. Insya Allah semua siap mendukung gerakan MPM sesuai arahan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Semua Amal Usaha siap membeli hasil produksi anggota Jatam, baik produk pertanian maupun peternakan. Telurmoe ini sangat bagus untuk konsumsi anak-sekolah dan recovery pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU.”

Baca Juga:  SIMBOK DAN TUKANG SURVEY

Lha terus bagaimana pengadaan pakannya, Pak Bei? Kan tidak mungkin setiap peternak bikin pakan sendiri-sendiri karena kualitasnya pasti akan berbeda, tidak sesuai standar.”

“Itu benar, Pak Ikhwan. Pakan akan disediakan oleh PT LUKU, Badan Usaha Milik Muhammadiyah, yang sudah didirikan oleh MPM PP. PT LUKU akan bikin pabrik pakannya.”

Pakannya beda juga, Pak Bei?

“Beda, Bu Latifah. Perbedannya: 1. pakan ini full nabati, tanpa tepung darah, bulu, atau tulang;
2. ⁠pakan ini bebas dari tepung ikan;
3. ⁠sumber hewani ini potensi jadi alergen bagi manusia;
4. ⁠bebas antibiotik;
5. ⁠ada 12 komponen jamu seperti temulawak, jahe, kunyit, bawang putih, kelor, dll;
6. ⁠ekstrak herbal sama mineral organik masuk semua;

“Satu lagi, Pak Ikhsan, nanti bila Jatam Daerah tidak mampu menjual sendiri Telurmoe di Daerahnya, PT LUKU juga siap membelinya. Insya Allah semua akan berjalan dengan baik dan berkeadilan.”

Iya, Pak Bei. Bagus sekali kalau bisa dibangun kolaborasi antar Majelis, Lembaga, Ortom, dan AUM. Kami yakin, kita pasti bisa.”

“Insya Allah, Pak Ikhsan.”

Baiklah, Pak Bei. Sudah cukup jelas. Akan segera kami kabarkan ke teman- teman. Insya Allah semua Jatam Daerah akan mendukung program Jatam ini. Semoga Pemerintah juga mau mendukung dan bersinergi untuk mensejahterakan rakyatnya,” kata Pak Ikhwan mantap.

Mari kita lanjutkan perjalanan, Pak. Masih jauh kita ini,” Bu Latifah mengajak suaminya.
Kami pamit dulu ya, Pak Bei. Terima kasih atas waktu dan ilmunya.”

“Sama-sama, Bu Latifah. Hati-hati di jalan, Pak Ikhwan.””

Kedua pasang suami istri itu menuju mobilnya untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan masing-masing. Pak Bei dan Bu Bei ke Mantingan mudifah anaknya, Pak Ikhwan dan Bu Latifah pulang ke Lumajang. Semoga semua dilancarkan. Aamiin.

Klaten, 19 Desember 2023
*) Ketua LP UMKM PDM Klaten, Aktivis JATAM dan MPM PP Muhammadiyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *